Brandon, seorang cowok yang tak pernah tertarik pada cewek, selalu menganggap mereka ribet, cengeng, dan menjijikkan. Namun, pandangannya berubah ketika dia bertemu Donia, gadis tangguh yang memiliki sisi manja dan pemberani. Meski Donia seorang ind...
Sekitar delapan menit perjalanan menuju pusat perbelanjaan tempat Raras dan Ryan menunggu, Donia memandang ke luar jendela mobil, menyaksikan hiruk-pikuk kota yang ramai namun terasa sunyi di dalam pikirannya. Ia menegakkan tubuh, lalu memberikan arahan pada sopirnya dengan suara lembut namun tegas.
"Pak, tolong berhenti di depan mall saja, ya. Saya akan turun di sana."
"Baik, Non," jawab sopirnya dengan nada sopan, sambil memutar setir dengan lincah untuk mencari titik pemberhentian yang sesuai.
Mobil perlahan meluncur, berhenti dengan presisi di depan pintu masuk megah pusat perbelanjaan. Namun, tepat ketika Donia hendak membuka pintu, sebuah notifikasi berbunyi dari ponselnya yang terletak di pangkuan.
Ia mengurungkan niat untuk turun sejenak, merapatkan kembali pintu mobil, dan menarik napas dalam-dalam. Tangannya yang halus mengangkat ponsel, matanya langsung tertuju pada layar yang menampilkan pesan dari Raras.
Ketukan jemarinya seakan melambat ketika ia membuka pesan itu, seolah ingin memperpanjang waktu sebelum membaca apa yang tertulis. Pesan singkat itu membuat pikirannya seketika terhenti, namun tidak segera ia memberikan respons. Dalam heningnya mobil yang kini terasa seperti ruang isolasi, Donia memutar otak, mencoba merangkai alasan sebelum akhirnya melangkah keluar dari zona nyaman.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Donia turun dari mobil dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya, seraya menunggu kedatangan Raras dan Ryan yang sebentar lagi akan menjemputnya. Sang sopir, mengikuti perintah Donia, segera memutar mobil dan meluncur kembali pulang, meninggalkan gadis itu di depan mall yang dipenuhi lalu lalang manusia.
Lima menit kemudian, Raras dan Ryan muncul dari arah pintu utama, berjalan berdampingan dengan langkah yang santai. Ryan, yang melihat Donia, langsung menyapa dengan antusias.
"Donia, akhirnya sampai juga! Lama banget perjalanannya yaa," ujar Ryan dengan nada ramah.
Donia membalas sapaan itu dengan senyum hangat sebelum bertanya, "Hp lo udah dibenerin, Ryan?"
Ryan melirik jam tangan di pergelangan kirinya sebelum menjawab, "Udah sih, tapi belum gue ambil. Habis ini rencananya mau ke sana, kayaknya udah kelar sih."
"Yaudah, lo ambil aja sana. Biar gue sama Raras aja di sini!" sahut Donia santai, lalu menggenggam tangan Raras. Wajah Raras cerah, tersenyum bahagia dengan perhatian Donia.
Ryan tertawa kecil sebelum mengeluarkan dompetnya, menarik beberapa lembar uang ratusan ribu, dan menyodorkannya kepada Raras. "Nih, Sayang, buat kamu. Jajan sama Donia, ya!"
Namun, Raras menolak dengan halus, "Gak usah, pake uang aku aja. Kamu simpen aja."
Ryan menggeleng dan bersikeras, "Ambil aja, Sayang. Biar kalian senang-senang!" Akhirnya, setelah beberapa kali menolak, Raras menerima uang itu dengan tersenyum kecil.
Ryan pamit, melambaikan tangan sebelum berjalan pergi. Saat itu, Donia menoleh pada Raras, menghela napas, dan bergumam pelan, "Jadi pengen punya cowo."
Raras, yang mendengar ucapan itu, sedikit terkejut. "Hah? Serius?" Dengan bingung. Ia tahu Donia baru saja mengalami patah hati setelah ditinggalkan Brandon tanpa penjelasan apa pun.
Donia tersenyum pahit sambil mengangkat bahu. "Iya, nanti juga ketemu kali ya." Dengan nada yang seolah menyembunyikan luka.
Raras pun menepuk bahu Donia dengan lembut. "Pasti ada kok, sabar aja!"
Untuk menghibur Donia, mereka memutuskan pergi ke Timezone. Di sana, tawa mereka meledak saat bermain berbagai permainan, mulai dari basket, balap mobil, hingga dance arcade yang membuat mereka melompat-lompat penuh semangat.
Hingga akhirnya, mereka menutup sesi bermain dengan berkaraoke bersama. Lagu-lagu penuh kenangan mereka nyanyikan, membuat Donia sedikit melupakan rasa sedihnya.
Waktu berlalu tanpa terasa. Ketika jam menunjukkan pukul 19.00 WIB, perut Donia mulai memberontak. Ia melirik Raras sambil memegangi perutnya. "Kita ke Ryan yuk, udah laper banget!"
Raras tertawa kecil melihat tingkah Donia yang meringis kelaparan. "Oke, ayo!" Ia menggandeng lengan Donia, memandu jalan menuju tempat Ryan mengambil ponselnya.
"Tinggal belok kiri dari sini, kita hampir sampai," ujar Raras, menunjuk arah.
Donia mengikuti langkahnya sambil tersenyum, merasa lebih baik setelah menghabiskan waktu bersama sahabatnya.