9 ETERNITY • 22

136 56 0
                                        

Matahari bersinar cerah, menembus celah-celah jendela kamar Dewa, sepertinya hari ini cuaca bakal sangat cerah. Dengan satu mata terbuka, Dewa mengintip dunia luar yang penuh warna.

Ia berusaha mengumpulkan nyawa sebelum bangun, hari Minggu seperti ini Biasanya, Dewa akan malas bangun. Namun, entah kenapa, kali ini ia merasa sedikit bersemangat untuk memulai hari. Mungkin ada sesuatu yang menarik menantinya.

Setelah mengusap wajahnya, matanya tertuju pada headphone yang tergeletak di samping bantal. "Oh, okee, masih ganteng," ucapnya sambil tersenyum, memuji diri sendiri.

Kebiasaan Dewa memang selalu melihat wajahnya setelah bangun tidur, seolah ingin memastikan bahwa pesonanya masih terjaga. "Gue aja terpesona liat wajah gue yang baru bangun, gimana nanti istri gue, ya?" Dewa terkikik sendiri dengan pemikiran konyolnya, membayangkan reaksi orang yang dicintainya saat melihatnya di pagi hari.

Tanpa membersihkan tempat tidur, Dewa langsung menuju kamar mandi hendak membersihkan badan. Setelah keributan dengan ayahnya kemaren, itu hanyalah hal biasa, setiap hari, setiap bertemu ayah dan anak itu selalu saja beradu mulut, tidak ada yang ingin mengalah di antara mereka.

Sedangkan ditempat lain, gadis dengan baju gaun bermotif bunga kecil-kecil sedang berjemur di bawah terik matahari yang menembak sela-sela awan sembari menyirami tanaman di halaman rumah.

Lagi-lagi ia berbelalak sedih melihat rambutnya yang kian menipis, padahal ia hanya ingin menyelipkan dibalik telinga. "Nggak apa-apa. Rambutnya rontok berarti dosa aku yang bejibun juga ikutan rontok, jadi nggak banyak dosa." gumam Hazel berusaha menenangkan dirinya, itu adalah perkataan yang selalu Helen lontarkan kepada sang buah hati.

Tapi jika dipikir-pikir, gadis sekelas Hazel saja menyadari banyaknya dosa yang menyelimuti, padahal dia selalu berbuat baik dan mempunyai hati begitu tulus, sedangkan kita? Hayoo, istigfar selalu jangan lupa teman-teman.

Selang beberapa menit, Hazel melihat mamanya keluar dari pintu, "Selamat pagi ibunda ku yang cantik bagaikan putri permai sari yang jatuh kebumi seperti malaikat tanpa sayap." Helen selalu tertawa saat anaknya mengucapkan kata-kata itu. Terlalu berlebihan, pikirnya, tapi tidak apa-apa malah itu adalah kalimat penyemangatnya setiap pagi.

"Selamat pagi anakku yang cantik bagaikan putri malake yang turun dari langit," itu adalah balasan untuk Hazel, setelah berkata seperti itu keduanya tertawa. Begitu menyenangkannya. Hazel selalu ingin momen-momen seperti ini.

"Mama mau pergi kerja dulu ya, udah di tungguin," ucap Helen mengecup puncak kepala Hazel dengan sayang.

"Mama jangan capek-capek, istirahat jangan lupa ya ma. Hazel sayang mama," teriak Hazel melihat Helen yang sudah melenggang pergi. Gadis itu menghela napas, ia sebenarnya ingin sekali berbicara dengan ibundanya itu, tapi ntahlah akhir-akhir ini Helen sangat bersemangat sekali berkerja dan selalu pulang malam, Hazel khawatir akan hal itu.

Kondisinya saat ini memang sangat stabil, dokternya juga sudah memberi tahu bahwa ia harus menghindari aktivitas berlebihan, seperti lari-lari di pantai kemarin. Tapi, hari ini ia merasa sangat berenergi.

Hazel sudah menyelesaikan beberapa kegiatan kebersihan di rumah, seperti menyapu dan mencuci piring sedikit demi sedikit. Setiap kali merasa lelah, ia akan beristirahat sejenak sebelum melanjutkan lagi.

Dia juga tidak lupa dengan janji untuk bertemu Dewa, yang ingin memperkenalkan dirinya kepada teman-teman Dewa sebagai pacar. Senyum menghiasi wajahnya saat memikirkan momen itu.

***

Di sisi lain, Helen melangkahkan kakinya menaiki angkot yang berhenti dihadapannya, sebelum bekerja ada satu aktivitas yang harus dikerjakan terlebih dahulu.

9 Eternity || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang