Di halte yang kerap kali orang-orang menyebut nya sebagai halte Suparman. Nathara mengadahkan pandangan nya pada angkasa diatas sana, ia berdecak pelan kala menangkap warna kelabu pekat yang memeluk arak-arakan awan begitu erat.
"Hujan lagi hujan lagi," gumam Nathara. Ia masih menunggu angkutan umum lewat untuk ia tumpangi. Cuaca yang terlihat mendung membuat nya malas naik ojeg, berjaga setiba-tiba jika hujan turun ia sudah tak akan lagi mencari tempat teduh karena sudah didalam angkot.
Percayalah, ia tidak terlalu menyukai hujan. Kenapa? Karena bagi nya disaat hujan turun, aktivitas nya selalu terhambat. Ia juga tidak suka jalanan yang menjadi licin karena hujan, ditambah lagi ia tak Sudi tubuhnya mendadak meriang karena tak sengaja terguyur hujan pula. Ya walaupun hanya sedikit, tetap saja itu membuatnya kedinginan dan berakhir deman.
Nathara melihat sebentar jam di pergelangan tangannya, "duh semoga enggak telat deh!" risau Nathara.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore lebih. Harusnya ia bisa datang tepat waktu, atau baiknya ia harus datang lebih awal daripada terlambat.
"Ahhh gegara si Qodir sih, pake acara nyuru-nyuru gue beresin dulu perpus segala, jadi ngaret kan gue!" gerutu Nathara, menyeret ketua kelas nya yang seenak hidung memerintahkan ia untuk membersihkan perpustakaan sekolah. Padahal Nathara sudah menolak, tapi anak itu malah memaksa dengan memberikan nya imbalan berupa sejumlah uang. Kan Nathara jadi sayang jika harus menyia-nyiakan rupiah yang ditawarkan tersebut.
Sepasang netra Nathara berbinar kala melihat satu angkutan umum berwarna biru akan melewati nya. Cepat-cepat ia membawa langkahnya itu kepinggir jalan, setelahnya melambai untuk memberhentikan angkutan umum tersebut. Tak lama setelah nya, ia naik dengan segera bersama gitar yang di peluk erat lalu mendudukkan bokong nya di jok pinggir pintu.
🌠🌠
"Nih Bang, makasih ya." Nathara memberikan uang dua ribu rupiah pada sopir angkot yang tumpanginya tadi.
Kini ia telah sampai di depan kafe Arean, perjalanan sedikit agak lama dari Halte menuju kafe ini karena macet. Entah apa yang membuat jalanan menjadi sangat macet, yang pasti saat ini Nathara benar-benar dibuat kesal sekaligus berdebar.
Karena ini job pertama nya untuk manggung, semoga saja si manager kafe tidak marah karena keterlambatan nya itu. Sungguh, ini benar-benar membuat jantung Nathara kosidahan sangat riuh dalam sana.
"Duh! Heh jantung, lu bisa santaian dikit gak sih?" kata Nathara bermonolog pada jantung nya sendiri. "Yang mau manggung kan gue ngapa lu yang berisik etdah."
Setelahnya, ia mengembuskan napas panjang. "Keep calm Nat, lo cuman manggung dikafe bukan di Indosiar,"
Seusai menetralkan rasa tak karuan yang menyerang dirinya secara tiba-tiba. Nathara mulai mengayunkan pijakannya, selangkah demi langkah ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia mampu.
"Semangat Ta, Lo bisa!" batin Nathara meyakinkan diri nya sendiri.
"Permisi, Hallo kak perkenalkan. Saya Nathara, orang baru yang mau isi lagu di kafe ini," ucap Nathara ramah dengan senyum manis yang terpatri di bibirnya.
Si barista laki-laki lantas membalas ramah senyum Nathara, "oh iya, saya tunggu-tunggu dari tadi lho. Saya kira kamu gak bakal datang,"
"Datang kok, Kak. Cuman tadi dijalan nya agak macet," balas Nathara singkat.
"Kamu bisa tunggu di meja 13 dulu ya, Pak Erdin pesan ke saya kata nya di suruh tunggu sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Cerita Tentang Hallan Haellan Dan Nathara
General Fiction"Buat gue, hidup itu sebuah kejutan. Kita gak perlu menebak dan menerka-nerka akan ada apa hari esok. Karena apapun yang terjadi, tugas kita hanya menerima dan menjalani." __Natharaadiwarma__ *** "Nathara, lo harus pilih. Jadi sebenernya cowok yan...