9 ETERNITY • 23

121 55 0
                                        

"Kenapa? Nggak senang gue ngomong kayak gitu?" Galuh melangkah mendekat ke arah Dewa dengan senyum menantang, seolah-olah siap untuk melanjutkan pertarungan yang sudah lama dia rindukan. Ingin merasakan sensasi sakitnya saat wajahnya bonyok setelah ditonjok oleh Dewa.

"Bro," sapa Dewa menyentak pundak Galuh.

"Lo tau kan? Selama ini gimana hidup lo tanpa bantuan gue?"

"Gue lagi nggak mau berantem. Sekarang! Lo minta maaf ke Hazel!" Sambung Dewa membisik di telinga Galuh, sebenarnya emosi Dewa sudah di atas puncak, tapi ia harus berpikir jernih, tidak mau merusak kencannya dengan Hazel malam ini. Berusaha menghindari konflik yang tidak perlu.

Bugh...

Tiba-tiba, satu kepalan tangan mendarat keras di pipi Dewa, dan itu adalah momen yang Galuh impikan sejak lama. Dia merasa puas melihat Dewa  mendapatkan sedikit pembalasan. Ntah karena merasa iri kepada Dewa atau memang karena ia peduli dengan temannya itu.

"Sialan lo," Dewa mengerang sambil memegang bibirnya yang mulai berdarah. Dia tidak percaya kalau temannya berani melakukan hal ini. Urat-urat di leher Dewa terlihat, menandakan bahwa ia memang dalam luar kuasa.

Tanpa menunggu lama, cowok itu langsung melayangkan tangan ke wajah Galuh. Sekali tonjok, Galuh sudah terduduk sambil tertawa kecil. "Segitu gilanya lo sama cewek ini?" tanyanya dengan nada mengejek.

Cowok berambut sedikit kecoklatan itu mendekat ke arah Hazel, Galuh tersenyum tipis melihat Dewa yang semakin naik pitam, sementara Hazel tampak ketakutan.

"Berani lo nyentuh dia, gue jamin besok lo nggak akan liat matahari," ucap Dewa tegas, suasana di sekitar mereka seketika menjadi tegang. Semua orang hanya bisa menonton, penasaran dengan reaksi Dewa.

Tanpa rasa takut, Galuh menarik rambut Hazel yang menjuntai itu, tidak banyak, hanya sedikit. Namun, cukup membuat Hazel terkejut bukan main. Ia tidak menyangka Galuh akan melakukan hal itu padanya.

Dewa mendengus, menyadari bahwa cowok itu tidak main-main dengan ucapannya. "Lo pikir gue bercanda sama apa yang gue ucapin tadi?"

"Anjing, lo bangsat."

Galuh tertawa terbahak-bahak setelah menjambak rambut Hazel yang banyak rontok di tangannya. Tak memperdulikan ucapan Dewa. "Lo penyakitan kan? Dan itu lo dijadiin tameng doang buat manfaatin temen gue, kan?"

Deg!

Hazel terdiam. Apa yang diucapkan Galuh benar-benar mengguncang hatinya. Tangannya bergetar, ia berusaha agar air matanya tidak jatuh.

"Udah berapa banyak yang lo dapat dari Dewa, hah? Lo apain sampai Dewa begitu? Lo sialan, tau nggak? Matrek, murah!" Galuh mengeluarkan kata-kata tajamnya, seolah ingin menghancurkan kepercayaan diri Hazel.

"Iya, kamu benar. aku penyakitan, tapi nggak saat kamu menyebut aku murahan."

Dewa, di sisi lain, tetap tenang. Ia hanya menatap Galuh dengan tatapan tajam yang sulit diartikan, seolah menahan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya.  Tanpa sepatah kata pun, ia meraih tangan Hazel dan membawanya pergi dari rumah Nikolas dengan langkah pasti.

Pasti! Dewa memastikan akan menepati omongannya tadi setelah membawa Hazel pulang lalu ia siap membentur kepala Galuh ke tembok.

Hazel takut? Sudah pasti, ia tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti ini dari teman-temannya.

Dewa mengajak Hazel pulang kerumahnya. Dan sepanjang perjalanan pun cowok itu juga tidak mengatakan apa-apa, Hazel berusaha mencairkan suasana tapi tetap saja. Suasana saat ini terasa begitu mencekam bagi Hazel.

9 Eternity || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang