JANUARI
Januari, dibuka dengan candaan 2 tokoh kesayanganku. Berbagi tawa, berbagi cerita. Disusul dengan kedatangan dan kembalinya seorang tokoh. Bertukar cerita mengenai hiruk pikuk kehidupan yang perlahan melenyapkan diri sendiri.Aku datang sebagai orang yang melukai diri sendiri. Luka ini telah berbekas akhir tahun lalu. Ku ambil sebuah pisau dan kutusukkan ke hatiku yang mungil. Datangnya suatu hal buruk bukan kujadikan sebagai pelajaran, melainkan sarana bunuh diri. Aku bukan orang yang mudah sekali bercerita. Hatiku terkadang sesak mengucapkan hal yang tak ingin ku ucapkan. Ku bercerita dengan leluasa mengenai yang kurasa dahulu kepada salah satu tokoh kesayanganku, tanpa berpikir esok bagaimana, dan apa.
Perlahan-lahan, yang datang akan melahap habis hatiku, jiwaku, hingga ragaku. Tersisa kedua tangan yang tak bersalah. Tangan kananku bertugas mengambil sebuah benda yang seharusnya berguna untuk mengiris suatu bahan. Tangan kiriku bertugas menyuguhkan sarana untuk melampiaskan apa yang ada dalam pikiran dan hatiku. Tak perlu ku sebut pada tanggal berapa tanganku ini berbuat keji, intinya ia tak berperasa.Bulan ini merupakan awal dari segala kesedihan yang perlahan membelenggu diriku sendiri.
Januari ditutup lagu oleh Nadin Amizah yang sampai sekarang masih kusayang, "Kereta Ini Melaju Terlalu Cepat", dan lagu perkenalanku dengan Kunto Aji, "Selaras", "Rehat", dan lagu dari album Mantra Mantra lainnya.FEBRUARI
Februari, bulan di mana aku berulang tahun. Masih berlanjut goresan itu melahap habis tanganku. Waktu berjalan dengan desakan pikiran sendiri yang ingin cepat bergegas keluar dari gerbong kereta. Beribu-ribu cerita telah dengan ringan kubagikan kepada mereka, 3 tokoh kesayanganku dahulu. Salah satunya sudah berjumpa 15 bulan yang lalu.Malam yang sunyi, hanya terdapat bunyi hewan yang tak dikenal, aku keluar rumah sejenak untuk menghirup udara malam. Leluasa rasanya bisa menenangkan kembali pikiran yang seharian telah bertaruh. Ditemani seorang tokoh yang baru saja datang melalui telfon. "Bisa telfon?", seakan-akan aku tertimpa batu yang amat besar, tetapi mereka selalu ada untukku, dahulu. Banyak sekali aku merepotkan orang yang ku sayangi, padahal hati saja tak kujaga dengan baik. Februari, terkadang goresan itu membesar, terkadang mengecil. Tergantung ego yang kuperoleh.
Semakin banyak ku mengenal Nadin, peri yang tak ingin disebut peri. Album Kalah Bertaruh selalu menjadi juaranya, dahulu. Februari mempertemukanku dengan "Hormat Kepada Angin". Seperti biasa, syair Nadin tak pernah gagal, ia merangkapku dalam lantunan lagunya. Petikan gitar dan suara piano dipadukan vokal Nadin yang khas, membuatku jatuh hati. Selama berbulan-bulan, hingga saat ini pun. "Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti" oleh Banda Neira kuputar disambi dengan adanya pertentangan di kepala. "Aku tak percaya akan roda berputar, mana buktinya?", lirihku dalam hati. Sebulan berlangsung dengan penuh duka didalamnya. Entah mengapa, suatu yang kecil dapat menjadi suatu yang besar di kepalaku.
Februari ditutup dengan perayaan ulang tahunku yang ke-14. Bukanlah hal yang spesial untukku dengan hati yang masih terdapat banyak sekali luka. Berusaha merapikan kembali yang berserakan, ternyata mereka sendiri yang merusak. Berusaha bangkit dengan kedua kakiku, nyatanya Tuhan belum mengizinkan, lalu kapan?
MARET
Maret, puncak pertaruhan. Apakah aku akan tiada atau tetap hidup sesuai yang mereka mau. 2 tokoh kesayanganku mulai bepergi. Sesuai yang aku mau, tetapi tidak juga. Hatiku perlahan mulai sesak, entah tempat nyaman seperti apakah yang harus ku kunjungi.Seni rupa ialah hobiku, tapi kurasa tak kan memulihkan hati. Memulai menulis juga terasa sia-sia bagiku, dahulu. Selalu membandingkan karya tulis orang lain denganku ialah hobiku dahulu. Aku pikir, sebagai luka yang bersinggah di hati manusia, seharusnya disembuhkan juga oleh hati manusia. Entah kejadian bodoh apakah yang dapat menumbuhkan pemikiran anak kecil sepertiku dahulu. Senandung lagu oleh Nadin Amizah, Kunto Aji, Hindia pun tak mampu meluluhkan hati yang terlalu keras dan hampir mati. Hal baik datang hanya untuk pergi. "Seperti Tulang" ku putar berkali-kali dikala sepi menghampiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rayakan takdir Tuhan, 2022.
Non-FictionAku adalah Nayfa Matsna. Lahir dengan penuh kerasnya kepala. Lahir untuk menggapai harapan-harapan besar terhadap dunia. "Rayakan takdir Tuhan, 2022." Merupakan karya terakhir yang ku persembahkan pada tahun 2022 kepada mereka yang telah hadir dalam...