Rembulan malam itu bersinar terang sekali. Bintang-bintang pun hadir menemani. Keindahannya, membuat Nadir ingin melukis sesuatu tentang malam yang indah. Itung-itung, sembari menunggu kereta selanjutnya datang.
Hari-harinya selalu begini, naik kereta untuk pergi ke sekolah. Salah satu hal baru di hidupnya yang 'tak pernah ia duga ternyata menjadi salah satu cerita yang cukup menyenangkan. Dia menyukainya, walau ini sedikit melelahkan.
Nadir melukiskan dua orang anak kecil yang sedang menatap langit malam penuh bintang. Ditulisnya di sana,'Kita masih menatap langit yang sama walau 'tak lagi bersama. Aku rindu kamu, Tiara.'
'Asing banget gak sih, Ra? Canggung banget kalau mau nyapa kamu tau,' ujar Nadir dalam hati sembari menatap lukisan itu.
Dia teringat mengenai momen kala mereka bersama saat kecil sampai SMP. Selama itu, Nadir selalu menaruh rasa sukanya pada Tiara dengan apik tanpa ada yang tahu. Dia mencoba untuk diam walau nyatanya, dia menyesal hari ini.
'Gimana caranya biar bisa akrab kayak dulu lagi, Ra? Kenapa aku gak berani, ya?'
Kereta yang akan Nadir naiki akan segera tiba. Untuk itu, Nadir segera beranjak dari tempat duduknya dan menunggu kereta itu datang.
Tiba-tiba, ada yang menutup mata Nadir dengan tangan. Nadir begitu terkejut dengan hal itu. Tapi sebentar, Nadir kenal wangi krim tangan itu. Wangi stoberi.
Tidak ingin lama-lama berekspektasi, Nadir segera melepaskan tangan orang yang menutupi matanya dan berbalik ke belakang. Betapa terkejutnya dia ketika mendapati hadir Tiara di sana. Dengan seragam abu putih, sama sepertinya.
“Halo, Kang Nadir! Apa kabar?” ujar Tiara sembari melambaikan tangannya.
Sedikit tidak percaya, Nadir mencubit pipi Tiara. Mencoba memastikan jika yang di depannya itu memanglah Tiara. Itu membuat Tiara meringis kesakitan.
“Kamu mah malah dicubit, ih! Sakit tau!” ujar Tiara sembari mengusap-usap pipinya.
“Hahaha, beneran Tiara ternyata,” ujar Nadir.
“Iya, aku pengen naik kereta sama kamu! Kangen, hehehe.”
Deg!
Apa yang Tiara baru saja katakan, membuat Nadir kehilangan kata-katanya. Seperti ada suatu hal yang menghantam jantungnya begitu saja. Nadir benar-benar terkejut.
Tiara melihat lukisan yang dibawa oleh Nadir. Langsung saja, dia mengambil lukisan itu dan melihatnya. Ternyata, gambaran Nadir makin bagus makin kesini. Ada satu hal yang membuat ia salah fokus, yaitu tulisan yang ada di sana.
“Hahaha! Kamu juga rindu aku ternyata?” tanya Tiara.
Belum sempat menjawab pertanyaan Tiara, kereta yang akan mereka naiki sudah datang. Maka dari itu, cepat-cepat mereka masuk ke gerbong.
Tiara duduk di dekat jendela. Dia asyik melihat pemandangan diluar sana dan menyatakan kesannya menaiki kereta setelah pulang sekolah. Menurutnya, ini menyenangkan. Tiara ingin melakukannya lagi.
“Biasanya jarang naik kereta,” ujar Nadir.
“Si Papa males jemput, gak ada yang nganter juga,” ujar Tiara.
“Satria?”
Alih-alih menjawab, Tiara malah menunduk. Sepertinya ada suatu hal yang tidak bisa ia katakan. Sesuatu yang Nadir yakini, menjadi alasan Tiara ingin naik kereta hari ini.
“Pantes pengen naik kereta,” ujar Nadir.
“Hahaha, kamu tau lah, Nad. Aku gak bisa kesepian,” ujar Tiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kisah
Short StoryTentang beberapa kisah yang 'tak pernah ada alias fiksi belaka. Tentang suka, luka dan perasaan seorang manusia tentang apa yang dihadapi.