Hujan mengguyur kota Jakarta di kala sore. Membuat beberapa orang terpaksa berdiam diri di sekolah untuk menunggu hujan reda. Kecuali mereka yang membawa payung, jas hujan atau mereka yang menggunakan mobil sudah pulang terlebih dahulu sejak bel berbunyi. Mungkin sekarang, sudah berlalu sekitar dua puluh menit.
Kirana menggosok-gosok tangannya, mencoba menghangatkan diri di tengah dinginnya cuaca ini ditambah pendingin ruangan yang malah dinyalakan oleh Tio yang kegerahan setelah bermain basket bersama yang lainnya tadi. Ada sedikit perseteruan antara kaum adam dan hawa. Walau pada akhirnya, para perempuan mengalah dan membiarkan pendingin udaranya tetap menyala.
"Dingin, Na?" tanya Aksara yang tiba-tiba duduk di sebelah Kirana.
"Iya, Sa," ujar Kirana
Aksara memakaikan jaketnya pada Kirana dengan asal supaya tidak kedinginan. Kirana berterimakasih untuk itu, tapi ia ragu dan khawatir jika Aksara akan kedinginan. Tapi, Aksara tidak apa-apa. Baginya, ini biasa saja.
"Dijemput papa?" tanya Aksara.
"Kak Bima," jawab Kirana.
Mereka mulai mengobrol mengenai beberapa hal. Aksara juga menceritakan mengenai konser musik yang ia tonton kemarin bersama teman-temannya. Kebetulan, Aksara dan Kirana mempunyai selera yang sama dalam dunia permusikan. Bedanya, Aksara selalu ikut setiap konser musik yang diadakan sedangkan Kirana hanya menatapnya lewat layar ponsel karena susah untuk mendapat izin dari orang tuanya.
"Gue pengen banget ikut ngonser gitu! Cuman sayang banget Papa selalu larang," ujar Kirana.
"Lo, sih. Di mall aja hilang. Apalagi di konser musik gitu coba. Diantara kerumunan orang yang banyak begitu. Susah nyarinya. Gue juga kalau jadi Papa lo bakal khawatir, sih," ujar Aksara.
Kirana tertawa kecil mengingatnya. Hari itu, hari dimana Kirana diizinkan Papanya untuk jalan bersama Aksara. Mereka pergi ke suatu mall untuk menonton bioskop dan makan bersama di restoran. Kirana terus sibuk melihat kumpulan boneka berwarna pink yang cukup menarik perhatiannya. Sementara Aksara terus melihat ke depan tanpa menyadari jika Kirana tertinggal jauh di belakangnya.
Aksara baru sadar ketika sampai di depan pintu masuk bioskop, sudah jauh sekali dari tempat dimana Kirana tertinggal tadi. Karena khawatir, Aksara mencoba mencari Kirana ke seluruh mall. Ia juga bertanya kepada beberapa orang dengan menunjukkan foto Kirana. Tapi tidak satu orang pun melihatnya.
Aksara sudah sangat pusing memikirkan hal ini. Ia mencoba untuk menelepon Kirana tapi ia lupa jika tas Kirana dipegang olehnya. Tadinya, agar Kirana tidak keberatan. Tapi justru sekarang Aksara yang malah keberatan.
Ketika itu, Aksara menemukan Kirana sedang bingung mencari letak bioskop. Kirana bertanya kepada seorang perempuan tentang dimana letak bioskop. Perempuan itu menjelaskannya, bahkan menawarkan diri untuk mengantarkan Kirana menuju bioskop. Namun, tepat sebelum pergi, Aksara datang menghampiri Kirana. Karena kesal dan khawatir, Aksara sedikit mengomeli dan menasihati Kirana. Hal yang tak akan pernah terlupakan dalam hidup Aksara bahwa matanya harus tetap selalu waspada dengan keberadaan Kirana.
"Gue nangis tau! Nyebelin lo malah marah!" ujar Kirana, mengingat waktu itu dia menangis karena diomeli oleh Aksara.
"Gue khawatir Kirana. Gue sayang sama lo. Gue takut kehilangan lo," ujar Aksara dengan menatap lekat kedua mata milik Kirana.
Kirana mengingat bagaimana momen indahnya itu berlangsung kala kembali menapakkan diri di SMA nya dulu. Kini bukan sebagai murid, melainkan sebagai orang tua yang menjemput anaknya pulang. Ya, sudah beberapa tahun berlalu sejak kejadian itu. Dan hari ini, di tanggal dan bulan yang sama, hujan kembali turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kisah
Short StoryTentang beberapa kisah yang 'tak pernah ada alias fiksi belaka. Tentang suka, luka dan perasaan seorang manusia tentang apa yang dihadapi.