SANG laki-laki manis berkulit tan bawa tungkainya ke alun-alun tempat biasa ia habiskan waktu senjanya. Gemuruh yang merambat di langit tertutup awan gelap masih terdengar walau hujan sudah berlalu dengan beberapa tetes air yang masih tinggalkan jejak di lembaran daun dan bunga yang basah habis diguyur. Burung-burung yang sembunyikan sayapnya di celah atap gedung satu persatu mulai terbang turun, menyambut sang laki-laki manis berkulit tan dengan kepakan halus kala bola mata kelam mereka tatap pakan yang memang sengaja dibawa oleh sang laki-laki manis untuk diberikan pada mereka.
Beberapa orang yang dikenalnya juga mulai berlalu lalang, mulai tak berteduh karena hujan yang sudah reda. Beberapa nikmati suasana sejuk habis hujan mengguyur tanah, bercengkrama dengan beberapa teman, dan mengindah diri dari realita walau sesaat. Mereka masih sama, suara tawa bahkan dengan raut wajah yang nampak cerah, tidak ada yang pernah berubah. Atau mungkin hanya sang laki-laki manis yang merasa sudah berbeda, beberapa dari mereka bahkan menanyainya.
“Apakah kau baik-baik saja?” Dan dia hanya menjawab dengan anggukan kepala tanda mengiyakan.
Pakan itu mulai ia sebarkan ke atas tanah yang tidak terlalu basah agar pakan tak larut dalam genangan, laki-laki manis dengan tahi lalat bagai rasi bintang pada pipinya itu nikmati bagaimna burung-burung mematuk gunakan paruhnya untuk ambil pakan yang tersebar di dekat kaki-kaki kecil mereka yang melompat ringan dengan sesekali kepala yang bergoyang kaku nikmati makanan yang diberikan cuma-cuma.
“Donghyuck!”
Suara lantang nan berat tiba-tiba menyapa telinga sang laki-laki manis yang bernama Donghyuck. Ia menoleh ke balik punggung, tatap seseorang laki-laki rupawan tengah duduk sendirian di bangku panjang warna coklat sedikit basah oleh tetesan air hujan, tangannya melambai ajak ia agar datang untuk mendekat, menepuk bagian kosong dekat dirinya berikan tanda agar Donghyuck duduk di sampingnya.
Donghyuck tersenyum hangat, bawa langkah kakinya berjalan mendekat. Nampak laki-laki itu juga balas senyumnya walau dengan raut pucat tapi tak tutupi wajah tampannya. Wajah itu nampak sedikit tirus dari terakhir kali Donghyuck lihat, surainya yang hitam legam
bergoyang gemulai kala angin menerpanya pelan beri kesan yang sangat menawan. Tidak akan pernah Donghyuck lupakan bagaiman wajah rupawan itu selalu menyambutnya, tersenyum dengan alis seperti camar serta mata yang melengkung ke bawah.Terlalu meninggalkan kesan.
“Minhyung, sudah lama? Kenapa tidak memberitahuku kau akan datang?” Donghyuck daratkan bokongnya tepat dimana Minhyung menyuruhnya untuk duduk.
Laki-laki yang dipanggil Minhyung itu tersenyum, “bukankah selalu seperti ini?”
Tangannya yang pucat genggam tangan Donghyuck yang terasa dingin, bahkan dinginnya menjalar pada telapak tangannya sendiri. Minhyung kembali berujar, “kau sudah meminum obatmu? Bagaimana hari-harimu? Kau baik-baik saja bukan?”
Mendengar pertanyaan Minhyung membuat Donghyuck tersenyum getir, kepalanya tertunduk tatap tangan pucat itu genggam tangannya. Terasa erat namun sangat hampa.
“Sudah, sebelum aku datang kemari aku sudah meminum obatku. Dan tentu saja aku baik, aku selalu baik dengan diriku. Bukankah itu permintaanmu? Bukankah itu yang membuatmu bahagia? Aku akan melakukan semua yang kau suruh, pasti. Tidak ada yang berbeda dari hari-hari yang aku jalani, semuanya sama. Bahkan dengan hari ini. Tapi, ada satu hal yang aku tidak mengerti dengan diriku sendiri.” Donghyuck semakin benamkan kepalanya, menatap lamat-lamat bagaimana tangan itu saling bertautan, “jika semuanya sama saja, mengapa kehangatan dalam dirimu tidak aku rasakan seperti dulu?"
“Donghyuck, jangan katakan hal sperti itu. Kau tahu betapa aku sangat mencintaimu.” Minhyung semakin eratkan gengamannya, bahkan tangan satunya sudah terangkat untuk usap bening-bening yang keluar dari iris mata laki-laki manis yang kini mulai terisak. Namun sayang, tangan itu tak sampai, hanya bisa menggantung di udara hampa.
“Kau selalu datang saat aku butuh dukungan, dimana kau selalu menggenggam tanganku serta memelukku tak ingin kau lepaskan. Memberikan kehangatan dan kekuatan bagiku, tapi mengapa? Saat itu kau dalam posisiku, kenapa kau tidak pernah mendengarkan pendapatku? Mengapa aku menjadi orang terakhir bagimu? Kau egois.”
“Aku hanya tidak ingin kau terluka, aku tidak ingin melihatmu menangis Donghyuck.” Donghyuck angkat kepalanya, tatap langsung pada iris mata Minhyung yang bergetar.
“Tapi kau meninggalkanku luka, dan kau membuatku selalu menangis setiap hujan turun di setiap musimnya. Sama seperti saat ini.”
Perlahan Minhyung lepaskan genggamannya pada Donghyuck, laki-laki berkulit putih pucat itu palingkan wajahnya dari air muka Donghyuck yang nampak keruh dengan mata yang sudah beriak dan air yang tumpah dari sana. Dia berdiri dari duduknya dengan tatap burung-burung yang hampir habiskan makanannya. Ia kemudian mendongak, melihat awan kelabu itu mulai memudar dengan lembayung yang mulai terlihat dari ufuk barat.
“Sudah waktunya aku pergi. Maafkan aku.” Ucapnya dengan suara yang terdengar serak.
“Lagi? Mengapa harus secepat ini?” Donghyuck usap air matanya yang hampir kenai dagunya.
Lembayung itu kian turun dengan jingga yang perlahan memudar digantikan malam, semilir angin juga mulai hinggap di pucuk-pucuk yang kemudian melambai pelan. Donghyuck pejamkan matanya, nikmati udara yang makin terasa dingin hingga ke tulang. Donghyuck meringis, ada segaris rasa sakit yang mengiris seiring hembusan angin. Ada setangkup haru kala lembayung mulai tenggelam di cakrawala.
Burung-burung itu juga mulai berterbangan mengepak sayap bagai menari dengan kicauan yang terdengar seperti nyanyian musim hujan kesukaan dua insan yang sedang berbunga-bunga. Musim yang menjadi kesukaan Donghyuck dan Minhyung, tapi sudah lama sang laki-laki manis tidak merasakan suka lagi pada musim ini, dimana rintikannya kini terdengar terlalu pilu di telinganya, gemuruh itu terlalu menyeramkan baginya. Musim hujan adalah musim terberat bagi Donghyuck untuk lewati setiap harinya, tidak ada lagi sosok yang mengatakan alasannya sangat menyukai musim hujan, Donghyuck sudah tidak menyukainya. Karena setiap rintiknya terdapat kenangan dua insan yang sudah jatuh cinta selam tujuh tahun lamanya, sayangnya. Minhyung harus pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal pada sang kekasih, Donghyuck.Karena Minhyung sudah bahagia dengan pencipta-Nya.
Donghyuck sudah mengikhlaskan kepergian sang kekasih, tapi mengapa sangat sulit untuk melupakan sosok Minhyung? Sosoknya akan selalu datang kala hujan pertama turun pada musimnya, dan akan hilang saat hujan sudah reda. Sama seperti sekarang, bayangan Minhyung yang dilihatnya sudah hilang saat kelopak mata itu terbuka. Jauh di langit yang sudah menggelap, banyak kerlipan bintang yang betaburan di atas sana. Ia harap, satu dari ribuan bintang itu akan jatuh dengan pijaran cahayanya, kemudian muncul dihadapannya sebagai sosok yang amat dia inginkan yang akan menjadi pengisi kekosongan hatinya. Menjadi penenang hatinya yang gundah.
Tapi apa daya, itu hanya khayalan baginya, Minhyung telah pergi dan tidak akan kembali ke sisinya hanya untuk mengatakan ‘selamat malam’. Sang laki-laki manis hembuskan nafas panjang.“Sekali lagi aku akan melewati musim ini dengan sebisaku. Seperti permintaanmu, aku
akan berusaha baik-baik saja, walau semua tidak akan sama. Kau lihat saja dari atas sana, hanya saja."Aku sedikit merindukanmu. Lagi.”
•
•
•
•
[FIN]
KAMU SEDANG MEMBACA
[00] All About Markhyuck
Fanfiction[Oneshoot] [Twoshoot] 🌻Berisikan short story Markhyuck 🌻Markhyuck in area bxb⚠️⚠️ jangan salah lapak...hokey!!! berisi kerendoman🌻🌻🌻 masih belajar dalam menulis...yoohhh🐽🐰