Jakarta, Juni 2030
Pelataran Jembatan Penyeberangan Orang di kawasan Jalan Jendral Sudirman Jakarta Selatan membuka kisah ini. Di jembatan inilah kisah dua orang anak manusia tercipta di antara berkian-kian kisah lainnya beberapa tahun silam.
Beranjak dari sana, berdirilah kokoh sebuah gedung dengan 12 tingkat ditengah-tengah hiruk pikuk sekitarnya.
Langit biru kota Jakarta bagai bercerita pada dunia betapa senangnya ia hari itu, sahutan klakson saling bercengkerama pagi itu. Derap langkah seorang Staf Menteri muda terdengar hingga seluruh penjuru gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Ini adalah hari pertamanya bekerja, sehingga tak mungkin baginya untuk membuat hal konyol hari ini.
Mengingat ia harus segera menuju ke ruangannya pagi itu, ia pun menyambangi area lift. Ia segera mencari lift yang terbuka dengan cepat. Ditekannya angka 7 pada tombol lift itu. Pukul 7 pagi ini, sudah cukup ramai orang di kantor untuk sama-sama bertaruh peluh agar dapur keluarga selalu menyala.
"Mas Gadhing, ada tamu yang ingin bertemu dengan Mas" Resepsionis Lantai 7 memberitahukan hal itu pada sang Staf Menteri tersebut tepat setelah ia keluar lift.
"Siapa?" tanyanya singkat dan jelas
"Aku"
Dari arah utara berdiri seorang perempuan yang mengenakan kemeja flanel kotak-kotak biru dan hitam, rok berbahan jeans berwarna hitam, dan sepatu kets warna putih.
"Gadhing Bimasakti, kamu gak mungkin lupa kan?" perempuan itu kembali berucap.
***
Tiada yang menyangka pagi itu, Gadhing akan kedatangan tamu yang berhasil membuatnya diam membisu seribu bahasa. Wajah tamu itu tidak asing baginya, ia berulang kali menyipitkan matanya tanda ia memastikan lagi dengan rinci siapakah tamunya itu.
"Ke ruangan saya, sekarang" ucap Gadhing dingin
Perempuan itu hanya bisa tersenyum dan berjalan pelan mengikuti Gadhing menuju ruangannya. Keduanya sampai di ujung lorong lantai 7. Di depan sebuah pintu kaca yang di dalamnya ada meja kerja besar bersama satu buah set sofa di pojok ruangan berdekatan dengan jendela yang cukup besar yang ditutupi oleh gordyn warna biru muda.
Gadhing meletakkan tasnya meja kerjanya. Sementara perempuan itu masih berdiri tersenyum melihat Gadhing yang memasang wajah masam sejak keduanya bertemu tadi.
"Kenapa kamu ada disini?" tanya Gadhing dingin tanpa banyak basa basi
"Aku cuma mau ngasih kamu ini" ucap perempuan itu sembari memberikan sebuah lipatan kertas yang merupakan sebuah undangan pernikahan
"Kamu mau nikah?" tanya Gadhing masih tak bergeming
Tak sepatah katapun keluar dari mulut perempuan itu. Lagi-lagi ia hanya tersenyum di depan Gadhing. Gadhing merasakan seperti ada pertanda dari senyum perempuan itu.
"Gadhing, ini keinginan Mama. Mama kamu bisa dateng" ucap perempuan itu.
Gadhing berpikir keras, ia hampir kehilangan akalnya. Perempuan itu masih ada di hadapannya. Perempuan itu tidak lain dan tidak bukan adalah Alena. Ia datang memberikan undangan pernikahan untuk Gadhing atas keinginan mamanya.
"Saya masih gak yakin Mama yang minta" ucap Gadhing
"Kamu bisa langsung telepon Mama kok" kata Alena
"Gak usah, nanti aja" ucap Gadhing
"Aku cuma mau nyampein pesan dari Mama. Mama harap kamu bisa dateng ya, aku permisi" ucap Alena lantas meninggalkan ruangan Gadhing.
Gadhing diam seribu bahasa, ia tak bisa berkata-kata melihat undangan ini. Ia ingin marah sebesar-besarnya pada dirinya sendiri. Ia membanting map data proyek yang harus ia kerjakan. Ia tak menyangka hari pertamanya sebagai Staff Menteri dikejutkan dengan undangan pernikahan dari Alena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu di Ujung Rabu
Roman d'amourGadhing Bimasakti dikenal sebagai satu diantara banyak mahasiswa Fispol Universitas Buana Jaya Jakarta yang memiliki segudang prestasi. Kecerdasan serta kepiawaiannya dalam memilih kata baik ketika berbicara maupun menulis adalah senjata baginya hin...