Flashback End

58 11 4
                                    

Nyaris dua bulan Rama seolah menghilang.
WA-nya entah masih aktif atau tidak. Karena tidak pernah muncul story-nya. Juga, tidak pernah lihat story Arsa sendiri. Tidak ada keterangan kapan terakhir aktif, mungkin dimatikan. Diprivat nomornya dan dibisukan statusnya.

Sebenarnya, masih bisa diperiksa lewat chat. Tapi, ingat, kan, Arsa tidak pernah kirim pesan lebih dulu?

Arsa gelisah, ada rasa bersalah. Tidak seharusnya Arsa merasa seperti ini, kan?

Tapi, semua makin parah saat seminggu lalu lihat post-an Rama di IG.

Tapi, semua makin parah saat seminggu lalu lihat post-an Rama di IG

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ternyata, yang Rama cinta bukan Shinta. Tapi, kamu. Iya, kamu, kamu yang masih aku tunggu.”

(kukutip ulang captionnya, takutnya di gambar kurang jelas)

Satu minggu menggalau, Arsa sesekali stalking akun IG Rama. Tidak sadar, otaknya berhasil menyugesti tangannya melakukan itu, katanya. Iya, katanya begitu.

Sampai akhirnya, dikejutkan dengan instastory Rama hari ini, jam ini, menit ini, detik ini. Rama sedang ada di salah satu kafe tidak jauh dari kostnya. Alamat yang di pin itu, hanya berjarak kurang lebih 2km dari tempatnya sekarang.

 Alamat yang di pin itu, hanya berjarak kurang lebih 2km dari tempatnya sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Anggap tulisan Rasa In Cafe itu nama lokasi ya. Aku udah kepalang mentok buat edit)


Arsa berdebar, kenapa Rama bisa di sana. Perasaannya makin kalut, gelisah. Rindu juga, sedikit. Ah, entahlah. Intinya, Perasaan Arsa berantakan.

Akhirnya, setelah berpikir cukup lama, Arsa  yakinkan hati, dia akan temui si brengsek Rama malam ini juga. Bergegas, raih jaket di gantungan. Sambar kunci motor di meja, langsung keluar kamar. Pacu kendaraannya ke tempat tujuan.

Sampai di tempat, Arsa celingukan. Apa mungkin Rama sudah pergi? Jantungnya kembali berdebar. Diambil ponsel di saku celana. Tidak peduli, dia mau hubungi orang itu. Tepat sebelum tekan tombol panggil, dia lihat siluet Rama keluar dari kafe. Arsa langsung turun dari motor. Hampiri si target yang belum sadar keberadaannya.

"Ngapain di sini?" sapa Arsa ketus.

Rama terkejut. Tertegun begitu liat si penyapa, tidak sopan. Tapi, dia hafal benar wajah di hadapannya.

Arsa?

Hanya bergumam dalam hati.

Beberapa detik, baru Rama menjawab. "Aku? Aku pindah kerja di daerah sini."

Rama berusaha santai. Karena, jujur saja dia belum paham situasi saat ini. Kenapa tiba-tiba ada Arsa? Dari mana Arsa tahu dia ada di sini? Rama masih blank.

"Kamu sendiri, ngapain di sini?" balik tanya. Mencairkan suasana ceritanya. Karena, tatapan Arsa seperti orang yang ajak bertarung.

"Gue nemuin lo, bangke!" Ditinju dada kiri Rama.

Rama makin tidak paham. Hanya tatapi wajah Arsa yang kelihatan berantakan.

"Kenapa wajah lo begitu, sih? Kayak orang bego, njir! Lo gak kangen sama gue, hah?!" Arsa marah. Lampiaskan perasaan kalutnya selama ini. Sampai rasanya mau nangis. Tapi, terlalu lebay kalau sampai kejadian.

Rama sendiri, rindu. Iya, rindu, sangat rindu. Mungkin kalau bertemunya tidak mendadak begini, tidak dalam keadaan begini, Rama sudah peluk tubuh Arsa. Tapi, situasi saat ini bahkan, masih belum benar-benar dia pahami.

"Jawab, bangsat!"

Situasi sekarang, justru seperti perempuan yang sedang marah karena minta pertanggungjawaban pacarnya. Lebih parah, ini ada di pinggir jalan. Tepatnya, di depan mini market yang sudah tutup, di samping kafe tempat tadi Rama nongkrong.

"Kalaupun aku kangen, emang bisa apa? Kamu udah jawab waktu itu-"

"Bacotanmu waktu itu masih bisa diulang gak?" Masih pakai nada tinggi. Arsa benar-benar jauh dari kata kalem kalau di depan Rama.

"Apa?"

"Lo pasti paham!"

"Emang kamu mau apa?"

"Mau Lo!" jawabnya, yakin. Buat Rama mematung.

Arsa gemas. Kenapa Rama yang biasa banyak bicara di chat atau telepon itu jadi bego begini. Padahal, di hati Arsa terbersit keinginan memeluk orang ini.

"Di mana?" Kini suara Arsa berubah. lebih pelan tapi, lebih dalam.

"Apa?"

"Tempat lo tinggal."

"Di-"

Belum selesai jawab. Arsa sudah buru-buru kembali ke motornya. Lalu, segera naik.

"Naik! Cepet! Tunjukin jalan ke tempat lo!"

°°°

Tidak sampai 7 menit, mereka sampai di tempat Rama tinggal. Sebuah rumah kontrakan minimalis ujung jalan.

Bukan Rama yang ada di depan. Tapi, Arsa yang menguasai jalan. Dia tarik tangan Rama dengan kasar. Benar-benar terburu-buru. Entah apa yang Arsa pikirkan.

"Buka!" Perintahnya.

Rama segera ambil kunci di saku dan buka pintu. Begitu pintu terbuka, Rama langsung ditarik masuk, pintu kembali dikunci.

Ternyata, Arsa agresif. Dia langsung peluk Rama. Juga, bungkam mulutnya.

Ini di luar dugaan. Rama sampai tidak percaya. Tapi, ini nyata.

"Jadi, kita-" ucapan Rama kembali dipotong.

"Gue mau coba sama lo. Kita coba." Putus Arsa yang masih peluk Rama dengan tangan masih mengalung di lehernya.

Rama tersenyum dengarnya. Masa menunggunya berakhir tanpa sia-sia.

Kini, keadaan berbalik. Rama yang menyerang Arsa. Ciumi wajah, bibir sampai lehernya. Tapi, tenang. Tidak sampai ke mana-mana, kok. Belum waktunya.

Ternyata, Rama memang bukan jodoh Shinta. Tapi, Arsa.

Bersambung...

Kalau tulisan, pilihan katanya belincatan, ada yg baku ada gak, ada yg jelas, ada yg gak. Maaf ya.

Niatnya sih mau buat narasi yg asik. Tapi entahlah. Tp, kalo bahasa yg campuran itu emang sengaja sih, nyesuaiin keadaan aja.

Yungkiyoo

Rabu, 01 Maret 2023

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DAILY RASA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang