File 1

131 12 6
                                    

"Apakah kita benar-benar harus melakukan ini?"

Angin berdesau pelan, menyibakkan tirai berdebu yang menutupi sumber pencahayaan. Bintik-bintik kecil cahaya putih berhasil meloloskan diri dari sela-sela bingkai jendela keropos yang digigit oleh hewan pengerat kecil, mengurangi sedikit aroma penyesak dada yang menjalar dari belakang.

Jam kakek yang berdiri di tengah ruangan mulai berdetak dalam kesunyian; tidak memberikan pemuda berpakaian barat ruang untuk berpikir. Pendulum emas bergerak maju-mundur dengan stabil, seperti ingin menerkam dan menelan waktu yang tersisa.

Pemuda itu menjulurkan tangan, mengambil revolver yang tergeletak di atas meja. Menempelkan mata benda tersebut di depan pelipis, ia memejamkan mata, memberanikan diri jikalau sebuah peluru lepas dan meleburkan isi kepalanya.

"Chen Yuzhi !"

Tembakan itu teredam, seolah-olah suara merambat melalui air laut ke telinganya. Ia hanya bisa menonton, diam, ketika pria di hadapannya terhuyung ke belakang, garis merah tipis mengalir dari sudut mulutnya, menodai bibirnya.

Jam kakek berhenti bersuara. Jarumnya menunjukkan angka 6.

~~~~~~~~~

Gesekan antara kereta api dan rel menghasilkan suara berdecit, menciptakan percikan-percikan api kecil. Asap menyeruak dari cerobong ke segala arah, mengundang batuk-batuk para orang-orang yang mencoba membersihkan saluran udara mereka.

Gerbong dibuka, dan stasiun kereta yang semula tenang mendadak dipenuhi hiruk pikuk para penumpang yang turun dan naik. Ada beberapa insan menyalaki meminta untuk memberi jalan, dan vendor yang mencoba menjual surat kabar atau menjaja menu gorengan terbaru mereka di tepi berteriak lebih kencang. Bau basi asap rokok tetap di udara, seolah membeku dalam waktu.

Penjaja makanan di pinggir merenung, dagunya bertumpu pada kedua lutut yang ditarik keluar. Dagangannya tidak kunjung laku, seperti yang terlihat dari keranjang bambu yang tengah diisi penuh dengan kue wijen panggang.

Mata yang awalnya tampak seperti mutiara hitam pekat berbinar-binar antusias; bagaimana tidak; ketika seseorang menyodorkan beberapa lembaran uang padanya.

"Berikan aku 3 bungkus."

"Baik, tuan !"

Kue wijen panggang yang dilapisi bungkusan masih terasa hangat di tangan. Aroma sedap menyembul kala roti ditarik ke atas pandangan.

Dengan mulut setengah penuh dan remah-remah berjatuhan dari sisi mulut, Sun yongren mendorong 2 bungkus lainnya di depan wajah rekannya, berbicara sembari mengunyah. "Ini. Satu untukmu."

Song rong, tulang kupu-kupunya menekan pilar, menatapnya dengan malas. "Aku tidak punya selera makan. Untukmu saja."

Kemudian, ia melayangkan visinya ke atasannya yang mematung beberapa langkah dari mereka, tatapannya terpaku pada orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar kereta. "Kepala detektif sepertinya merasa begitu juga. Kembali ke kampung halamannya terasa seperti mimpi paling buruk baginya."

Pemuda yang disebut sebagai kepala detektif mengawasi hamburan masa dari ujung penglihatannya. Jaket kulit yang terpapar sinar mentari memantulkan cahaya, sejenak mengaburkan persepsinya akan dunia. Ia hanya berdiri di sana, bergeming, menikmati pancuran hangat yang tidak akan ia rasakan lagi ketika menyelidiki kasus.

"Yah... Menurutmu, apakah ketua akan mendapatkan istri di perjalanan kali ini? Dia mendapatkan calon... eh bukan, Nona Chu ran sebagai teman dalam kasus penyelundupan opium beberapa bulan lalu. Usia ketua juga tidak terbilang muda lagi, bagaimana jika dia meninggal tanpa pewaris?"

"Urus urusanmu sendiri, Sun yongren."

Jiang yuelou mendecakkan lidahnya dengan sedikit rasa jengkel. Sorot matanya dapat membunuh seseorang.

"Baik. Anggap saja perkataanku tadi sekadar gurauan." Sun yongren terkekeh pelan, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Yuelou mengeluarkan sebuah desahan, sebelum kedua kakinya membawanya memasuki lokomotif uap tua tersebut. Kedua bawahannya mengekorinya dari belakang.

*********

Dinding kereta dilapisi karpet merah, menampilkan nuansa nyaman. Penerangan samar lampu langit-langit melengkapkan interior.

Perhatian Jiang yuelou tertuju pada perbukitan dan lereng gunung di luar jendela. Pepohonan rimbun menutupi lanskap dengan warna-warna hangat yang berkembang. Semilir angin mengacak-acak dedaunan dan menjatuhkan beberapa. Ia hampir tidak bisa mendengar jeritan lembut dari mesin yang mendorongnya melintasi bumi.

Ia menghela nafas puas, kedua ujung bibirnya ditarik ke atas, mengulas sebuah senyuman. Mungkin perjalanan yang ia tempuh tidak akan semenakutkan seperti yang ia bayangkan.

Memegang secangkir kopi mengepul dan meniupnya pelan untuk menghangatkannya, ia baru saja akan menenggak seluruh isinya ketika terdengar teriakan seorang wanita dengan suara parau di balik pintu kabin.

"Ada pembunuhan ! Sir Wilbur Davey dibunuh !"

Oh Tuhan, sepertinya Jiang yuelou tidak akan mendapatkan jatah kopinya pagi ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Killer and Killer {Yuezhi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang