Prolog

12 3 4
                                    

Dequin Cafe, sebuah tempat nongkrong yang dilengkapi perpustakaan dengan beberapa buku bacaan yang menarik. Disana, pengunjung tak hanya bisa meneguk nikmatnya kopi, tapi juga menambah ilmu dengan buku bacaan yang banyak sekali macamnya.

Sebab suasana yang amat menarik itu, sebuah kelompok belajar dari SMA Pelita Langit menjadikan tempat itu sebagai markas kedua mereka. Tempat berkumpul di malam Minggu yang menyenangkan dan membuat siapapun betah tak ingin pulang.

"Ocha belum dateng?" tanya Gery saat ia sendiri baru saja sampai dan hanya melihat ketiga temannya tengah duduk sambil mendiskusikan sebuah buku yang sepertinya adalah novel terjemahan itu.

"Belum," jawab Ita. Ttumben telat dia."

Ali yang mendengar itu reflek melihat jam tangan yang melingkar di pergelangannya. Mereka berjanji untuk kumpul disini setelah Isya dan ini sudah jam delapan malam. Tidak biasanya Ocha terlambat, gadis itu bahkan sering tiba pertama kali dan memilihkan buku bacaan untuk mereka diskusi.

"Apa ga boleh main, ya?" tanya Ali.

"Dia pasti ngabarin, sih." Salwa ikut melihat jam yang tertera di layar ponsel, pupilnya membesar mengetahui Ocha benar-benar datang terlambat.

"Coba deh di chat." Gery duduk di sebelah Ali. Ia sudah memesan coklat panas untuk malam Minggu yang lumayan dingin ini.

Sementara Salwa, ia langsung membuka room chat nya dnegan Ocha dan mengetikkan pesan. Wanita berkacamata itu mendesah saat mengetahui temannya itu tidak online.

"Centang satu coba," katanya dengan nada menggerutu.

"Apa gua jemput aja?" tawar Gery. "Kebetulan gua mau mampir ke toko alat tulis sebentar. Cat air gua habis."

Ita mengiyakan tanpa berpikir panjang. Lagi pula, tidak akan asik jika mereka hanya malam mingguan berempat. Ocha adalah salah satu yang paling sering melemparkan jokes diantara mereka, tanpa gadis itu pasti akan ada sudut sepi yang terasa.

"Jangan nyasar!" peringat Salwa sambil mengamati Gery yang beranjak.

"Iya, gua gak sepikun itu," jawab Gery datar.

"Jangan gitu, lah." Ali menepuk Gery sambil terkekeh sampai matanya menyipit. "Bebeb Salwa kan cuma ngingetin."

Jokes aneh itu membuat Ita yang sedang melahap kentang goreng nyaris tersedak, sementara Salwa langsung merah padam menahan marah sekaligus malu.

"Hih! Najis," tolak Salwa sambil mendengus lagi.

"Siapa juga yang mau sama lu." Gery ikut merinding. "Dahlah, Assalamualaikum."

"Waalaikumsallam," jawab ketiga temannya nyaris berbarengan.

__________________________

Gery langsung memarkirkan motornya di depan sebuah rumah dengan halaman sempit yang sudah beberapa kali ia datangi. Lelaki jangkung itu turun dari motor dan tersenyum geli saat menemukan motor lain terparkir di depan pagar. Motor bagus dan mahal yang sering ia lihat di sekolah.

"Yaelah Si Ocha, pacaran ternyata," ucapnya sambil geleng-geleng. Pemuda dengan celana jeans panjang itu celingukan mencari kendaraan orang tua Ocha yang tak nampak, lagi-lagi ia terkekeh.

"Mana gaada orang tuanya lagi," gumamnya. "Wadoh, Ocha bahaya juga ternyata."

Gery ragu untuk masuk, jujur saja. Oh ayolah, dia tidak mau menjadi nyamuk diantara dua insan yang tengah menikmati malam Minggu mereka berdua. Lagian, mana mungkin Gery tiba-tiba datang dan mengajak Ocha untuk main bersama OSIGA. Walaupun ia tahu Ocha pasti lebih memilih sahabatnya, tapi kan tidak enak juga dengan si pacar.

Akhirnya, lelaki itu memutuskan untuk naik lagi ke motor dan menyalakan mesin. Ia akan bilang kalau Ocha sedang bersenang-senang. Teman-temannya pasti sudah mengerti. Ocha tidak pernah menunjukkan hubungan mereka di sekolah, maka dari itu OSIGA harus paham kalau gadis itu butuh waktu untuk berdua.

Prangg!!

"Astaghfirullah."

Suara itu cukup keras. Gery sampai memegangi dadanya yang berdegup kencang. Suara benda jatuh yang berasal dari rumah Ocha. Lelaki itu kembali mematikan motor dan turun dari sana. Saat hendak melangkah masuk, ia melihat seseorang keluar dari sana.

Itu Aufar, kekasih Ocha. Wajahnya nampak kacau dengan rambut acak-acakan. Gery reflek bersembunyi di semak-semak depan pagar. Menepuk jidat saat menyadari motornya pasti akan ketahuan Aufar. Tapi untungnya, Aufar terlalu kacau untuk memperhatikan keadaan sekitar. Lelaki itu pergi setelah memacu motornya dengan kecepatan tinggi.

Gery keluar dari persembunyiannya. Ia membuka pagar rumah Ocha dan berhenti di teras. Pintu rumah terbuka, apa sopan kalau ia masuk tanpa mengetuk?

"Masuk aja lah, ya?" monolognya sesaat sebelum benar-benar melangkah ke dalam.

Begitu masuk, Gery menemukan Ocha dengan kaus dan celana rumahan tengah memunguti pecahan vas yang berantakan di ruang tamu. Gadis itu nampak tenang, sangat bertolakbelakang dengan Aufar.

"Assalamualaikum, Ocha."

Gadis itu menengok, ia menghela napas sebelum tersenyum kecil menyambut siapa yang datang.

"Eh, Gery. Waalaikumsallam."

"Sini gua bantu." Gery langsung melangkah mendekati Ocha dan membantu gadis itu membereskan semuanya.

Lelaki itu bingung hendak bagaimana membuka percakapan. Apa perlu ia menanyakan apa yang sudah terjadi? Rumah Ocha nampak rapih-rapih saja dengan dua gelas teh yang baru diminum setengahnya. Hanya vas bunga yang biasanya ada di meja ini pecah berantakan. Ada apa sebenarnya?

Ocha sendiri tidak menolak. Ia hendak bertanya soal Aufar yang pasti bertemu dengan sahabatnya ini, tapi ia ragu. Kejadian malam ini terulang lagi dan itu membuat leher belakangnya tiba-tiba perih. Ia reflek merambatkan tangan kesana dan memgaduh keras.

"Awh," keluhnya.

Gery mendongak.

"Kenapa, Cha?"

"Enggak, gapapa." Ocha menurunkan tangannya.

Gery yang melihat sesuatu di tangan Ocha mendelik. Darah yang cukup banyak sampai mengalir di telapak tangan gadis itu.

"Wait," katanya, ia segera menyibak rambut Ocha dan melihat apa yang terjadi dengan leher gadis itu.

"Ger--"

"What is that?"

Ocha membenamkan bibirnya. Ia tak mau menjawab tapi ia juga tak bisa berbohong. Perihnya datang lagi. Kali ini merambat sampai ke hatinya.

"Tolong jangan bilang siapapun, plis."

"Tapi ini bahaya!"

"Aku udah putus kog, anggap aja semuanya udah selesai. Tolong jangan dibahas lagi," mohonnya.

Gery mengangguk, "Lo duduk aja. Biar gua beresin. Sama nanti luka lo biar gue obatin, Cha."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OSIGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang