Kali ini lengan lengan panjang itu memegangi rambut lepek yang menempel di kepalanya dengan hela napas sepanjang jalan setapak tengah malam menuju kamar.
"Selamat malam, bagaimana kabarmu hari ini?"
Selalu baik, begitu menurutnya yang kali ini merajut asanya dalam tangan tangan hampa di utas takdir yang tidak terputus juga; karena dia masih selamat; diselamatkan Tuhan, pikirnya.
Luntang lantung sudah dirinya semakin larut dan naik satu malamnya. Kamar terlampau jauh untuk diraih sendirian dengan leher dingin dan kakikaki yang terlampau aus dan memutih tanpa kaos kaki di tengah hujan kali ini.
"Apa kamu sudah bangun? Maaf mengganggu soremu! Ayo kita pergi kencan hari ini! Kamu bisa, 'kan?"
yang benar saja. Urusannya selesai sekali setelah putus hubungan kemarin. Memangnya dia benar cinta? atau kita sebenarnya berpura-pura untuk sebut nama dan membuat satu sama lain merasa berharga dengan jantung yang berdebar dua kali lipat? Ah, bukan kita seharusnya sebab itu; hanya dirinya.
Ini hanya tentang perjalanan satu tapak menuju kamar.
Juga cerita karut-marut tidak berakhir lainnya yang tidak diharapkan dirinya di tiap malam.
'Ah, tidak berguna, ya?'
Bukannya dirinya begitu manis? Kenapa yang lain, masing-masing, tinggalkan kami lagi? Dirinya janji menjadi anak baik! Bahkan sekali kali tidak tantrum dan tetap diam sampai akhir malamnya yang tidak pernah mati. Aku mungkin yang tidak berguna, sih. Kan sudah jelas, aku narator yang tidak bisa antarkan dia kembali ke kamarnya.
kalau aku antarkan ke tempat lain pasti tidak juga akan sampai, kan sudah tidak berguna. untuk apa berjuang untuk yang sia-sia? walau sebenarnya nggak terlalu sia-sia sih kalau dirinya sudah sampai kamar subuh buta.
dirinya dari pandangan narator ini terlalu melankoli dan sialnya dirayakan dengan senang hati. padahal akhirannya dia sehat kembali dan menjadi entitas lain yang terus menipu orang lain. dasar tulang-tulang berjalan yang penuh dengan daging yang sukar berperasaan. kalau jantungmu mati nanti rasanya akan seperti ampas tau!
Cukuplah aku, sang narator, menghinanya. Toh kami juga sama bertindak tapi menjuarai dalam menilai yang tidak benar sudah jadi kebiasaan, makanya susah sekali dihilangkan.
Tapi kali ini subuh buta tidak kunjung datang. Dirinya lagi lagi memaki sekitar.
Lebam-lebam tubuhnya semakin ungu setua gincumu yang tidak pernah tersentuh itu. Maka kusebut sering kali dirinya itu, 'lebih ungu dari lebam di kakimu' sebab tubuhnya tidak lagi merah atau biru. Dia terlalu ungu; terlalu ambigu.
Tapi akhirannya selalu bersujud minta maaf di tengah hujan dan di akhir malam yang panjang serta di tengah sepi sunyi yang melanda tubuhnya yang lebih ringkih semakin habis dihabisi lebam-lebam luka-luka sayat-sayat ungu-ungu tiap inci yang menghiasi sampai rasa-rasanya hampir benar-benar mati.
Gadisku, kamu juga tahanan di dunia ini, bukan?
Kamu berjuang setengah mati. Melawan yang sudah dilupakan juga mati-matian berdiri di atas paku paku ledakan bom waktu yang tidak kunjung menghadiri pemakaman kesedihan dari elegi yang tidak pernah terwujudkan;Karena kita selamat. Diselamatkan atau atau tidak benar benar ingin tiada.
Kamar mengunci ruangnya. Kalaupun dirinya masuk, pasti dia keluar? atau terjebak di dalamnya membuat dirinya semakin biru tua dan ungunya terlepas dari kekang? memangnya sepasti itu, ya kehidupan yang dijanjikan?
Kalau tidak, sih. Pantas saja tiap hari dirinya keluar masuk kamar tersebut. Narator percaya kalau dunia tidak begitu mulus makanya dirinya seperti agar-agar supaya bisa hidup walau lemas dan tidak berdaya karena ungunya disimpan biar tidak gila juga! Itu kuncinya! Sampai akhir akhir ini tangisnya meledak dan ungunya menciptakan luka sepanjang jari manisnya!
Ah, memang gila kami berdua.
Tapi kamar menerimanya. Di luar pun juga sama.
Dia diterima. Sampai akhir pun diterima.
Tapi kami beralas hampa. Presensi sebuah esai yang akan habis dalam dua atau tiga kata.
Kami nyata dan hidup beralas hampa.
Seungu membentuk sebuah kata,
akhirnya, kami tidak tersisa;Tiada,
ditelan beralas hampa.Tetap menjadi hamba.
mendamba.
h a m p a.
KAMU SEDANG MEMBACA
pameran penuh seungu ratap lebam di kakimu.
De Todokali ini kami bernapas, uapmengeluarkanbarangbarangtidakbergunasisaampasterungu. terungusisaampasbergunatidakbarangbarangmengeluarkanuap. menjadikan kami meratap. pada satu-dua yang tidak keberatan.