First

97 7 3
                                    

Gadis berambut coklat itu terus menyusuri koridor panjang yang ditanami tumbuhan hijau di bagian tepinya. Ia sesekali menggaruk kepala dengan mulutnya yang tak henti menggerutu. Ia merasa sudah melewati lorong ini sebanyak tiga kali, tapi tak satupun ia melihat ruangan bertuliskan ruangan kepala sekolah.

"Ish, sekolah macam apaan sih kayak gini?! Gedung gede tapi nyusahin," celotehnya kesal.

Mana sepi banget lagi, gerutunya dalam hati.

Tanpa sengaja ia melihat seseorang lelaki berjalan di ujung koridor. Ia berpikir pasti lelaki tersebut orang yang Tuhan berikan untuk menolongnya sekarang. Ia melangkah mengejar, tapi beberapa langkah kemudian ia berhenti. Kayaknya dia mau jalan kesini, ah pura-pura kaya orang bingung deh biar dia yang nyapa duluan, pikirnya.

Lelaki berseragam putih abu-abunya dengan kacamatanya itu berjalan dengan cuek sampai akhirnya ia lewat tanpa memperhatikan adanya seorang gadis yang sibuk dengan akting orang bingung nya.

Sombong bener ini orang, gerutunya. Ia pun melancarkan aksi dengan jurus andalanya yang disebut 'kode-mengode'.

"EKHEM EKHEM lagi bingung. EKHEM butuh pertolongan. EKHEM ada yang mau bantuin ga? EKHEM!" ujarnya sedikit mengeraskan volume suaranya.

Lelaki itu berhenti dan menolehkan kepalanya, lalu berjalan lagi seperti tak melihat apapun sebelumnya, bahkan ia mulai memasang earphone ditelinganya.

Gila, songong ni bocah. Sok dingin banget.

Ia pun berlari menjajarkan langkahnya dengan lelaki itu dengan muka juteknya.

"Eh elo! Eh!" Lelaki itu pun berhenti sehingga gadis yang ber-nametag 'Elena' itu bisa mendahulukannya. Elena berhenti dihadapan lelaki itu lalu memulai aksinya untuk bertanya, "Hm ... boleh minta tolong?"

"Gak." jawab lelaki itu datar.

"Plis, ruang kepala sekolah itu dimana sih?" tanya Elena.

"Itu," jawab lelaki itu dengan muka datarnya sambil menunjuk sebuah ruangan dengan pintu terlebar diantara ruangan lain. Letaknya tidak jauh dari tempat dirinya berdiri tadi. Sial, gue muter-muterin koridor. ternyata ruangannya ada disitu, geramnya.

"Makasih." Ujar Elena melewati lelaki itu dan mulai berjalan ke arah ruang berpintu lebar itu.

***

Ish! Arg! Haft! Pagi yang 'sangat' indah.

Masih kuingat tadi pagi aku dipaksa bangun dengan cara yang enggak wajar.

Ku tutup telingaku dengan bantal. Sudah beberapakali teriakan papa berdengung di telingaku. Tapi dasaranya masih ngantuk, mending lanjut tidur aja.

"ELENA! CEPAT BANGUN!"

"GADIS PERAWAN KOK BANGUNNYA KESIANGAN!"

"HEY, KAMU HARI INI MASUK SEKOLAH BARU KAMU, ITU MASUK PAGI, ELENA!"

Tak lama pintu tertutup, kamarpun hening. Alhamdulillah akhirnya bisa tidur lagi lebih nyenyak. Sayup-sayup terdengar suara ka Ega dengan papa sedang ngobrol. Ah biarlah.

"Siap, pah. Biar aku yang urus." Suara ka Ega masih aja terdengar darisini.

Tak lama suara pintu terbuka. Huh, ternyata papa masih belum nyerah. Aku masih malas untuk membuka mata, ah paling papa masih dengan teriaknya. Siap-siap saja. Satu... Dua... Ti-

BYURR

Begitulah. Aku bangun dengan baju dan seprai kasur yang basah. Bagaimana bisa ka Ega sekejam itu. Haft. Ternyata yang masuk ke kamarku ialah kak Ega, kakakku. Dia udah bersekongkol sama papa untuk menyiramku.

Sekarang aku berada di sekolah baruku, SMA Sartika Jaya. Sekolah swasta yang cukup terkenal di Jakarta. Aku berjalan dengan terus melihat ke lantai-lantai yang ku pijak berupaya menjajarkan kecepatan langkah ibu kepala sekolah yang berjalan didepanku.

"Begini Elena, kamu akan masuk di kelas XII IPA-4, karena kamu telat kamu bisa masuk jam kedua. Mari saya antarkan," ujar ibu paruh baya didepanku sambil terus berjalan. Aku hanya mengangguk saja sambil mengikutinya yang membawaku ke lantai dua.

Okay, sampai juga didepan kelas, di ruangan bertuliskan XII IPA-4. Bu Ratna selaku kepala sekolah hanya mengantarku hingga depan kelas, lalu ia mengetuk pintu dan berbicara sebentar kepada guru yang membukakan pintu.

"Lena, ini bu Erni, guru biologi. Kamu bisa masuk ke kelas. Saya tinggal dulu ya," Ujar Bu Ratna. Aku tersenyum sambil membungkukan badan sedikit, "Iya Bu."

"Kamu anak baru? Baik, masuk sini." Ujar Bu Erni tersenyum lalu menggandeng tanganku masuk ke dalam kelas.

Widih kelasnya gede juga.

Kelas yang tadi nya berisik sekarang hening ketika aku masuk. Entahlah, banyak bisik-bisik. Aku enggak peduli.

"Ehem, begini. Disini saya membawa seseorang yang akan menjadi teman baru kalian." Ujar Bu Erni. "Lena, kamu boleh perkenalkan diri." Lanjutnya.

Mendengar itu, jantungku entah kenapa deg-degan. Ini yang aku sebalkan jika menjadi murid baru, aku harus memperkenalkan diri dari awal dan mencari teman baru. Huft.

"Nama gue Elena. Kalian bisa panggil Elen atau Lena." Setelah mengucapkan itu aku menengok ke arah bu erni yang menggumamkan kata 'udah?' Dan aku hanya mengangguk mengiyakan.

"Baiklah, Lena. Kamu boleh duduk disana, disamping Bella. Bell, angkat tangan tangan kamu!" ujar bu erni.

Aku melihat seorang gadis duduk di pojok kanan mengangkat tangannya. Disebelah bangku yang ditempatinya kosong. Baiklah, kayaknya dia baik buat dijadiin chairmate.

Aku mengangguk patuh ke arah Bu Erni lalu berjalan menghampiri bangku di sebelah chairmate baruku, Bella.

"Hei Elen," ujar Bella sambil tersenyum setelah aku duduk disebelahnya.

"Hai Bella," jawabku.

Tanpa sengaja aku melihat cowok yang tak asing di mataku. Dia duduk paling depan dengan kacamata yang bertengger manis di depan matanya. Mudah sekali terlihat dari sini kalau ia memakai earphonenya, tapi sepertinya ia sengaja menutupinya agar tidak terlihat guru.


Sial, cowok dingin itu ternyata.


***

a/n: Segini dulu, vomment ya! Terimakasih ;D

The Nerd OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang