Prolog.

5 1 0
                                    

I've cried enough tears to see my own reflection in them
And then it was clear
I can't deny
I really miss it
To think that I was wrong
I guess you don't know what you got 'til it's gone
Pain is just a consequence of love
I'm saying sorry for the sake of us.

"Kek, ini rotinya dimakan dulu sebelum Kakek berangkat ke kedai," titah Babyla kepada satu-satunya keluarganya itu.

"Iya, nanti kakek makan. Kamu segera berangkat ke sekolah, sana! Jangan sampai telat." Pria paruh baya yang sering Bila panggil dengan sebutan 'Kakek' itu berbicara seraya tersenyum manis kepada Bila.

"Nanti sepulang sekolah, Bila ke kedai," ucap gadis itu lagi.

"Semangat bersekolah! Jangan lupa pesan kakek, Bila har——

Kringgg!

"Anjing! Mau nangis banget!" pekik Bila terkejut tatkala mendengar suara alarm dari ponselnya yang terus saja menyala.

Lagi-lagi Bila bermimpi hal serupa, masih seputar kakeknya yang belum lama meninggal dunia. Gadis itu kehilangan satu-satunya keluarga terakhir baginya, hingga kini ia terpaksa harus melanjutkan hidup dengan bekerja keras tiap harinya.
Terseok-seok pun akan terasa wajar setelah hari kematian orang yang paling ia sayangi itu. Jika ingin berkata dunia tidak adil, Bila merasa tak pantas pula sebab Tuhan saja sudah berbaik hati memberikan sosok yang pantas dicintai oleh Bila disepanjang hidupnya. Bukan seperti kedua orang tuanya yang mementingkan ego dan berakhir dengan meninggalkan dirinya bersama Kakeknya hanya berdua saja.

"Bila rindu sama Kakek," monolog gadis itu.

Jangan kira, embun muncul tiba-tiba
Daun berembun sebagai penanda
Siapa yang telah datang sebelumnya
Akankah muncul lagi setelahnya
***

Tik... tik... tik...

"Babyla Amerta!" Suara lantang dan melengking tiba-tiba membuyarkan lamunan Bila ditengah aktivitasnya mengamati detik jarum jam di pergelangan tangannya. Lagi-lagi nama sama yang terpanggil disepanjang pembelajaran Bu Dewi, guru mata pelajaran sosiologi.

"Kamu lebih memilih mendengarkan atau keluar dari kelas saya!" Wanita paruh baya itu lagi-lagi meninggikan nada bicaranya.

Bila tidak mengerti, haruskah bereaksi seberlebihan itu hanya karena melihat seorang anak gadis yang tengah mengamati hal yang menurutnya menarik. Jelas, ucapan guru di depan kalah menarik daripada suara detikan jarum jam yang ia kenakan.

Bila mendekatkan pergelangan tangannya mendekat ke arah gadis yang duduk di sampingnya. "Jam ini baru, dadi Kakekku," bisik Bila kepada teman sebangkunya, Steffanie Ala.

Gadis di samping Bila hanya mengernyitkan dahi setelah mendengar bisikan dari sahabatnya itu, ia tak habis pikir gadis di sampingnya ini masih sempar bergumam setelah ditegur oleh guru.

Disisi lain, Bila langsung berdiri dari kursinya dan berjalan maju ke depan kelasnya. Gadis itu mendekat ke arah guru yang baru saja meneriakinya itu, sembari melangkah gontai namun pasti. "Bu Dewi, saya nggak enak badan," ucap Bila dengan wajah yang dibuat sedemikian rupa oleh empunya sendiri.

Wanita paruh baya yang tengah berhadapan dengan Bila itu menampakkan wajah kesal namun juga kebingungan. Entah empati atau amarah yang pantas ia lemparkan pada gadis biasa di hadapannya itu.

Love itTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang