BAB X: WAHANA

1.4K 78 0
                                    

Alam Semesta Versigi

Hotel Satelit, Surabaya, 23 Agustus 2012.

            “Calya!” sebuah suara mengiang-ngiang dalam benak Calya.

            “Aduh, sial!”

            “Kenapa?” Agara memandang tajam ke arah Calya.

            “Tuanku memanggilku.”

            “Pergilah kembali pada Tuanmu, Calya.”

            “Dia akan marah sekali jika mengetahui misiku gagal.”

            “Cobalah menjelaskan duduk perkaranya.”

            “Menjelaskan? Aku harus menjelaskan bahwa diriku dihajar habis oleh bocah kemarin sore?”

            “Bukan bocah kemarin sore… tapi Contra Mundi.”

            “Ah ya, sudahlah. Aku akan kembali pada Tuanku dan menjelaskan soal itu.”

            “Ia pasti akan sangat murka.”

            “Manusia… mereka selalu berpikir derajat mereka ada di atas kita.”

            “Padahal jika kita mau, kita bisa saja menjungkirbalikkan kota ini dalam semalam.”

            “Andai saja tidak ada aturan bahwa manusia adalah penguasa dunia ini.”

            “Ha, mereka penguasa tapi lupa bahwa kuasa mereka ada di bumi, bukan di langit. Tapi kepala mereka selalu menatap langit, inginkan diri mereka untuk tidak lagi memijak bumi melainkan langit.”

            “Sampai jumpa Calya.”

            Dan dalam sekejap mata Calya sudah menghilang dari tempatnya.

Alam Semesta Versigi

Hotel Hilton, Surabaya, 23 Agustus 2012.

            “Calya!” suara seorang pria memecah kesunyian di sebuah kamar mansion. Dalam kamar itu terdapat tiga orang pria, dua di antaranya adalah Bayu dan Agni sementara yang satu lagi adalah Samsul, menteri Hukum dan HAM.

            “Kau sudah membunuh Sumitra?” tanya Bayu sambil menyalakan rokoknya.

            “Belum Tuan.”

            “Hei!” Agni berdecak kesal, “Bukankah membunuh anak itu tidaklah sulit?”

            “Ada orang yang menghalangi saya, Tuan.”

            “Oh ya? Siapa?”

            “Mahija Nandi.”

            “Eh?” seluruh yang hadir di ruangan itu terpana.

*****

            “Kau kesulitan menghadapi anak itu?”

            “Ya Tuan. ”

            “Eh? Calya Sang Siluman Malam! Calya Sang Bayangan Maut! Calya Sang Tangan Siluman! Calya Sang Pembunuh Presiden Ketiga… kalah oleh seorang anak kemarin sore? Apa tubuhmu sudah mulai renta sampai-sampai dirimu tak mampu melawan seorang bocah?”

            “Bagaimana jika aku katakan bahwa bocah itu punya kemampuan setara diri saya, Tuan?”

            “Maksudmu?”

Contra Mundi - Putra BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang