ROMANTIKA | III

129 11 0
                                    

"Hah!!" Zein menarik tali kuda membuat kuda yang ia tunggangi semakin kencang berlari.

Kuda Jantan berwarna putih bersih dengan ekor indah nan lembut. Di belakang halaman tepatnya di bagian berkuda remaja berumur 15 tahun itu sudah menunggang selama kurang lebih setengah jam.

Tatapan mata bulat itu terfokus ke depan, badannya teratur naik dan turun mengikuti irama hentakan dari kuda tersebut.

Udara pagi ini cukup menyejukan, masih di pukul 6 pagi masih ada waktu satu jam untuk Zein bersiap-siap berangkat kesekolah. Ini adalah rutinitas dipagi hari oleh laki-laki itu sebelum berangkat kesekolah. Lalu ketika pulang sekolah di sore hari ia biasanya akan bermain golf kadang bermain bersama kakek nya Hares atau ketika usai sekolah ia akan menghabiskan waktunya di sekolah untuk berlatih taekwondo.

Meski masih diusia 15 tahun Zein sudah mendapatkan sabuk hitam di usia nya yang ke 13 tahun. Sudah mengikuti berbagai lomba mewakili sekolah dan mendapatkan banyak prestasi yang ia bawa.

Zein melepas tali kuda itu hingga si kuda yang ia namai Moi semakin memelan laju sampai dimana Moi benar-benar berhenti. Sesaat Zein menepuk leher Moi pelan dan mengelus nya lembut sebagai tanda terimakasih.

"Thanks Moi, sampai jumpa." Ucapnya lalu turun dari atas kuda.

Seseorang datang, dia adalah penjaga kuda-kuda milik keluarga Nareswara. "Tolong bersihkan Moi ya Pak."

"Tentu."

"Terimakasih... " Zein berjalan masuk kedalam rumah sampai ia bertemu dengan kakak pertama nya.

"Aku pikir kamu betah di rumah sakit." Kata Zein. Ia duduk di kursi kayu, melepaskan atribut berkuda nya dengan perlahan.

Sakara tersenyum kecil, laki-laki itu baru sampai 20 menit lalu dan bergegas berganti pakaian karena harus kembali kesekolah dan ketika ia turun ia melihat adik laki-laki nya masuk dari arah belakang.

"Itu artinya kamu do'ain Abang enggak sembuh-sembuh."

Zein terkekeh kecil. "Pikiran abang aja yang jelek."

"Abang langsung kesekolah hari ini? Nggak istirahat dulu di rumah?" Tanya nya sembari merapihkan atribut berkuda setelah ia lepas dari tubuhnya.

"Enggak perlu, abang udah sehat. Umma sama Baba juga setuju abang langsung sekolah. Mau berangkat bareng?"

Zein menggeleng. "Abang duluan aja. Aku udah janji berangkat bareng Zayn."

Lantas Sakara mengangguk paham. "Abang duluan, assalamu'alaikum... "

"Waalaikumsalam... "

Sakara dan si kembar Z satu sekolah beda nya Sakara berada di tingkat akhir sedangkan Zayn dan Zein baru di tingkat awal dua bulan lalu.

"Tadi Abang Sakara?" Zayn muncul dari arah samping.

Mendengar itu Zein menoleh ke arah pintu utama namun Sakara sudah tidak terlihat oleh indra penglihatan nya. Mungkin kakak laki-laki nya itu sudah pergi.

"Iya."

Zayn melihat arloji di pergelangan tangan dengan heran. "Baru jam 6 padahal."

"Mungkin lagi ada urusan." Balas Zein sambil mengedikkan bahu. "Aku mandi dulu."

"Hm, aku tunggu di ruang makan." Dan Zein membalas dengan anggukan.

Diruang makan sudah ada Ayahnya, Shaka. Duduk diujung tengah menyantap sarapan. Ketika Zayn menarik kursi Shaka langsung mengadah, menatap salah satu anak laki-laki nya.

"Tadi sudah bertemu Abangmu?" Tanya Shaka dengan suara berat dan terdengar tegas.

Zayn menggeleng kecil. "Belum, kayaknya Abang lagi buru-buru."

RomantikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang