Pergi Ke Korea | 002

84 23 0
                                    

🦋

Sedari kecil dirinya dituntut untuk bisa bela diri. Musuh dari ayah dan keluarganya kerap mengincar (Name) karena menganggap ia sebagai titik lemah Magami. Tidak heran jika (Name) memiliki kemampuan bertarung yang hebat. Setiap hari tubuhnya ditempa untuk bisa menjadi kuat. Namun, apa kalian pernah mendengar tentang bakat? (Name) terlahir seperti itu. Bakatnya yang diasah menjadi tajam dan siap untuk menerjang apa pun di hadapannya.

Bahkan digadang-gadang (Name) lebih kuat dari kakaknya, Magami Kenta. Hubungan (Name) dengan kakaknya bisa dibilang tidak cukup baik karena kakaknya terus menghindar darinya. (Name) sendiri tidak mengerti dengan tindakan sang kakak. Akan tetapi, kemarin untuk pertama kalinya ia bisa melihat sorot mata khawatir dari kakaknya. 

Menjadi seorang putri anggota Yakuza membuat (Name) biasa hidup keras. Lingkungannya yang kotor membuat ia terbiasa dengan hal-hal yang tidak seharusnya seorang gadis belia lakukan. Ketika gadis seusianya sibuk berbelanja, merias diri, bermain, ia harus dihadapkan dengan pekerjaan-pekerjaan kotor. Pembunuh Bayaran. (Name) melakukan ini semata-mata untuk melindungi keluarganya dan menyokong bisnis keluarganya dari dalam.

Sejujurnya, jika bisa memilih (Name) tidak akan pernah mau terlibat dengan pekerjaan keji itu. Apa daya dirinya tidak pernah diberi kesempatan memilih. Seolah takdir mempermainkannya untuk terus menderita. Sang ayah selalu mendahulukan kakaknya, meskipun ia lebih unggul dalam pertarungan, (Name) hanya dimanfaatkan semata untuk kepentingan keluarga.

(Name) tahu mengenai perjanjian yang dilakukan oleh ayahnya dan Jonggun di mana dirinya dijadikan jaminan. Perkelahian yang terjadi di malam itu menjadi saksi bisu betapa terpojoknya (Name). Dirinya yang harus rela berada dalam kungkungan pria itu atau keluarganya yang harus berada dalam bahaya. Pilihan sulit. Seperti yang dikatakan sang pria, (Name) tidak perlu berpikir keras karena pada akhirnya semua tidak sesuai dengan keinginan (Name). Benar-benar lucu.

"Apa kamu sudah yakin?"

"Bukankan dari awal aku tidak pernah diberi kesempatan? Jadi, tidak usah menanyakan hal yang sudah kamu tahu jawabannya." 

(Name) menatap kosong ke jalanan Kota Seoul. Lapisan aspal tersebut dipenuhi oleh besi yang bergerak berlalu-lalang. Alunan suara dari radio menjadi penengah dalam keheningan. Jonggun yang fokus menyetir dan (Name) yang larut dalam pikirannya. 

"Ini adalah apartemenku. Mulai saat ini kamu akan tinggal di sini bersamaku."

Mendengar itu (Name) mengernyit. "Hah? Kamu gila ya? Mana mungkin aku tidur di satu atap dengan pria asing."

"Jangan mengatakan hal seolah kita baru kenal. Kita sudah kenal 4 tahun lamanya."

"Kamu pikir aku akan menerima fakta itu? Aku menyesal bisa kenal kamu," sanggah (Name) dengan perasaan kesal.

Jonggun menanggapi perkataan (Name) dengan santai, "Ya, aku tidak peduli juga. Pokoknya kamu akan tinggal di sini supaya aku bisa mengawasimu dengan mudah. Tenanglah, aku jarang pulang." 

Malas berdebat panjang lebar. (Name) lebih memilih menaruh bokongnya di sofa. Sembari memperhatikan isi apartemen Jonggun yang menurutnya terbilang rapih untuk seorang laki-laki. Ditatapnya sang tuan rumah yang tampak sibuk dengan beberapa kertas.

Kertas-kertas itu kini sudah berada di hadapannya. Jonggun yang bingung akan tatapan (Name) segera menjelaskan, "Mulai saat ini kamu bukan Magami lagi, melainkan Kim (Name). Aku juga sudah menyembunyikan identitasmu sebagai pembunuh bayaran karena kini kamu akan bekerja denganku." Kertas-kertas itu berisi identitas (Name) yang baru dan riwayat hidupnya terdahulu.

"Cepat katakan apa yang kamu inginkan dariku?" tanggap (Name) seolah tidak peduli dengan apa yang barusan lawan bicaranya katakan. Toh, selama ini Magami seperti formalitas saja.  

Sudut bibir Jonggun terangkat. "Bagus jika kamu langsung paham."

Lagipula (Name) tidak bodoh untuk bisa memahami pria di depannya. Lelaki itu ingin sesuatu darinya yang entah apa. Sorot matanya menatap lawan bicara dengan waspada. 

"Mudah saja, jadilah sekretaris rahasiaku."

Tawa geli memenuhi isi ruangan apartemen, "Haha, kamu habis terbentur apasih? Sejak kapan kamu mampu membuat lelucon?" 

Sang lawan bicara menatap perempuan di depannya dengan bingung. Memang apa yang lucu? "Tidak ada?"

"Kamu bodoh, ya?" Jeda (Name) sejenak untuk menghentikan tawanya sebelum melanjutkan . kalimatnya. "Yang benar saja! Selama ini aku berurusan dengan darah dan mayat. Lalu kini aku harus berurusan dengan tumpukan kertas? Jangan melucu!"

"Aku hanya membantumu keluar dari lingkaran itu."

(Name) tertegun. Memang benar ia membenci pekerjaannya. "Jangan konyol, diriku ini sudah terlalu menjijikkan. Memuakkan sekali rasanya ketika aku harus berperan sebagai orang normal kembali."

Jonggun menghela napas. "Kamu ini keras kepala sekali. Apa pun jawabannya tidak akan ada penolakan untukku."

"Brengsek!" (Name) melempar bantal sofa ke arah Jonggun yang tentunya mampu ditangkap dengan mudah.

Jonggun tersenyum penuh kemenangan. "Sudahlah, mulai detik ini kamu berada dalam genggamanku. Jangan coba untuk berontak."

...

Waktu terus berotasi menciptakan detakan jam yang tidak berhenti bergerak bersamaan dengan bunyi yang memenuhi seisi ruangan. (Name) tampak berbaring di lantai apartemen milik Jonggun dengan raut muka masam. Berbagai buku dan makanan ringan mengelilingi dirinya.

Sudah 3 hari ia dikurung di tempat ini tanpa diizinkan keluar. Sementara sang empu tidak tahu ke mana. "Gun, sialan!" teriak (Name) dengan kesal, "Bisa-bisanya bedebah itu mengurungku di sini! Ia tahu aku tidak akan kabur karena aku tidak tahu seluk beluk Kota Seoul."

Setelah berkata demikian muncul ide gila di kepala (Name). Bibirnya tersungging seolah ia akan menaklukkan dunia. Dirinya nekat kabur dari lantai 12 apartemen melalui jendela dengan memanfaatkan tali. Tali tersebut ia ikatkan di balkon guna menahan tubuhnya yang akan terjun perlahan. (Name) melakukan itu dengan cekatan. Tentunya ia sudah terbiasa dengan situasi seperti ini karena pekerjaannya dulu.

Alhasil (Name) berhasil mendarat dengan selamat dan tenang tanpa ada seorang pun yang melihat aksinya. Lagipula ini adalah malam hari. (Name) bergerak dalam bayangan dengan memanfaatkan minimnya cahaya.

Hanya berbekal tas bahu kecil yang berisikan dompet, camilan, serta baju ganti, (Name) nekat melakukan perjalanannya. Tubuh rampingnya hanya dibalut dengan hoodie oversize. Siapa sangka dibalik hoodie-nya itu (Name) mengenakan sabuk yang diselipkan beberapa senjata tajam. Oleh karena itu ia sebisa mungkin berhati-hati agar tidak ketahuan, terlebih ketika menaiki transportasi umum. 

"Haha, aku tidak akan membiarkan semuanya berjalan dengan keinginanmu, Gun!" bangga (Name).

(Name) berjalan tanpa tahu tujuan. Tempat ini asing untuknya. Seoul tidak beda jauh dengan Tokyo, sebagai kota metropolitan dan pusat kota membuatnya tidak pernah sepi. Bising kendaraan menjadi teman dalam perjalanan (Name). Dirinya memilih untuk naik bus kota yang entah akan membawanya ke mana. Setidaknya tempat yang cukup jauh dari apartemen Jonggun.

🦋

— Tbc
Jakarta, 22 Januari 2023

憧れる || 𝗔𝗸𝗼𝗴𝗮𝗿𝗲𝗿𝘂 || 𝗟𝗼𝗼𝗸𝗶𝘀𝗺Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang