Big Deal | 003

105 22 8
                                    

🦋

"Kak Gimyung, maaf menganggu waktu Anda. Sepertinya kita kedatangan tamu tak diundang."

Gimyung sedikit terkejut melihat kedatangan Jitae. Ia membawa seorang gadis layaknya membawa karung beras. "Mengapa kamu membawanya seperti itu, Jitae?"

"Dia terus memberontak, jadi terpaksa saya bawa seperti ini. Dia juga membawa senjata tajam, saya pikir akan berbahaya kalau membiarkannya berkeliaran."

"Begitu, ya," Gimyung mengangguk paham dan kembali menatap Jitae dan gadis yang dibawanya bergantian, "Tapi alangkah baiknya kamu turunkan dia terlebih dahulu." Pasalnya gadis itu terus berontak dengan bahasa Jepang yang tidak Gimyung mengerti, akan tetapi dirinya yakin bahwa itu semua adalah umpatan.

"Ah, maaf." Kemudian Jitae menurunkan sang gadis. Gadis tersebut segera mundur beberapa langkah dan mengeluarkan kunai miliknya sebagai bentuk pembelaan diri. Kunai tersebut memiliki panjang 40 cm dengan ujung yang tentu saja runcing. Seharusnya kunai itu berpasangan tetapi Jitae mengambilnya.

"Kimi no na wa?" tanya Gimyung dengan percaya dirinya seolah sudah menguasai bahasa Jepang. Padahal kalimatnya diambil dari salah satu judul film animasi Jepang.

"Aku bisa berbahasa Korea, bodoh!" jawab (Name) dengan ketus.

"Saya pikir Anda tidak bisa berbahasa Korea," sahut Jitae. Memang sedari awal pertemuan mereka (Name) tidak menggunakan bahasa Korea.

"Oh, baguslah kalau begitu. Omong-omong, bisakah kau turunkan senjatamu? Tenanglah aku bukan orang jahat," ungkap Gimyung ketika melihat sorot mata (Name) yang siap untuk membunuhnya, "Lalu Jitae, tolong jelaskan apa yang terjadi."

Jitae mengangguk paham. "Baik, kak. Awalnya saya melihat dia ada di depan toko yang sudah tutup. Saya pikir dia tersesat dan saya berniat membantunya. Lagipula tidak baik untuknya berkeliaran tengah malam. Tapi ketika saya menghampirinya, dia segera mengacungkan senjatanya," jelas Jitae dengan perlahan.

"Bodoh! Itu karena kamu datang dari belakang dan mengejutkanku!" sanggah (Name) tidak terima, "Karena aku pikir kau adalah ancaman makanya aku berjaga-jaga." Memangnya siapa yang tidak terkejut ketika pundaknya ditepuk oleh orang asing berbadan besar dari belakang? Sejujurnya insting bertahan(Name) juga berperan, karena merasa ada orang yang lebih kuat ia berpikir itu adalah ancaman. Terlebih lagi (Name) berada di tempat asing membuat kewaspadaannya meningkat.

Mendengar keduanya yang terus berdebat, Gimyung memijat pelipisnya. Helaan napas terdengar darinya. "Sudah cukup bicaranya. Kurang lebih aku mengerti situasinya. Kalian berdua hanya salah paham."

"Betul, kak," setuju Jitae.

"Lalu sekarang kita apa kan dia?" tanya Gimyung.

"Eh? Bukankah harusnya saya yang bertanya? Itu kan alasan saya membawanya ke sini karena saya pikir kakak bisa mengatasinya."

Gimyung tersenyum paksa, "Oh, begitu, ya." Sejujurnya ia sendiri tidak tahu harus apa. "Kalau kita biarkan memang berbahaya. Terlebih lagi kita tidak tahu jelas tentangnya. Jangan sampai ia seperti Yohan atau Wang Ochun."

"Apa perlu kita mengadopsinya, kak?" tanya Jitae.

"Aku sedang mempertimbangkannya. Tetapi aku rasa dia tidak akan mau."

Gimyung dan Jitae kini sama-sama merenung. Melupakan bahwa ada orang lain di sampingnya.

Merasa jengah dengan dua pemuda di hadapannya yang terus berbincang, (Name) melempar salah satu kunainya yang berukuran lebih pendek dan mengenai tembok tepat di samping wajah Gimyung. "Berhenti membicarakan hal yang tidak aku mengerti. Cepat keluarkan aku dari sini!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

憧れる || 𝗔𝗸𝗼𝗴𝗮𝗿𝗲𝗿𝘂 || 𝗟𝗼𝗼𝗸𝗶𝘀𝗺Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang