Berkali-kali aku memikirkan hal apa saja yang dulu pernah aku lakukan sampai-sampai hidupku sangat bahagia seperti sekarang ini.
Maksudku... aku benar-benar dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayangiku melebihi aku menyanyangi diriku sendiri.
Alvino Januar, suamiku. Sosok yang telah membuatku menjadi wanita yang paling beruntung di muka bumi ini, yang selalu menomorsatukan aku di atas segala-galanya, yang selalu memberikan kasih sayang tiada hentinya, dan yang selalu menjadi pendengar setia di kala aku sedang gelisah.
Alkhalifi Kalandra Bagaskara, putraku. Kalandra, ia yang masih belum genap berusia empat tahun sudah tahu bagaimana cara membuat orang di sekelilingnya merasa dicintai. Di setiap kata yang keluar dari mulutnya, selalu sukses membuatku beribu kali merasa terharu. Anak itu, persis sekali seperti ayahnya, yang selalu membuatku takjub dan luar biasa bangga untuk kesekian kalinya.
Lamunanku terhenti ketika mendengar suara ketukan pintu di kamarku yang diketuk secara pelan. Lantas, aku segera bangkit berdiri untuk membuka pintu dan melihat siapa orang di balik pintu tersebut.
Aku membuka pintu dengan perlahan, lalu seketika aku berjongkok ketika melihat siapa yang mengetuk pintu kamarku.
Kalandra. Kala, panggilannya.
"Lho? Ada apa, Nak? Bunda pikir Kala sudah tidur tadi, makanya Bunda balik ke kamar Bunda." Ucapku sembari mengelus rambutnya lembut.
Kala, ia masih sesekali mengusap matanya yang mengantuk seraya mendekatkan diri untuk memelukku.
"Kenapa, Nak?" Tanyaku sambil menepuk-nepuk punggungnya untuk menenangkannya.
"Malam ini, Kala boleh tidur sama Ayah dan Bunda? I just had a nightmare, Nda." Sahut Kala lirih sembari memeluk leherku dengan erat, menandakan ia benar-benar takut saat ini.
"It's okay, Sayang." Ucapku menenangkannya.
Bersamaan dengan itu, Vino yang baru saja keluar dari ruang kerjanya yang berada tepat di depan kamar Kala, mendekat ke arah kami berdua.
"Kenapa, Nak?" Vino ikut berjongkok di hadapanku.
Kala melepaskan pelukannya lalu beralih memeluk Vino dengan erat.
Vino yang bingung karena tidak tahu situasinya, beralih menatapku dengan tatapan bertanya.
"Kala mimpi buruk, Ayah." Ucapku pada Vino.
Vino seakan langsung mengerti, ia lalu menggendong Kala dengan tangan kirinya, sedangkan satu tangannya yang lain tidak berhenti mengusap-usap punggung Kala untuk membuatnya lebih tenang.
Aku pun ikut berdiri, lalu kembali menatap Vino sebelum kembali berbicara.
"Malam ini kalau Kala tidurnya bareng Ayah dan Bunda boleh kan, Ayah?" Kataku pada Vino seraya menatapnya tersirat.
Vino lalu tersenyum, ia mengerti maksud tersirat yang aku ucapkan tadi.
Vino mencium pelipis Kala sembari berkata, "Boleh, dong. Ayah kangen banget lho tidur bareng anak Ayah yang ganteng ini."
Kala menatapku dan Vino bergantian, "Really?" Tanyanya dengan mata yang berbinar senang.
Aku mengacak rambutnya gemas, "Iya, Sayang." Ucapku tersenyum geli.
"Thank you, Ayah! Thank you, Bunda! Kala sayang sekali sama Ayah dan Bunda." Sahut Kala penuh semangat.
"Kiss dulu dong, Bundanya." Ucapku sembari mendekatkan pipiku ke arah Kala, yang segera dibalas dengan kecupan berkali-kali di pipiku.
"Ayah, nggak?" Ucap Vino yang pura-pura merajuk.
Tanpa diminta dua kali, ia lalu mencium pipi Vino dengan senang hati.
"Okay, sekarang Kala wash your feet and hands once again." Ucap Vino sembari menurunkan Kala dari gendongannya.
"Okay, Ayah!" Sahut Kala dengan riang.
"Watch your step ya, Nak, karena kamar mandinya licin." Ucap Vino kembali ketika Kala hendak memasuki kamar.
"Yes, Captain!" Balas Kala sembari memperagakan pose hormat pada Vino, yang setelahnya ia bergegas masuk ke dalam kamar untuk mencuci kaki serta tangannya.
Melihat Kala yang sudah masuk ke dalam kamarku, aku mendekat ke arah Vino dengan senyum yang belum menghilang dari wajahku.
"Ayah, keren!" Ucapku memuji Vino.
"Ada-ada aja kamu, tuh." Balas Vino sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku serius, Mas. Makasih ya karena udah izinin Kala tidur sama kita untuk malam ini." Ucapku lagi.
"Lho? Kala kan anakku juga, Sayang. Nggak mungkin aku nggak ngebolehin anakku sendiri tidur sama kita." Sahut Vino yang sudah membawaku ke dalam pelukan hangatnya.
"Tapi kan kamu paling strict mengenai hal ini." Sanggahku dengan cepat. "Aku udah khawatir takut kamu nggak izinin Kala tadi." Lanjutku sembari menengadahkan kepala untuk melihat wajah Vino.
Sejak umur dua tahun Kala sudah terbiasa tidur sendiri di kamarnya, yang berada tepat di samping kamarku dan Vino.
Aku tadinya tidak setuju dengan hal tersebut, namun setelah dijelaskan oleh Vino mengapa ia harus melakukanya, aku bisa mengerti. Terlebih Vino turun tangan sendiri untuk mengajarkan dan memberi pemahaman pada Kala, yang notabennya saat itu ia masih berumur dua tahun dan belum bisa mengerti apa yang dikatakan oleh ayahnya. Namun, semakin berjalannya waktu Kala bisa memahami apa maksud ucapan Vino waktu itu.
"Itu pengecualian, Sayang. Kala beberapa minggu ini selalu nice, jadi anggap aja itu hadiah dari aku dan sebagai bentuk rasa bangganya aku terhadap Kala." Ucap Vino menatapku dengan tersenyum hangat.
"Lagi pula, Kala kan nggak minta setiap hari tidur bareng kita, Sayang. Setiap Kala minta tidur bareng kita, pasti karena ada hal yang nggak bisa dia handle sendiri contohnya, nightmare." Sambung Vino, yang aku setujui ucapannya tersebut.
"Nda..." Suara Kala menginterupsi obrolan kami berdua.
"Iya, Nak. Sebentar ya, Sayang." Ucapku sedikit berteriak.
"Yaudah deh kita masuk yuk, sebelum anak kita marah." Ucap Vino sembari menggenggam tanganku untuk masuk ke dalam kamar.
Aku hanya tertawa geli mendengar ucapannya barusan.
Berkali-kali aku harus bilang, bahwa aku sangat bersyukur bisa bertemu dengan sosok Vino, yang sudah menjadi sosok suami serta ayah terbaik bagiku dan Kala.
***
Disclaimer.
Halo teman-teman semuanya, aku mau mengingatkan kalau side story ini jumlah chapternya nggak akan sebanyak cerita-ceritaku sebelumnya ya seperti yang aku infokan waktu itu :)
Kalau seandainya di antara teman-teman yang mau membaca side story ini tapi belum membaca CITO, aku sarankan untuk baca cerita tersebut terlebih dahulu dulu, ya.
Bukan apa-apa, karena semua tokoh yang ada di sini sudah pernah aku perkenalkan di cerita CITO, yang artinya tidak ada perubahan dengan nama-nama tokoh tersebut.
Bahkan, nanti akan ada beberapa tokoh dari cerita Sunshine yang ikut aku sertakan di side story ini, tapi yang ini kalian nggak perlu baca dulu kok karena nantinya akan aku jelaskan dengan singkat :)
Oke deh itu aja yang mau aku infoin, selamat membaca ya teman-teman and have a nice day 💗
KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE STORY CITO : INEFFABLE. [COMPLETED]
General Fiction[Side story dari cerita CITO, diharapkan untuk membaca cerita CITO terlebih dahulu, jika ingin membaca cerita ini] in·ef·fa·ble /inˈefəb(ə)l/ If something is so powerful or emotional that you can't even describe it, it's ineffable. Cover : Pinterest.