ALVINO
"Kala, tunggu di mana tadi, Bil?" Tanyaku pada Nabilla begitu aku selesai menandatangani dokumen pasien.
Sesuai janjiku kemarin malam, hari ini begitu jadwalku selesai aku akan mengajak Kala pergi menuju salah satu Mall untuk membeli atau lebih tepatnya menggantikan mainan kesayangannya yang kemarin rusak.
"Sedang bersama dokter Sheenaz dan dokter Laras di cafetaria, dok." Jawab Nabilla sembari mengambil kembali dokumen yang baru saja aku tandatangani.
Aku mengangguk mengerti, lalu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku.
Pukul duabelas siang.
"Nanti kalau ada emergency telepon saya saja ya, Bil." Ucapku sembari mengambil tas serta kunci mobilku.
"Baik, dok." Sahut Nabilla mengerti.
Setelahnya, aku berjalan menuju cafetaria yang terletak di lantai dasar rumah sakit ini.
Tidak sampai lima menit, aku sudah melihat keberadaan Kala, Sheenaz, serta Laras, yang sedang bercanda gurau di depan sana.
"Boy!" Sapaku begitu tiba di hadapan mereka bertiga.
"Ayah!" Ucap Kala senang, lalu turun dari kursinya untuk menghampiriku.
"Mau pergi sekarang?" Tanyaku sembari membawa tubuh kecilnya ke dalam gendonganku.
Kala menganggukkan kepalanya dengan semangat.
"Izin dulu sama Bunda, Nak." Kataku padanya.
Kala lalu menatap Sheenaz yang saat ini sudah berdiri dari duduknya, "Nda, Kala izin pergi dulu sama Ayah, ya!"
Sheenaz tersenyum sembari mencubit pipi Kala dengan gemas, "Iya, Sayang. Have fun sama Ayah, ya. Maaf kali ini Bunda tidak bisa ikut." Ucap Sheenaz dengan raut sedihnya.
"It's okay, Bunda! Kala tidak apa-apa. Bunda semangat nanti operasi pasien Bunda, ya. Doa Kala selalu bersama Bunda kapan pun dan di mana pun itu." Ucap Kala seraya mencium ke dua pipi Sheenaz.
Aku yang mendengar kalimat tersebut ikut menyunggingkan senyumku.
"Pintar sekali anaknya Ayah Vino." Kataku sambil mengacak-acak rambutnya gemas.
"Izin juga, Nak, sama Ante Laras." Ucapku lagi.
"Ante Laras, aku pergi dulu ya sama Ayah. Tolong Ante Laras nanti bantuin ingatkan Bunda untuk makan, ya. Soalnya Bunda kalau tidak diingatkan suka lupa." Ucap Kala dengan tegas, yang membuat kami bertiga seketika tertawa.
"Aduh, siap laksanakan keponakan kesayangannya Ante Laras!" Sahut Laras sambil memberikan gerakan siap grak ke arah Kala.
Sedangkan, Sheenaz yang ikut mendengarkan ucapan Kala tadi hanya bisa menggelengkan kepalanya takjub.
"Ya udah aku pamit sekarang ya supaya pulangnya nggak sore-sore banget." Ucapku pada Sheenaz yang dibalas dengan anggukkan kepala olehnya.
"Safe drive, Sayang." Balas Sheenaz.
"I love you, nanti aku jemput kamu kabarin aja kalau udah selesai, ya." Kataku sembari memeluk dan mengecup keningnya singkat.
Lalu, setelahnya aku berjalan menuju parkiran di mana mobilku berada.
***
"Ayah, menurut Ayah bagusan yang ini..." Ucap Kala bingung sembari mengangkat tangan kanannya, "Atau, yang ini?" Lanjutnya yang kali ini mengangkat tangan kirinya ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIDE STORY CITO : INEFFABLE. [COMPLETED]
General Fiction[Side story dari cerita CITO, diharapkan untuk membaca cerita CITO terlebih dahulu, jika ingin membaca cerita ini] in·ef·fa·ble /inˈefəb(ə)l/ If something is so powerful or emotional that you can't even describe it, it's ineffable. Cover : Pinterest.