🎶
Like starlight, starlight
Like we dream impossible dreams
Don't you see the starlight, starlight?
Don't you dream impossible things?
.
.
✨✨
.
.Kembali pada Jaemin yang duduk di tepi tempat tidurnya, menghadap jendela yang menghadap lurus ke dermaga.
Pemuda dua puluh empat tahun itu tersenyum simpul, menatap tangannya yang kini terpangku rapi.
"Makanlah dulu, Jaemin"
Itu suara ibunya yang berdiri di dekat pintu.Jaemin hanya mengangguk, lalu melangkah mengikuti wanita yang begitu dicintainya.
.
.
.Meja makan sederhana mereka sedikit sunyi, hanya ada dentingan lirih piring dan sendok yang diadu pelan.
Jaemin tak mengatakan apapun, juga ibunya yang nampak bingung harus memulai percakapan dari mana."Jaemina~"
"Iya, ibu"
"Apa kau sungguh tak ingin pulang?"
Jaemin tersenyum, "Apa ayah dan ibu sudah bisa sepenuhnya menerima aku?
Melihat kursi ayah yang kosong saat ini, sepertinya memang belum" ucapnya pelan"Jaemin.., kami hanya.."
"Ibu tidak perlu menjelaskan apa-apa, sejak awal aku tahu resikonya seperti apa.
Hari ini aku pulang karena ibu memintaku datang di hari ulang tahun ibu 'kan?
Aku hidup dengan baik, Bu
Ibu tidak perlu khawatir", ucap Jaemin lembut..
.
.
.
.Jaemin keluar dari rumah orang tuanya pukul sembilan malam, masih ada beberapa orang yang lalu lalang di dekat dermaga. Ia melihat beberapa wajah familiar yang menyapanya dengan ramah.
Perasaannya kini memiliki pola rumit yang tak beraturan, ia merasa sesak bahkan saat menarik nafas.
Jaemin ingin menangis.., tapi air matanya sudah banyak sekali tumpah sejak lima tahun lalu.
Janjinya kini hanya ingin menikmati hidupnya tanpa kepura-puraan.Langkah berat akhirnya menuntun Jaemin kembali ke tempat itu, ceruk yang dulu menjadi tempatnya lari di malam hari.
Tersenyum pedih. Bahkan setelah bertahun-tahun, ceritanya masihlah hanya bisa dikisahkan pada ombak di tempat yang sama.
Bahu yang diusahakan kokoh sedari tadi kini luruh, naik turun seperti pohon yang diguncang angin.
Tangis yang ia tahan akhirnya pecah, saat binarnya menatap seseorang tengah berdiri menatap laut sendirian, menunggunya.Jaemin berlari, abai pada pasir yang mulai masuk ke sepatunya yang semakin memberat.
Seperti paham, orang yang dituju Jaemin kini membuka tangannya, menangkap Jaemin dalam rengkuhan hangat yang mungkin bisa memberi sedikit ketenangan.Tangis Jaemin begitu jujur malam ini, menjadi musik yang mengiringi lagu dari sang lautan dingin.
"Kau senang melihat ibumu?"
Pertanyaan Hyunjin dijawab anggukan serta pelukan yang semakin mengerat."Dia pasti juga sangat senang melihatmu pulang. Bagaimana dengan ayahmu?"
Kali ini Jaemin menggeleng sebagai jawabanHyunjin menepuk belakang punggung Jaemin pelan, "Tidak apa-apa.., segala sesuatu tidak bisa dipaksakan, Jaemin"
Jaemin kembali mengangguk, "Orang tuamu?" tanyanya pada Hyunjin.
"Ayahku tidak mengatakan apa-apa, ibuku memintaku makan dan menginap"
"Ibuku tadi juga seperti itu, Hyunjin"
"Mereka memang mirip"
"Karena mereka sahabat lama"
"Benar...,
Hah..., Malam ini benar-benar menyenangkan"Ini malam yang indah, malam terbaik, karena untuk pertama kalinya sang ibu memanggil Jaemin kembali setelah lima tahun lamanya.
Mungkin butuh waktu sedikit lama, tapi tetap saja..., Jaemin bahagia..
.
.Jaemin dan Hyunjin hanya contoh sederhana dari jutaan kisah yang mengharap akhir indah, seperti dongeng puteri salju atau juga dongeng Disney lainnya.
Walau hidup tak selalu berjalan seindah rangkaian kata dari penulis cerita, tapi setidaknya mereka berusaha.
Berusaha jujur, berusaha menjadi diri mereka yang sebenarnya.Untuk beberapa orang mimpi yang mereka bangun mungkin mustahil, tapi baik Hyunjin maupun Jaemin sedang dalam perjalanan mewujudkan hal tersebut.
Yang terpenting.., Jaemin bahagia karena Hyunjin selalu ada bersamanya.
Di bawah sungai bintang yang berkilau, mereka kini semakin yakin bahwa satu sama lain adalah tujuan dari diri mereka masing-masing.
-Selesai-
KAMU SEDANG MEMBACA
Hakuna Matata (HyunJaem)
FanfictionDiikut sertakan dalam kontes Melody of wishes Prompt : Starlight - Taylor Swift