Dinding putih dengan ruang pembatas yang kokoh di sudut. Entah sejak kapan pembatas itu berdiri. Yang aku tahu, pembatas itu sudah ada semenjak aku ada di tempat itu, tembok yang kokoh berjarak 500 meter dengan lorong dan ruang-ruang yang berbaris.
Aku Arti, yang setiap harinya disibukkan dengan berbagai aktivitas dan rekan kerja lainnya di dalam gedung yang sama.
Suatu ketika, matahari menampakkan auaranya yang terik hingga terasa sampai ke kulit. Aku melewati trotoar depan lingkungan itu berpapasan beberapa orang menggunakan masker putih-entah aku tidak tau siapa. Saat itu juga mataku teralihkan dengan sesosok yang membuat mataku tiba-tiba berhenti dan melihatnya secara sekilas.
"Aku pernah melihatnya, tapi dimana? di ruangan mana ya? Sepertinya dia baru bergabung.." Aku berguman dalam hati perlahan melangkah dan berlalu tanpa mempedulikan orang itu.
"Hei kemari Arti, kamu mau dengerin podcast ini nggak?". Aku mendengar suara pria dengan nada agak tinggi memanggilku. Aku yang sementara menundukkan kepala dan sibuk membereskan laporanku sontak mendongak dan melihat ke arah kiri ruangan, mencari asal suara. "Oh, ya gimana kak?" Tanyaku ulang. Ternyata Boni, rekan kerja aku yang lagi dengerin podcast dari Sportify tentang Sosok Baru. Akupun menghampiri dan sedikit mendengarkan beberapa rangkaian kata dari suara podcast itu.
"Melihatmu dari kejauhan serasa aku lebih dekat tanpa jeda...." begitulah beberapa sepenggal kata yang terdengar dari podcast itu. "Bagus kan Ti?" Tanya Boni memotong sambil mengedipkan mata genitnya dan agak sedikit kaget karena aku masih sementara mendengarkan. "Hahaha, apaan kamu, biasa aja.. Sepertinya lagi galau ya dengerin podcast itu?" Tanyaku ulang. "Hmm, yaa bisa dibilang galau, bisa juga enggak sih Ti." Gumannya lirih sambil senyum kecil. "Udahlah, kerja gih! Semangat dong pokoknya nanti kita nongkrong ya? Amazing Friday!" Lanjutku sambil senyum dan berlalu pergi ke meja kerjaku. Diapun melanjutkan pekerjaannya kembali.
Notes:
In the sentence of human relationship I formed bond with paper characters. I lived love and loss through stories threaded in history. I experienced adolescence by association. My world is one interwoven who to of words, stringing limb to limb, bone to sinew, throught and images all together. I am being comparised of letters, a characters created by sentence, a figment of imagination formed throuh fiction.
YOU ARE READING
Mencintai dalam Senyap
RomanceBagaimana bisa aku memiliki cinta dengan kebahagiaan yang hanya parsial?