Bab 1. Bus

731 23 3
                                    

Dalam bus berbau seperti kotoran ayam.

Jendela tidak bisa dibuka, hujan deras di luar jendela.

Min Hui sedikit kehabisan napas, jadi dia harus menempelkan wajahnya ke jendela bus, mencoba menghirup udara segar melalui celah yang ada.

Saat ini, bus terhenti, pintu terbuka, pengemudi di depan berteriak: " Sudah sampai di Luotang, kita berhenti sepuluh menit, ada toilet di samping toko-toko kecil, kita sampai di terminal, untuk kalian yang ingin ke toilet, cepat turun dari bus!"

Terjadi kekacauan di dalam bus.

Bus tersebut telah melaju di jalan pegunungan yang berlumpur selama lebih dari empat jam, pernah menyalip dari belakang, ban pecah dua kali, dan hampir menabrak tanah longsor, sebuah keajaiban bahwa bus tersebut tidak hancur. Penumpang sangat lelah, lebih dari setengahnya bangun, ada yang turun di terminal, ada yang ingin keluar untuk "meregangkan kaki", dan semuanya berdesakan di lorong bus.

Apa yang disebut "toilet" sangat kotor sehingga tidak ada tempat untuk pergi, jadi Min Hui memutuskan untuk tidak ikut keluar. Udara segar masuk dari pintu mobil yang terbuka, diikuti oleh kelembapan dari hujan dan udara dingin dari pegunungan. Min Hui tiba-tiba bersin, dan hendak menutup matanya untuk beristirahat ketika gadis yang duduk di sampingnya tiba-tiba berdiri, mendorong dengan lembut dia: "Hai, aku ingin pergi ke kamar mandi, bisakah kamu membantu ku menjaga tas ku?" Sambil berbicara, dia menunjuk ke tas kanvas kotak-kotak di bawah kakinya.

Min Hui menganggukan kepala.

"Ini juga." Gadis itu melepas tas nilon kecil dan menjejalkannya ke tangannya, "Semua barang penting ada di dalamnya."

"..."

"Terima kasih." Gadis itu tersenyum cerah, belum sempat melihat Min Hui menganggukan kepala, dia langsung mengenakan jaket kuning dan keluar dari bus bersama orang banyak.

Min Hui menatap punggung kuning itu dengan tercengang. Dia belum pernah bertemu orang ini, meskipun dia duduk bersama, dia tidak pernah berbicara apapun selama di jalan, dan dia menyerahkan barang-barangnya begitu saja, pikirannya sudah dewasa tapi masih saja mabuk (dia terlalu cepat mempercayai orang lain).

Tas kecil itu agak buncit, tidak tahu apa isinya, ritsletingnya nyaris tidak ditarik, dan sepertinya akan terbuka kapan saja. Gadis itu berusia dua puluhan, dia terlihat seperti gadis pekerja dengan pakaiannya, dan mungkin semua tabungannya ada di dalamnya. Min Hui tidak berani mengabaikan tas itu, dia memeluknya erat-erat.

Di luar jendela gelap, hujan mengguyur atap bus. Di tengah hujan lebat seperti itu, percuma membuka payung, penumpang yang turun dari bus menyeret barang bawaannya dan berlari seperti tikus.

Setiap kali Min Hui kembali ke Anping, dia akan melewati Luotang. Selama lebih dari sepuluh tahun, penampilan toko-toko kecil tidak berubah sama sekali. Ini jelas hanya sebuah rumah kecil beratap genteng, tetapi harus disebut "Supermarket Oriental ". Masih ada dua anjing kuning yang berjongkok di bawah atap, dan kuali yang menjual telur asin menghitam karena asap. Pemilik toko (istri) selalu yang menonton TV di kursi rotan, dan pemilik toko (suami) selalu yang menyapa para tamu dengan penuh perhatian. Jangan dilihat karena berada di hutan belantara, bisnisnya di sini tidak buruk sama sekali. Ada mie instan warna-warni di rak, dan semuanya diambil oleh pelanggan yang bergegas masuk.

Seorang pria pendek berjalan melewati jendela bus, dengan tato naga hijau besar di lengannya, gigi dan cakarnya terlihat, ekspresinya menakutkan. Tatapan Min Hui tertuju pada naga hijau itu lebih lama, dan pria itu segera menyadarinya, mengangkat kepalanya dan menatapnya tajam, dia mengangkat jari tengah ke arahnya.

The Love You Give Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang