Bagian 01

18 2 0
                                    

Bel berbunyi nyaring, memberitahukan pelajaran pertama akan segera dimulai. Ada murid yang langsung masuk ke dalam, namun juga ada yang masih duduk di bangku depan kelas. Kegaduhan khas siswa memenuhi lingkup ruang, tengah membincangkan tentang murid baru yang akan masuk pada kelas mereka.

"Ada ibu wali kelas datang!" Seorang siswa lari masuk dari luar, kemudian berseru pada penghuni sana jika guru kesayangan mereka datang menghampiri. Seluruh murid bergegas duduk pada tempatnya masing-masing sembari menunggu guru mereka memasuki kelas.

Sang guru masuk ke dalam ditemani dengan siswi baru yang akan menjadi anggota baru di kelas mereka. Bisik-bisik, mengagumi paras cantiknya yang terasa begitu berbeda.

"Pagi semuanya!" sapa sang wali kelas.

"Pagi, bu!" Mereka menyahut tak ingin kalah semangat.

"Kita memiliki teman baru, silakan perkenalkan namamu." Tangan guru menepuk pundak siswi baru tersebut dengan lembut.

"Belle Qiana. Salam kenal semuanya." Bahkan merdu suara yang dia lontarkan, membuat para murid terpesona untuk sesaat.

Siswa laki-laki menggodanya, meminta nomor telepon. Ada juga siswa perempuan yang bertanya mengenai tinggal di mana, tips merawat kecantikan, bagaimana pola makan dan olahraganya.

Dengan sikap anggun dan tenangnya, ia menjawab satu-satu pertanyaan waras untuknya. Tentu tak lupa mengukir senyum di wajah.

"Baik, cukup." Wali kelas menepuk tangan, menenangkan mereka yang terlalu bersemangat pada kehadiran siswi baru. "Silakan kamu duduk di samping Novaluna, ya."

Seisi kelas langsung terisi desusan yang akan menyakiti korbannya. Kira-kira seperti...

"Hah Belle duduk bareng Nova? Kayak bumi dan langit."

"Kasian gak sih, si cantik duduk sama si jelek."

"Wah ini sih susah. Kalo aku jadi Nova bakal pindah kursi. Insecure parah sih."

Yang menjadi bahan perbincangan tak acuh, terkhusus untuk Nova yang sudah terbiasa mendengar ucapan-ucapan yang buruk itu. Menyakitkan memang awalnya, lama-kelamaan dirinya merasa biasa saja.

Guru pengajar mata pelajaran hadir di depan kelas, membuat wali kelas pamit dari sana dan menitipkan anak buahnya pada sang guru.

***

Hari itu, awan tengah bersedih, kadang bergemuruh yang mana membuat siswa perempuan takut dibuatnya. Untung saja jam sekolah sudah usai. Masing-masingnya bergegas pulang ke rumah, entah berjalan kaki, naik sepeda, naik transportasi umum, atau dijemput orang tua.

Kondisi di kelas sudah sepi, mungkin hanya ada satu-dua orang, termasuk Nova. Dirinya sedang duduk di tangga sibuk memainkan game. Menunggu kondisi sekolah sepi.

Suara langkah kaki dari atas tangga terdengar, tapi Nova tetap fokus pada gadget di tangannya. Saat terasa dekat, suara itu berhenti.

"Nova belum pulang?" Nota suara yang lembut menyapa indra pendengarannya. Sontak, si pemilik nama menolehkan kepalanya. Belle duduk satu tangga di atasnya.

"Ngapain?" Tak menjawab pertanyaan dari Belle, Nova malah bertanya balik.

"Pendekatan denganmu." Jawaban dari Belle menghasilkan tanda tanya di benak Nova.

"Apakah dirimu merasa angkuh karena kamu jauh lebih cantik dariku?" Dengan ketus Nova berucap, kedua alisnya menekuk ke bawah tanda tak suka.

"Bukan. Aku mau temenan sama kamu. Mereka hanya berteman denganku karena tampang saja." Yang diucapkan Belle adalah yang sebenarnya, ia jujur.

"Jangan berteman denganku." Suara Nova memelan, merasa begitu sedih karena memiliki penampilan yang tak secantik standar kebanyakan orang.

"Kenapa?" Belle bertanya, nada yang lembut membuat Nova merasa jengkel sendiri.

"Karena aku jelek!" Nova berseru membuat Belle bungkam sesaat. Tangannya terulur untuk meraih wajah Nova yang terus tertunduk. Ditengadahkanlah wajah yang berusaha terus sembunyi, membuat empunya terpaksa mengikuti aliran tangan dari Belle.

Pandangan mereka berdua bertemu, begitu dalam tatapan satu sama lain. Dengan netra amber miliknya, Belle menelusuri tiap inci wajah Nova.

"Kamu cantik, kok." Itulah kesimpulan yang disampaikan oleh Bella. "Pipi tembem, hidung yang mungil, bulu mata lentik, rambut yang halus-" Belle menyingkirkan rambut Nova yang selalu menutupi sebagian mata kirinya.

Terkejut, Belle terdiam melihat sesuatu yang asing terdapat pada mata kiri Nova. Di sebelah iris mata coklatnya, terdapat pula bintik coklat di sampingnya.

Refleks, Nova menepis tangan Belle yang dari tadi senantiasa menelusuri wajahnya, dirinya kembali menunduk lalu merapikam rambutnya untuk menutupi kekurangannya.

Dan mungkin setelah mengetahui fakta bahwa dirinya memiliki sesuatu yang berbeda, Belle akan turut menjauhinya seperti yang lain.

"Bukankah itu yang membuatmu spesial?" Belle tersenyum manis setelah mengucapkannya.

Nova menoleh pada Belle dengan bibir yang terbuka sedikit, ekspresi kaget.

Terkekeh pelan, Belle pelakunya. "Bahkan saat kaget pun, kamu terlihat menggemaskan, Nova." Setelah mendengar hal itu, pipi Nova memanas malu. Baru kali ini ada yang mengatakan demikian, dan itu membuat prinsip dirinya akan selalu sendirian, sedikit terguncang.

Lari.

Hanya hal itu yang dapat dipikirkan oleh Nova sekarang. Dirinya tak tahu bagaimana cara merespon hal tersebut. Secara tidak segaja meninggalkan barang-barangnya di sekolah. Tak peduli, dirinya ingin jatuh di atas kasur dahulu walau harus memotong hujan deras.

***

Setelah mandi dan berganti baju, Nova merebahkan dirinya di atas kasur dengan selimut yang bergelung dengan dirinya. Otaknya kembali memutar memori sore tadi. Nova menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ah, rasanya malu sekali untuk diingat. Lalu ia teringat akan sesuatu, mengapa terasa kurang—

Payung dan tasnya. Duh, kamu begitu ceroboh, Nova. Segitu paniknya karena dipuji akan hal sepele seperti itu.

Hal sepele, ya...

Bagi Nova yang baru mengalaminya untuk pertama kali, itu bukan hal sepele. Yaitu masalah besar bagi hati dan pemikirannya yang emosional.

"Nova, ada temanmu datang." Suara lembut dari ibunya terdengar dari balik sana. Nova bertanya-tanya, maksud dari temannya datang apa?

Pintu kamar terbuka, menampilkan entitas yang sedari tadi menganggu pikirannya, Belle.

"Aku membawakan tasmu." Senyum tak luput dari bibirnya. Pintu ditutup, lalu dia melangkah masuk kemudian meletakkan tas Nova di atas meja belajar. Tak segera beranjak dari kamar Nova, Belle duduk di pinggir kasur.

"Makasih." Hanya kata itu yang dapat Nova ekspresikan. Canggung menemani mereka, tak ada lagi yang membuka suara. Sampai pada Belle menyikap surai halus Nova, disisir perlahan bagai helai yang mudah rapuh seperti pemiliknya.

Selanjutnya, Belle turut merebahkan tubuhnya di samping Nova. Posisi mereka saling berhadapan, menatap satu sama lain. Belle mendekat, lalu merekuh tubuh Nova. Punggungnya diusap dengan lembut.

"Kamu pasti kesepian, kan? Bertemanlah denganku." Belle berbisik lembut.

Hendak rasanya saat itu juga Nova menangis kencang. Walau alasannya sepele, ia baru mengalaminya untuk pertama kali.

Kristal cair jatuh membasahi pipinya. Kemudian ia terisak pelan. Nova menangis di pelukan teman pertamanya.

Senandung ringan terdengar dari indranya. Belle yang melakukan hal tersebut membuat Nova terasa tenang. Dan tak sadar, alam mimpi menjemputnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang