i. trapped

4.6K 52 1
                                    

ONE

Trapped (adj)-

unable to escape;

***

Carissa tidak habis pikir mengapa sulit baginya untuk mengungkapkan luapan penolakan yang selalu tertelan di tenggorokannya. Ingin ia marah atau membela dirinya, tapi apapun jenis keberanian yang sempat menguasai dirinya, semuanya lenyap ketika Carissa teringat bahwa ia memanglah tidak berdaya. Ia memang lemah.

Degup musik yang menggema, lampu-lampu yang menyilaukan mata, denting gelas-gelas yang bersentuhan di sekitarnya membuat Carissa semakin bungkam dan putus asa. Ia pun semakin gugup dan malu ketika menyadari tatapan aneh yang terarah kepadanya. Dirinya semakin merapatkan kedua tangannya di sekitar tubuhnya, berusaha memeluk tubuhnya yang saat ini mengenakan pakaian paling minim yang pernah dipakainya. Meskipun bukanlah jenis pakaian mini terbuka yang dipakai oleh Adel dan teman-temannya, tapi bagi Carissa mengenakan dress berwarna nude yang hanya berada beberapa senti dari lututnya sudah merupakan hal yang berada di luar zona kenyamanannya.

Sama halnya dengan pergi ke klub malam, tempat dimana ia berada saat ini.

Carissa melirik Adel sesaat, dan mendesah ketika menyaksikan pemandangan vulgar yang tertangkap pandangannya. Meskipun sudah tak terhitung seberapa banyak adegan dewasa yang dilihatnya mala mini, tetap saja ia berharap sepupunya itu tak melakukan hal sejauh itu. Pergi ke tempat semacam ini saja sudahlah sangat salah.

"Hey, Cupu! Ada apa lo liatin gue?"

Suara sengit yang terdengar itu membuat Carissa mengutuki dirinya sendiri.

"Sini lo! Ngapain lo berdiri kayak orang bego di sana?!"

Carissa melihat Adel dan beberapa teman yang duduk di seat panjang dan menggelengkan kepalanya. Ia tahu dari tatapan aneh yang diberikan oleh Adel, cewek itu sedang merencanakan hal buruk kepadanya. Adel menariknya datang ke tempat ini bukan untuk bersosialisasi apalagi mendekatkannya dengan lingkaran pertemanannya. Carissa tahu benar bahwa dirinya hanya digunakan sebagai bahan alibi sekaligus mainan untuk disiksa.

"Ke sini gak lo! Cepet!"

Meski Carissa merasa kakinya telah terpaku di lantai, dan kali ini kukuh dengan penolakannya, ia tak sanggup untuk menahan tubuhnya ketika salah satu teman pria Adel menariknya dengan kasar ke tempat mereka berpesta.

Adel tersenyum manis ke arahnya-senyum yang begitu mengerikan di matanya-sebelum berkata, "Tenang aja, Carissa, gue gak akan ngapa-ngapain lo. Gue cuma kasihan ngeliat lo berdiri kayak orang aneh di pojokan."

Beberapa teman Adel tertawa. Sylvi, sahabat sepupunya itu ikut membuka suara. "Iya lo tuh malu-maluin tahu gak dari tadi."

"Nah karena kita hari ini lagi happy, gue juga pengen lo ikut ngerasain senang-senang di sini," ucap Adel dengan suara lembut lalu menyodorkan satu gelas minuman berwarna kecoklatan ke arahnya. "Lo belum pernah minum, kan?"

Adel bersikap seolah dia tengah melakukan sebuah kebajikan, tapi mereka berdua tahu bahwa gadis itu hanya berniat mengerjainya lagi kali ini. Carissa tidak tahu minuman apa yang diberikan olehnya, tapi apapun itu pasti memiliki kadar alkohol yang tinggi, yang tidak mungkin kuat untuk dikonsumsi oleh amatiran sepertinya.

Carissa ingin berkata tidak, sungguh, tapi mulutnya seperti dikunci sekarang. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berdiri untuk menghindar. Ia memberontak ketika Adel semakin mendekatkan dirinya, membuat minuman di tangan gadis itu tumpah begitu saja.

"Lo tuh kenapa sih nggak bisa dibaikin!" Adel mulai mengeluarkan suara aslinya. "Masih bagus ya anak cupu kurang pergaulan kayak lo gue ajak ke sini dan lo malah bersikap kayak gini!"

Ruangan itu begitu gelap, kelap-kelip lampu itu tak cukup terang untuk membuat pandangannya jelas; tapi Carissa bisa melihat kebencian dalam tatapan Adel itu.

Ketakutan itu terasa begitu menyesakkan. Ia tahu bahwa Adel akan melakukan apapun untuk membuatnya tersiksa.

Dan ketika akhirnya ia merasakan rasa asing dan panas ditubuhnya, ia tahu bahwa gadis itu telah berhasil.

Dan untuk kesekian kalinya, Carissa hanya bisa menghasiani kelemahan dirinya di tengah tertawaan dan ejekan yang berdengung di telinganya.

***

Sekelilingnya berputar sampai Carissa merasa langit-langit ruangan di atasnya akan runtuh di bawah kakinya saat ini.

Ruangan yang bahkan tidak diketahuinya.

Beberapa saat lalu, selepas Adel puas mencekokinya dengan minuman-minuman keras itu, Adel meninggalkannya sendirian bersama salah satu teman lelaki sepupunya itu di klub begitu saja.

Carissa yang merasa kesadaran dirinya semakin menipis merasa tersentak ketika ia merasakan sentuhan tak pantas dari pria itu.

Entah bagaimana dan darimana, Carissa mengeluarkan sisa-sisa energinya untuk memukul pria itu dengan sepatunya lalu berlari tanpa arah dari sana.

Ia tahu bahwa siksaannya belum selesai dan hanya ingin menyelamatkan dirinya.

Untuk itulah ia masuk ke dalam ruangan tak terkunci tempatnya berada saat ini.

Untuk sesaat ia bisa merasakan sedikit kelegaan merayapi tubuhnya.

Kelegaan yang berlalu dengan begitu cepatnya ketika seseorang memasuki tempat persembunyiannya itu dengan langkah tertatihnya.

Carissa yang bersembunyi di balik almari berukuran kecil dengan sebelah sepatu hak tingginya yang lain bersigap dengan waspada.

Kabar baik untuknya, orang yang memasuki ruangan itu bukanlah pria yang mengejarnya, tapi bukan juga pria yang tidak dikenalnya.

Pria berambut gelap yang tengah menunduk di tepi ranjang sambil memijat kepalanya itu adalah orang yang tak pernah disangkanya akan ditemuinya di tempat ini.

Sedikit rasa pusing yang menderanya sejak tadi sedikit terlupakan sementara pandangannya tak lepas dari sosok yang tidak asing itu.

'Kenapa dia ada di sini?'

Apa Carissa sudah dengan lancang memasuki kamar hotel milik pria itu?

Ia mengumpat dalam hati. Meskipun ia bersyukur telah berhasil keluar dari jangkauan Adel dan teman brengseknya itu, Carissa sama sekali tak ingin berurusan dengan sang pemilik ruangan ini.

Gallan Putra Arsyandra.

Semua orang menyebutnya sebagai "Sang Pangeran" di kampusnya, label yang begitu klise namun tak heran melekat pada namanya. Bukan hanya karena dia putra dari pemilik kampus tempatnya berada, namun dia memiliki banyak keunggulan dan keberuntungan yang nyaris tak dimiliki kebanyakan pria lainnya. Bertubuh tinggi, berwajah tampan, dan dilimpahi dengan popularitas dan kekayaan yang tak terhitung jumlahnya. Dan jika itu belum cukup, pria itu pintar, bereputasi sempurna dan nyaris tak bercela.

Sebagai kakak kelasnya di Fakultas Bisnis dan Manajemen, Carissa juga memiliki banyak kesempatan untuk melihatnya dari kejauhan, mungkin menjadi salah satu bagian orang yang mengagumi dirinya.

Dan saat ini hanya berjarak beberapa kaki darinya, Carissa merasa begitu aneh dengan kebetulan yang menimpanya.

Tapi meskipun begitu aneh dan runyam, Carissa tetap menghela napas dengan lebih lapang.

"Siapa di sana?"

Suara yang dalam itu menghentakkan Carissa dari pikirannya.

Kemudian mata gelap yang tajam menyambut pandangannya.

Dan entah mengapa, entah darimana firasat itu datang...

Carissa tahu bahwa ia belum sepantasnya untuk merasa lega.

Karena Gallan, bukanlah Sang Pangeran berkuda putih yang akan menyelamatkannya.

***

tbc

vote and comment please
:)

Red Flag (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang