ii. accident

2.9K 48 1
                                    


TWO

Accident (noun)—

something unintended

that happen by chance ;

***

Gallan menyesap rokoknya.

Kepalanya bersandar pada bantalan sofa sementara matanya masih tertuju pada seonggok tubuh yang bergelut di ranjang yang berada di pojok ruangan.

Tubuh itu tergulung dalam selimut tebal hingga tak seujung kuku dan rambut pun dari tubuh sang pemilik terlihat.

Ia mendengus ketika menyadari gadis itu mungkin berniat untuk berada dalam posisi itu entah sampai berapa lama.

Mungkin setelah ia meninggalkan ruangan ini? Entahlah, tapi untuk saat ini Gallan masih tak berniat untuk beranjak dari posisinya saat ini.

Jika saja ia tak mengingat dengan jelas seberapa panas hubungan seksual di antara mereka, dan betapa 'berisik' suara-suara manis yang keluar dari bibir ranumnya, Gallan sudah berasumsi bahwa gadis itu mungkin tak bisa bersuara.

Atau mungkin beginilah reaksi seorang gadis yang baru melepaskan kesuciannya?

Ia tidak tahu, ia tidak pernah tidur dengan gadis perawan sebelumnya.

Ia juga tidak begitu peduli untuk bertanya.

Melihat tak ada reaksi apapun meskipun sudah berapa lama waktu berlalu, dan jika tak terlihat gerakan-gerakan kecil dari tubuhnya, Gallan berpikir bahwa gadis itu tengah tertidur. Lagi.

Ia mendengus sekali lagi. Benar-benar pengalaman yang sungguh aneh untuknya.

Gallan mungkin bukan pria yang senang tidur dengan sembarang wanita atau tertarik dengan seks bebas untuk sering melakukannya, tapi ini pertama kalinya dia merasa reaksi yang berbeda.

Sudahlah, tak ada gunanya untuk memikirkan gadis yang bergelung di bawah selimut itu. Toh meski percintaan mereka semalam adalah sebuah ketidaksengajaan, mereka sama-sama senang dan tak terpaksa melakukannya. Hubungan yang dilandasi kepuasaan, meski mungkin tak diinginkan.

Gallan berjalan ke arah ranjang lalu mengambil sesuatu yang tergeletak di bawah nakas. Tas milik gadis itu.

Tanpa keraguan, seolah benda itu adalah miliknya sendiri, ia kemudian mengambil dompet miliknya.

Ia memang tidak peduli kepada gadis itu.

Tapi bukan berarti ia tak harus tahu siapa dirinya.

Dahinya berkerut ketika mengambil sebuah kartu yang tampak familier baginya. Kartu mahasiswa yang serupa dengan miliknya.

Carissa Anastasyia.

Mahasiswa Fakultas Bisnis dan Manajemen.

Junior di kampusnya.

Gallan nyaris tertawa, meski wajahnya sama sekali tak menunjukka ekspresi bahwa ada sesuatu yang lucu untuk ditertawakan.

Well, tentu saja.

Apa dia salah satu groupie-nya?

Atau dia jugalah yang merencanakan semua 'kebetulan' ini?

Sedikit rasa penasaran yang sempat hadir di dalam dirinya sirna begitu saja. Gallan memandang gadis yang masih bersembunyi di dalam keheningan itu dengan tatapan tajam.

Mungkin memang lebih baik jika ia tidak perlu lagi melihat wajahnya. Atau menanyakan banyak pertanyaan kepadanya.

Beberapa menit kemudian, setelah Gallan selesai membersihkan diri dan berniat untuk meninggalkan ruangan kamar itu, ia sama sekali tak melirik ke arah gadis itu lagi.

Pria itu meninggalkannya di sana, tanpa sepatah kata terucap.

Atau salam untuk saling mengingat.

***

"Kemana lo ngilang semalem?"

Pertanyaan itu membuat Gallan yang tengah sibuk menyelesaikan salah satu persentasi untuk kelas Pemasaran Strategik yang harus dibawakannya dalam beberapa jam ke depan.

Gallan melirik Andre, 'teman'nya sesaat tanpa mengatakan apa-apa. Ia tak berniat menjawab pertanyaan miliknya.

Andre menjatuhkan tasnya dan duduk di depannya. "Mona nyariin lo. Gue pikir lo nyamperin dia."

Temannya itu kemudian menjelaskan hal-hal yang terjadi setelah 'hilangnya' Gallan dari pesta di bar semalam dan juga masih bercoleteh hal yang paling tidak penting: wanita. Hal yang sama sekali tak ingin didengarkan olehnya.

"Lo serius nggak mau jalan sama Mona? Gue pikir lo bakal kasih dia kesempatan," Andre berkata dengan heran. Lalu menjelaskan segala kelebihan gadis itu: kecantikan, popularitas, tubuh seksinya, dan kepandaiannya.

Meski tak tertarik sedikit pun dengan karakteristik yang diungkapkan oleh temannya itu, ia ingin mendengus dengan asumsi Andre bahwa kepintaran wanita itu akan menjadi pembeda dari banyak gadis yang mengincar dirinya.

Andre sepertinya menyerah dengan keacuhannya karena Gallan mendengar desahan pasrahnya.

"Terus ke mana lo semalam? Gue nggak lihat mobil lo di apart."

Pertanyaan sederhana itu lantas membuat sekelebat memori terlintas di kepalanya.

Wajah sensual yang mengerang di bawah kungkungannya, mata cokelat terang yang berpendar di bawah kegelapan seolah tengah berusaha meraup atensinya, suara putus-putusnya yang terdengar begitu menggodanya.

'Kak...'

Tubuh mungilnya yang begitu lemah namun panas, kewanitaannya yang dengan ketatnya—

F*ck!

Gallan menghentikan tanggannya yang sibuk mengetik di atas keyboard laptopnya.

Sialan. Ia sama sekali tak menginginkan memori itu untuk tertinggal di benaknya. Tidak peduli betapa mengesankan pengalaman bercintanya dengan gadis itu semalam.

Semua itu hanya karena obat sialan yang ditujukan untuk menjebaknya.

Semalam ia begitu larut dengan hasratnya, dan dengan cerobohnya berhubungan dengan sembarang wanita yang ditemuinya di tempat itu semalam. Wanita yang sama bergairahnya dan tak mampu menolak sentuhannya.

Wanita yang mungkin merencanakan dan meracuninya dengan obat perangsang.

Gallan membenci rencana kotor semacam itu. 

Ia benci dijebak.

Andre yang masih memandanginya melihat heran ke arahnya.

Gallan menutup laptopnya sedikit keras. Dan tanpa memedulikan teriakan temannya, ia keluar dari ruangan tempat Himpunan Mahasiswa yang dibawahinya.

Hanya ada satu hal yang menjadi fokusnya: memberi pelajaran bagi gadis 'polos' itu karena telah berani bermain-main dengannya.

Gallan pikir, setelah ia meninggalkan gadis itu sendirian pagi tadi, ia tak akan mau berurusan dengannya lagi.

Tetapi memori yang masih tertinggal itu, dan semua amarah atas tindakan kotor itu semalam, membuatnya sadar bahwa ia, Gallan Arsyandra adalah seseorang yang pendendam.

***

vote and comment pls :)

both'll make me happy!

thanks.

Red Flag (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang