Terlalu banyak hal yang membuat mood nya buruk hari ini menurutnya, karena itu Kencana memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah setelah bel pulang sekolah berbunyi, melainkan dirinya memutuskan untuk pergi ke suatu tempat yang selalu membuat dirinya merasa nyaman dan tenang. Mungkin beberapa orang berpikir jika tempat itu adalah sebuah danau, taman, atau tempat-tempat indah yang cukup sepi.
Tetapi saat ini Kencana berdiri disamping pagar jembatan penyebrangan jalan yang cukup ramai dengan bisingnya kemacetan dari bawah jalanan sana. Suara kelakson saling sahut-menyahut menandakan sang pengemudi yang ingin segera sampai di tujuan mereka, suara para penjual di sekitar jembatan, dan suara para pengemis yang meminta sedikit rezeki orang yang melewatinya agar dapat menyambung hidupnya. Mungkin keramaian itu sangat bising, dan ternyata sama halnya dengan pikiran Kencana. Kencana merasa dengan dirinya datang ke tempat ini, kebisingan di tempat ini dapat menyamarkan kebisingan di pikirannya, walaupun tempat ini sangat ramai dirinya selalu merasa sepi, dan akhirnya Kencana paham tiga kata yang pernah ditemuinya di sebuah buku. Ramai yang sepi.
Hingga tiba-tiba suara seseorang yang sangat familiar ditelinganya menyedarkannya.
"Ngapain bengong disini?"
"Siapa yang bengong, liat langit di depan sana deh." Kencana menunjuk langit berwarna jingga karena matahari yang mulai tenggelam itu dengan matanya kepada Aksara, kemudian laki-laki itu paham mengapa Kencana dapat berdiri bermenit-menit di pinggir pagar jembatan penyebrangan ini.
Aksara menoleh hendak bertanya, tetapi sebelum itu netranya menangkap kolase perempuan di sampingnya yang terlihat sangat teduh namun menyimpan banyak kekhawatiran. "Lo suka senja?"
"Hmm," Kencana mengangguk.
"Kenapa ngga di danau atau tempat yang lebih bagus?"
"Salah satu penulis buku favorit gue pernah bilang, 'manusia terlalu serakah untuk mencari lebih, padahal mensyukuri apa yang ada jauh lebih baik', menurut gue pemandangan sunset diatas jembatan penyebrangan ini masih indah banget di mata gue," kemudian Kencana menoleh, "dan danau terlalu sepi buat gue yang ngga suka kesepian."
Aksara mendengarkannya dengan seksama dengan netranya yang tidak lepas dari perempuan di sampingnya.
"Senja itu sementara keindahannya, setelah itu lo bakal ngeliat kegelapan, jadi ngapain lo mengagumi hal yang cuma indah sementara?""Justru karena keindahannya sementara, gue siap buat nunggu sampe dia datang lagi walaupun gue harus melewati malam yang gelap, karena proses itu bakal dibayar sama keindahannya, kurang lebih sama lah kayak hidup." Setelah mengatakan itu keduanya terdiam, keduanya menyaksikan detik-detik matahari benar-benar tenggelam dan langit yang semakin gelap.
"Oh iya! Lo ngapain ada disini?" Kencana baru ingat jika laki-laki itu tiba-tiba muncul di sampingnya beberapa saat yang lalu.
"Gue gak sengaja liat lo dari bawah, lo udah kayak anak ilang tau gak?" Jawab Aksara dengan nada jenaka.
"Ishh baru aja mood gue ke refresh, sekarang lo bikin ancur lagi!"
"Lagian lo ngapain sih disini, mana belum ganti baju sekolah lagi, ckck." Aksara memerhatikan penampilan Kencana dari atas sampai bawah yang masih mengenakan seragam sekolah.
"Eitss ngapain lo liatin gue kayak gitu?" Kencana memeluk tubuhnya, melihat itu Aksara memutar bola matanya malas. "Gue belum pengen pulang tadi, jadi gue kesini," lanjut Kencana.
"Yaudah ayo gue anter balik." Belum Kencana menjawab Aksara sudah jalan mendahuluinya, tetapi gadis itu berteriak.
"Gue pulang sendiri aja! Gue gamau di labrak sama cewe lo lagi!" Laki-laki itu berbalik setelah mendengar teriakan Kencana.
KAMU SEDANG MEMBACA
A'K
Teen FictionIni tempat mereka berdua bahagia walaupun tidak tahu akan seberapa lama. Hanya dihadapan Immanuel Aksara gadis itu dapat menunjukkan sisi lemahnya, dan hanya dihadapan Kencana Laura laki-laki itu dapat menemukan rumahnya.