Langit jingga yang sedikit menggelap, dan awan-awan kelabu yang seakan menyelimuti bumi. Berbagai macam payung warna-warni menghiasi trotoar. Meski embus angin menusuk tulang, tetap saja gadis berseragam putih abu itu masih mematung di tempatnya. Manik mata cokelat besar di wajah oval kuning langsat terkunci pada sosok lelaki dan perempuan di seberang, yang beberapa detik lalu turun dari sebuah mobil sedan berwarna hitam di sebelah toko buku. Sepasang manusia remaja yang terlihat sangat mesra.
Walaupun hanya melihat sekilas wajah lelaki dan perempuan tadi dari kejauhan, gadis itu yakin ia amat mengenali mereka. Ditambah tas ransel kecil berwarna merah muda dengan gantungan bergambar kepala Hello Kitty yang cukup besar, dikenakan oleh perempuan bertubuh pendek tadi. Jelas ia akan mudah mengenali sang pemilik, sebab dirinya lah yang membeli tas dan membuat gantungan tersebut. Dan si lelaki, mengenakan jaket hitam bergambar Luffy D. Monkey yang sangat famillier.
Tanpa aba-aba, air mata gadis itu menetes. Bersamaan dengan derai hujan yang mulai mengguyur seluruh permukaan kota. Seketika hatinya terasa remuk. Saat menyaksikan kedua orang tadi memasuki sebuah hotel. Wajah pucat dengan sedikit memar di sudut bibir tersebut menampakkan senyum kecut. Kemudian, ia memeluk tubuhnya sendiri yang kedinginan dan berjalan gontai, meninggalkan tempat kesaksian pengkhianatan yang dilakukan oleh pacar dan sahabatnya.
Kilas balik muncul di benak, membuat dada sesak. Bermula saat pertama kali mereka bertemu ketika Masa Orientasi Sekolah. Yang awalnya hanya berkenalan dengan jabat tangan, lama-lama selalu bergandengan tangan setiap jalan. Kenangan pahit dan manis yang ia lakukan bersama sang pacar selama dua tahun, harus hancur lebur bersama pengkhianatan yang baru saja ia saksikan.
Mungkin tidak akan terasa begitu menyakitkan seperti ini, jika pacarnya berselingkuh dengan gadis lain yang tidak ia kenal. Persis yang dilakukan lelaki itu dua minggu lalu. Meski tetap merasakan sakit hati hingga menangis, tapi tidak sampai separah saat ini. Ia dan gadis tadi sudah menjalin persahabatan sejak memasuki Sekolah Dasar. Dari banyaknya gadis di dunia, mengapa harus sahabatnya yang dijadikan teman tidur oleh laki-laki sialan itu?
Sayup terdengar suara berat khas pacarnya mengucapkan umpatan yang menyakitkan, sekaligus membuat ia merasa malu. "Ternyata kamu sama seperti gadis-gadis cantik pada umumnya. Murahan, gampangan, dan bodoh." Kalimat tersebut masih senang berputar kala ia merasa sedih. Rasa sesak kembali terasa membuatnya harus menggigit ibu jari, untuk mengalihkan rasa sakit di dada dan kekesalan yang tidak bisa diluapkan.
Pada akhirnya, gadis itu hanya bisa mengutuki kebodohannya sendiri. Menyesali perbuatan kotor yang ia lakukan dengan sang pacar.
Saat itu, di malam Minggu yang dingin, mereka baru saja pulang dari Mall setelah menghabiskan waktu, bermain bersama teman-teman. Rumah sepi, kedua orang tuanya pergi, dan suasana seperti itu dimanfaatkan oleh si lelaki. Lalu, ia pun termakan oleh bujuk rayu dari laki-laki yang meminta untuk bercumbu.
"Aku janji, aku akan tanggung jawab, Lita." Bisikan lembut dari lelaki itu, terdengar begitu memabukkan. Seperti telah mendapatkan sebuah cinta sejati, Lita pun hanya bisa mengiyakan setiap ucapan pacarnya.
Gadis itu menuruti setiap perintah pacarnya dengan cepat, tanpa ragu. Demi mendapatkan sebuah pujian yang menjijikan, seperti, "Kamu cantik kalau lagi kayak gitu, Sayang."
Dan juga, kalimat validasi, "Tubuh kamu bagus banget, mulus. Aku suka."
Lita tahu, dan dia sadar. Setiap kalimat manis yang keluar dari mulut laki-laki itu, hanya untuk membuatnya senang. Agar ia bisa menjamah lebih, lagi dan lagi setiap bagian tubuh Lita sampai merasa puas. Dan setelah mendapatkan kepuasannya, Lita pun dibuang. Tergantikan dengan gadis-gadis cantik lainnya. Seperti hari ini.
Juan, pacarnya meniduri sahabat Lita, Lintang.
Entah apa yang membuat Lintang mau diajak Juan untuk menjadi teman tidurnya. Walaupun Lita tahu bahwa pacarnya itu adalah anak orang kelas atas, tetapi bukan lelaki seperti Juan yang Lintang suka.
Dan Lita tahu betul watak Lintang seperti apa. Ia keras kepala dan berpegang teguh pada prinsipnya. Tapi, mengapa bisa luluh pada seorang bajingan seperti Juan?
Meskipun ingin mengabaikan dan melupakan semua kejadian tadi, dalam lubuk hati Lita masih tidak bisa mengontrol rasa sakitnya. Dalam pikirannya pun, selalu terlintas pertanyaan-pertanyaan tentang Juan dan Lintang, hingga skenario pendekatan mereka.
Tak terasa. Lita sudah cukup jauh berjalan, akhirnya gadis itu menghentikan langkah di depan penyebrang jalan. Ia mengitari sekitar, menyaksikan orang-orang berpayung yang berlalu lalang di sisi jalan, mengabaikan kehadirannya. Atau memang sengaja tidak memedulikan dirinya yang sudah menggigil. Kendaraan-kendaraan yang berada di jalanan beraspal, tidak mengurangi kecepatan. Membuat para pejalan kaki harus terciprat genangan air.
Saat lampu hijau untuk pejalan kaki menyala, Lita kembali melangkahkan kakinya. Ia berjalan sambil menundukkan kepala, menyembunyikan mata yang mulai sembam karena menangis.
Sekilas, dari celah rambut yang basah, Lita melihat seorang pemuda tinggi nan kekar tengah menunggunya di sebrang. Meski terlihat buram, tapi Lita tahu betul siapa orang itu.
Pemuda dengan seragam putih-abu yang tengah membawa mantel cokelat, tangan sebelahnya menggenggam erat payung berwarna merah muda. Ia tersenyum manis ke arah Lita. Membuat gadis itu berdecak sebal.
"Mengapa setiap aku merasa lara selalu bertemu dengannya?"
Cepat-cepat Lita mengambil langkah ke kiri, mengabaikan keberadaan pemuda tadi yang sudah menunggunya, entah sejak kapan.
Merasa bahwa Lita sengaja menghindar darinya, pemuda tadi pun mengejar. "Tunggu, aku ingin bicara sebentar sama kamu, Lit," katanya sambil mengenakan mantel cokelat tadi ke tubuh Lita.
Lita menepis. Ia menatap sinis pemuda tadi, "Tidak perlu berlagak baik denganku, Yuda. Tidak usah menjadi orang yang peduli dengan semua hal mengenaiku." Gadis itu melangkah ke depan. Dengan jari telunjuknya menunjuk ke arah Yuda yang masih bergeming di tempat, Lita melanjutkan, "kamu dan Juan sama. Kalian lelaki berengsek!"
Setelah berkata demikian, Lita meninggalkan Yuda seorang diri bersama dengan hujan. Gadis itu terus berjalan ke depan, tanpa menoleh ke belakang. Hatinya sudah terlalu sakit melihat pengkhianatan dari kedua orang yang ia sayang. Dan kehadiran Yuda, membuat pikiran dan suasana hati Lita menjadi semakin kacau balau.
Sesampainya di sebuah perumahan, Lita berjalan masuk hingga ke rumah yang paling ujung, nan paling gelap. Padahal matahari sudah terbenam, tapi lampu di rumahnya masih saja belum dinyalakan. Entah kemana perginya keluarga Lita, gadis itu tidak mau memedulikannya.
Lita segera masuk ke dalam rumah, dan menyalakan lampu luar. Kemudian, ia berjalan ke arah dapur untuk minum sambil menyalakan lampu di seluruh ruangan.
Saat sampai di dapur, Lita terkejut karena melihat dapur sangat berantakan. Seperti telah terjadi kekacauan di sini. Ia menjadi resah dan jantungnya berdetak tak karuan. Lita teringat dengan adik bungsunya, yang sehari-hari selalu di rumah.
Lita bergegas ke kamarnya. Hatinya yang sudah remuk, seketika hancur berkeping-keping tak tersisa. Ia kembali menangis deras melihat pemandangan menyayat hati di depan mata.
Cinta, yang baru berusia delapan tahun duduk memeluk lutut di bawah meja, tanpa busana dan terlihat sangat berantakan. Bocah itu menangis tak bersuara, sambil menutupi setiap luka yang ada di tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantik, Cinta, dan Luka
Teen FictionDicintai karena kecantikkan bukanlah satu hal yang membanggakan. Sebab, jika diri sudah tidak cantik lagi, maka rasa cinta akan hilang. Dan jika sudah menemukan seseorang yang lebih cantik, cintanya akan berpaling. Sangat menyakitkan, bukan? Cantik...