PROLOGUE

4.3K 331 8
                                    


Karya ini adalah fiksi belaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karya ini adalah fiksi belaka. Karakter yang dibuat dalam cerita ini pun berdasarkan imajinasi penulis. Kesamaan alur adalah unsur ketidaksengajaan. Saringlah hal-hal baik yang dapat dipelajari dan tinggalkan yang buruk yang mungkin ditemukan dalam cerita ini. Saya tidak mengajarkan kalian melakukan 'hal buruk' apapun yang ada di cerita ini.

Gambar dan/ilustrasi saya dapatkan dari atau edit dari google dan/Pinterest.

And please vote and comment, ya.

Be a wise reader,

Nurinaf

***

Yoo Jimin tengah duduk di depan meja rias, menunggu hasil karya sang make up artis di atas paras cantiknya. Jari lentiknya dengan lihai menggulir laman media sosial, sibuk membaca komentar publik tentang grupnya atau lebih tentang dirinya.

Hatinya kembali skeptis. Jimin memang sudah terbiasa dengan komentar buruk dari publik. Namun, ada kalanya ia merasa jika mereka sudah keterlaluan dalam menghina hidup dan juga kerja kerasnya selama ini.

Di tengah hiruk-pikuk ruang ganti itu, hatinya merasa kesepian. Matanya melirik pantulan wajahnya di cermin. Make up pun tak dapat menyembunyikan gurat sendu di wajahnya.

Gadis itu menghela napasnya panjang. Seolah dengan begitu, ia akan melepaskan beban berat di hidupnya yang hampir 21 tahun. Andai saja ia punya orang spesial, kekasih misalnya, mungkin semua akan terasa sedikit berbeda. Mungkin saja hidupnya akan lebih bahagia. 

Teman-temannya bilang begitu. Jatuh cinta membuat mereka bahagia.

Sepertinya, aku memang butuh seorang kekasih!―putusnya dalam hati. Ia melirik seseorang yang duduk di sampingnya. Lagi-lagi, ia menghela napas dan memasang wajah memelas.

"Apa aku terima saja tawaran Park Eunho?" tanyanya pada Seulgi―salah satu temannya.

Kang Seulgi mengalihkan tatapannya dari layar ponsel setelah membalas pesan sang kekasih. "Kenapa tiba-tiba? Bukannya kau sudah mantap untuk benar-benar menolaknya?" balasnya bingung.

Jimin bergumam sesaat sebelum mengutarakan pemikirannya. "Kak," Ia menjeda ucapannya lagi, tampak ragu, "Kau bahagia?"

Seulgi mengerutkan keningnya.

"Benarkah punya kekasih membuatmu lebih bahagia?" ulang Jimin.

Seulgi memutar tubuhnya untuk menghadap Jimin dengan sebuah seringai. "Kau penasaran rasanya jatuh cinta?" tebaknya, sedikit paham dengan keingintahuan gadis ini.

Yoo Jimin memang sangat nihil pengalaman untuk urusan cinta. Ia hanya pernah mendengar cerita para sahabatnya yang kasmaran. Sebagian besar pengetahuannya ia dapatkan dari drama atau novel romantis yang dibacanya.

PROTECTION ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang