Setibanya di rumah sakit, Jeongwoo segera berlari menuju ruang UGD, namun sebelum itu, netranya tanpa sengaja melihat ke arah sepasang remaja yang duduk di kursi tunggu.
Ia pun melangkah mendekat. Dan, ya. Benar dugaannya, itu adalah putranya, Kim Rakwon.
"Wonie?"
Rakwon yang semulanya sedang berbincang dengan Hyunjun pun menoleh, mendapati sang ibu disana.
"Lho? Mama?"
Grep!
Jeongwoo mendekap erat tubuh putranya. Sedangkan Rakwon hanya bisa bertanya-tanya dalam hati, ada apa sebenarnya?
Mata Rakwon kemudian teralih pada Junghwan, sang paman yang baru saja datang. Dilihatnya, lelaki berprofesi sebagai pilot itu menahan tawanya.
"Ma? Mama kenapa?" tanya Rakwon setelah mencoba membalas pelukan Jeongwoo. Di lorong hening tersebut, ia bisa mendengar jelas isakan Jeongwoo. Ia masih tidak mengerti, ada apa dengan ibunya.
Setelah puas menangis, Jeongwoo pun melepaskan pelukannya, menelisik ke seluruh tubuh Rakwon, memastikan bahwa putranya tidak terluka sedikitpun.
"Adek ngga papa? Ada yang luka ngga? Ada yang sakit? Siapa yang bikin Adek masuk rumah sakit?" tanya Jeongwoo bertubi-tubi.
Dilihatnya, Junghwan terkekeh. Rakwon kini mengerti, sepertinya ini hanya akal-akalan Junghwan saja.
Ia tersenyum dan menggenggam tangan Jeongwoo. "Mama, Adek ngga papa. Adek baik-baik aja. Ngga ada yang luka. Adek tadi lupa sarapan, kemarin juga ngga makan malam, jadi asam lambungnya naik."
Jeongwoo sedikit bernapas lega mengetahui bahwa Rakwon tidak apa-apa.
"Yaudah, kita pulang yuk. Nanti Mama buatin masakan yang banyak, biar kamu bisa makan sepuasnya, terus ngga sakit lagi," Jeongwoo bergegas menarik tangan Rakwon, meninggalkan Junghwan dan Hyunjun disana.
Junghwan hanya bisa menggelengkan kepala menyaksikan ibu dan anak itu. Lantas, ia pun beralih pada Hyunjun.
"Makasih ya, udah jadi pacar yang bertanggung jawab, dan nemenin Rakwon disini. Hati-hati ya pulangnya." Junghwan menyempatkan diri untuk menepuk pundak Hyunjun, sebelum pergi dari sana.
"Heh? Pacar? Haha, semoga deh."
"Ma, Jeje pulang.."
Jeongwoo menarik tangan Rakwon untuk masuk ke dalam rumah Asahi. Sedangkan Junghwan memilih untuk pulang. Bukan tanpa alasan, tapi karena 2 jam lagi, ia ada penerbangan.
"Jeje?" Asahi mengernyit, mendapati Jeongwoo tidak datang sendirian. "Kenapa kamu ajak dia kesini?"
Jeongwoo tersenyum dan mengecup pipi Asahi. "Emang kenapa, Ma? Wonie kan anak Jeje, cucu Mama juga. Ngga boleh kah dia datang kesini? Lagipula, Jeje kan belum ada tempat tinggal lagi, Ma."
Asahi menghela napas. Sebenarnya ia masih tidak rela jika Jeongwoo memaafkan Rakwon semudah itu. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak punya hak untuk melarang, bukan?
"Terserah kamu."
Ia melangkah, menyisakan Jeongwoo dan Rakwon disana. Menyadari bahwa tatapan sang putra berubah menjadi sendu, Jeongwoo pun merangkul pundak Rakwon.
"Ngga usah dipikirin. Kamu mau makan apa? Biar Mama masakin."
Seulas senyum pun terbit di bibir Rakwon. "Apa aja, Ma. Aku bakalan makan semua masakan Mama."
Jeongwoo dengan semangat, pergi ke pantry, memasakkan semua makanan kesukaan putranya.
Diam-diam Rakwon tersenyum.
"Bahagia terus ya, Ma. Jangan sakit lagi.."
Setelah menyantap makan malam mereka, Rakwon dan Jeongwoo berdiam diri di kamar. Keduanya menghabiskan waktu untuk menonton film. Tapi sepertinya, film tidak lebih menarik daripada cerita mereka selama seminggu ini. Baik Jeongwoo maupun Rakwon berganti-gantian saling bercerita.
"Ma, Adek mau ngomong, boleh?"
Jeongwoo terkekeh. Ia mengacak gemas surai Rakwon. "Boleh dong sayangnya Mama. Mau ngomong apa hm?"
"Adek minta maaf, Ma. Mama pasti sakit hati banget sama perlakuan Adek. Aku minta maaf karena jadi anak pembangkang. Mama maukan maafin Adek?" kedua netra Rakwon menatap Jeongwoo penuh harap.
Jeongwoo tersenyum. Ia menarik putranya ke dalam dekapan. Mengusap lembut surai hitamnya.
"Mama udah maafin kamu. Mama juga minta maaf, karena seminggu ini ngehindar dari kamu."
Rakwon menggeleng. "Ngga, Mama ngga salah. Mama pantas ngelakuin itu ke Adek. Adek udah jahat banget ke Mama, Adek bikin Mama sakit hati dan nangis. Adek minta maaf, Mama.." akhirnya, si kecil Kim itu menangis dalam dekapan ibunya.
Jeongwoo hanya bisa mengusap punggung Rakwon, seolah meyakinkan bahwa ia tidak apa-apa, dan membiarkan Rakwon menangis di pelukannya. Ia tahu, selama ini pasti menjadi hari terberat juga bagi Rakwon. Tanpa dirinya, dan tanpa Haruto. Sedangkan Jeongwoo, ia bisa kembali kepada Asahi, tapi Rakwon? Anaknya sendirian, walau ada Junghwan, tapi nyatanya Rakwon tidak pernah mengatakan keluhannya sedikitpun.
"Ma, Adek mau ikut Mama aja. Adek ngga mau ikut Papa. Adek ngga mau sendirian lagi, mau disini sama Mama."
Jeongwoo kian mengeratkan pelukannya. "Iya, nanti kamu ikut sama Mama. Ngga akan ada yang boleh nyakitin kesayangan Mama Jeje lagi. Setelah ini, Mama akan urus semua kepindahan kamu di sekolah baru. Mama ngga mau, lihat anak Mama yang ceria malah jadi pemurung," Jeongwoo menangkup pipi putranya, memberi kecupan penuh kasih di pipi yang kian menirus.
"Setelah ini, kita harus bahagia. Ngga boleh ada yang nyakitin Adek-"
"Dan ngga boleh ada yang nyakitin Mama," sela Rakwon. Jeongwoo tertawa kecil, dan kembali memeluk tubuh putranya.
Ah, anaknya sudah beranjak remaja. Sosok kecil yang selalu ia jaga di setiap langkah dan tumbuh kembangnya, kini berubah menjadi anak yang manis.
"Tapi Ma, gimana sama Grandma Asa?"
Jeongwoo menoleh, menatap ke arah Rakwon.
"Coba nanti, kita minta maaf ke Grandma ya. Kalau masih ngga bisa, kita bujuk pakai cara lain. Gimana pun juga, kamu tetap cucunya Grandma Adek. Grandma ngga akan bisa marah lama-lama ke kamu. Kamu tenang aja, ya, nanti Mama bantu."
Ya, Rakwon hanya berharap, jika Asahi akan benar-benar memaafkannya setelah ini.
YOU ARE READING
Still My Captain?
FanfictionDalam sebuah rumah tangga, pasti ada praharanya, bukan? Lantas, bagaimana cara Jeongwoo menyikapi semuanya? Apakah ia memilih untuk bertahan, atau justru meninggalkan? Sequel of My Captain, 4th book of Captain Series