"MAMI TOLONGGG ANJING!"
Teriakan melengking di sebuah rumah sederhana itu, membuat wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik tersebut segera melangkah cepat ke kamar sebelah ruang tamu.
"Apa ih, Sun! Teriak-teriak mulu," omel wanita itu, melotot pada sang putri yang kini berdiri di pojok kamar seraya menunjuk-nunjuk sesuatu.
"Itu! Itu ada ulet di atas kasur akuuu," rengek Sunny, gadis remaja yang mengikat rambutnya asal menjadi satu itu bergidik di pojok kamarnya.
Ayu, wanita paruh baya yang wajahnya terlihat masih kencang dan glowing itu menghela napas lega sekaligus kesal.
"Mami mau kemana?" tanya Sunny cepat saat sang Mami malah keluar dari kamar kecilnya.
Tak berapa lama, Ayu kembali dengan sebuah kayu dan mengambil ulat bulu berwarna hitam-oranye itu. Membawanya keluar rumah dan menginjaknya hingga mati.
"Udah tuh," kata Ayu pada sang putri yang mengikutinya keluar. "Lain kali nggak usah teriak kencang-kencang dong, Sun. Mami udah kena tegur sama tetangga sebelah loh, gara-gara teriakan kamu sampe kedengeran ke mereka."
"Maaf, kelepasan." Sunny mendekati sang Mami, memeluk wanita paruh baya itu dengan sayang. "Biasanya pas aku teriak kenceng di rumah Papi, malah tetep nggak ada yang denger," alibinya cemberut.
Ayu menghela napasnya, berusaha sabar. "Udah setahun ya sejak kita keluar dari rumah Papimu itu, tapi masa pas Mami tegur kamu tetep gunain alasan itu. Kamu nggak seneng tinggal sama Mami sekarang? Kamu mau Mami paketin ke Papi kamu aja?"
"Seneng Mamiii," rengek Sunny, tangan kanannya tanpa sadar menggaruk lengan kirinya yang gatal. "Tapi lebih seneng lagi kalau tinggal bareng Papi sama Mami, kayak dulu lagi."
"Sayang, Mami sama Papi kamu itu udah pisah dari tahun lalu," ujar Ayu berusaha selembut mungkin, meminta pengertian dari putrinya.
Ayu sadar, mungkin anak semata wayangnya itu belum terbiasa dengan kehidupannya yang sekarang. Walaupun sudah satu tahun berlalu, tetapi pasti sulit untuk beradaptasi.
Sunny yang sedari kecil sudah terbiasa dimanjakan dengan kemewahan oleh Papi dan keluarga besarnya di Korea sana, tiba-tiba saja harus menerima kenyataan tentang perpisahan orang tuanya yang terkesan mendadak baginya.
Apalagi Sunny langsung dibawa pulang ke Indonesia oleh Ayu setelah menandatangani surat cerainya, terlebih bukannya di Jakarta atau kota besar lainnya. Ayu membawa pulang putrinya ke Ngawi, kota kecil di Jawa Timur tempat keluarga lainnya tinggal.
Bayangkan saja, Sunny yang biasanya tinggal di rumah besar dan mewah kini harus tinggal di rumah kecil yang sangat sederhana. Ia yang biasanya tetap memakai alas kakinya walaupun sepatunya kotor oleh tanah basah, kini harus membiasakan diri melepasnya sebelum memasuki rumah. Kamarnya yang biasanya luas dan kedap suara, kini ia memiliki kamar kecil yang polusi suara dari luar rumah terdengar lantang memasuki indera pendengarnya.
"Mami tangan aku gatel." Tak ingin membuat Maminya sedih lagi, Sunny memilih mengadukan keluhannya sekarang. Tangannya yang semula hanya menggaruk lengan kirinya, kini ikut menggaruk dagunya yang tiba-tiba saja ikut gatal.
Sunny bisa berbahasa Indonesia dengan lancar dan tanpa campuran aksen luar, karena memang ia sudah dikenalkan dengan bahasa Indonesia sedari kecil. Ia terkadang berbahasa Indonesia jika dengan Mami dan Papinya yang saat muda pernah tinggal lima tahun di Jakarta, sedangkan dengan keluarga Papinya ia baru memakai bahasa Korea fasihnya.
"Kenapa bisa? Kamu ada nyentuh ulet tadi?" tanya Ayu, memeriksa tangan putrinya yang mulai bentol-bentol lumayan besar. "Ini kena bulunya deh kayaknya. Nanti malem tidur sama Mami dulu aja, biar kamar kamu besok Mami bersihin."
KAMU SEDANG MEMBACA
OH SUNNY
Random●● Sunny, gadis periang dan manja itu tiba-tiba saja berubah centil kepada satu cowok tampan yang ditemuinya. "Jevano," panggil Sunny tersenyum lebar. "Nama dia Ujang, Neng," celetuk salah satu teman Jevano. Sementara Jevano sendiri sudah was-was sa...