Moonlight I - Start

517 39 10
                                    

This fic Owned by me.

Boboiboy, miliknya Animonsta

Warning! Genrenya BL

.

.

.

Jarum jam di ruang tengah sudah menggandeng angka sebelas saat Fang memutuskan untuk beringsut ke kamarnya di lantai dua. Dengan malas menanjaki anak tangga, usai menuntaskan sepaket cerita fiksi di ruang perpustakaan. Empat novel dalam semalam. Wajar saja matanya bengkak karena kantuk.

Lampu-lampu sudah dipadamkan, menyisakan beberapa ruangan saja yang selamat dari rengkuhan kokoh atmosfer gelap. Beberapa lilin mungil disulut, menyokong buram ruang penglihatan yang sempit. Fang menggosok matanya, mengerjap perih dari balik kacamata. Menyingkirkan rasa berat dari sana.

Baru mendaki seperempat undakan, suara samar televisi dari ruang keluarga agak menggelitik rasa jengkelnya. Itu pasti Kaizo, ia pikir. Laki-laki kepala tiga itu sama susah tidurnya seperti Fang. Bedanya, Kaizo melampiaskan dengan perbuatan onar. Ah! Jagan lupa juga, dengan para wanitanya. Mereka bising.

Fang menghela napas, meraih sakelar lampu di samping pintu kamarnya. Sedikit gerakan kecil, ruangan yang tadinya terang berbalik sempurna membutakan mata— Gelap.

Cahaya temaram lengkungan sabit bulan menjejali tirai beranda. Masuk, menantang gelap ruang kamar, dan entah kenapa malah terlihat menyedihkan. Rasanya suram. Meski suara tawa Kaizo dan pacar barunya menggema rendah dari bawah sana, untuk alasan yang aneh, Fang merasa sepi.

—Kosong.

Langkah ringan menyeberangi ruang kamar, sekali sibak ia menggeser tirai beranda. Lembab dan berdebu. Entahlah, Fang sendiri lupa kapan terakhir kali, parka tebal sewarna batu mirah itu dibuka atau dibersihkan. Errm—

Sebulan? Setahun? atau mungkin, lebih lama lagi. Ia tak ingat.

Tangannya dikibaskan, menghalau serbuk debu yang terbangan kegirangan. "Astaga— " Terbatuk-batuk sebelum akhirnya berhasil mengais gagang pintu kaca beranda. Berderit berat oleh karat, kemudian terbuka sempurna.

Langkahnya mantap, rasanya kantuk tak jadi datang. Sabit rembulan yang melengkung janggal di ujung langit, menjatuhi kepala serta tubuh tegapnya dengan sinar muram. Lebih lemah dari yang ia kira, lebih magis dari malam-malam sebelumnya.

Manik anggurnya memandang jauh ke bawah. Pada hamparan hutan yang bermandikan temaram keperakan. Tiupan angin bergelung pelan, menubruk kulit di balik kaos tipisnya— Dingin, beberapa daun bergemerisik, bersahut ngeri dengan lolongan janggal serigala di ujung padang. Tepat di tengah hutan, nampak seperti lingkaran ilalang yang diapit pinus-pinus serta pepohonan oak.

Ia takut. Tak bisa dipungkiri, sedikit gemetar.

Kemudian, kepala yang ditumbuhi surai gelap itu mendongak. Kembali memaku pandangan pada kebisuan bulan,

'Apa . . . Akan terjadi lagi ya?'

Bisiknya— Terbang oleh angin.

.

.

.

.

Sepasang kaki berhak tinggi. Melangkah panik menyisir rumput basah, tertatih menyeret tubuh yang gemetar hebat. Beberapa kali pohon pinus nyaris ditabrak, membuatnya memutar arah menjauhi hutan yang merapat. Membawa nasib pada padang ilalang.

Ia berlari, putus asa menyusuri ilalang setinggi pinggang. Terseok-seok sebelum akhirnya mendapati kaki tebing curam yang memotong ujung padang.

Jalan buntu.

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang