"Hei, jagoan— Masih mau tidur?"
Fang mengerjap. Mengintip ragu dari balik bulu matanya. Senyum miring Kaizo menyambutnya di tepi ranjang, tertangkap samar oleh mata. Di sampingnya laki-laki jangkung berdiri tegap, memandang datar pada Fang.
"Jam berapa?" Tanya Fang, spontan mengedarkan pandangan. Sedang tangan kirinya, sibuk mencari kacamata persegi berbingkai sederhana. Mengapai nakas susah payah, namun tak mendapati apapun.
"Delapan malam. Lama juga kau pingsan." Ejek Kaizo, "Dan— Kalau kau mencari kacamata mu, maaf bung. Rusak parah." Ucapnya santai, mengabaikan kerut tak suka di dahi Fang.
"Hhh-" Dengus Fang, membuat Kaizo terkekeh.
"Jadi— Fang," Panggil Kaizo, lalu berjalan mendekati Fang. "Bagaimana rasanya menabrak pembatas jalan, dan jatuh dari tebing? Kawan, matamu pasti bermasalah. Untung saja ada yang melihatmu." Omelnya.
"Melihatku?" Serak, Fang membuka mulut. "Siapa?"
"Oh- Ya! Dia. Laki-laki baik hati yang susah payah memungut mu." Telunjuk Kaizo mengacung pada si jangkung. Violet Fang mengikuti, agak kesulitan. Mendapati eksperesi aneh penyelamatnya.
"Berterimakasilah pada- Ah! Fang!? Jangan asal bergerak!" Teriak Kaizo, saat adiknya meringis perih usai menggerakan lengan atasnya. "Bahumu terkilir. Jangan merusak kerja keras dokter! Jadi, jangan ceroboh."
Tak menggubris Fang tetap menegakan tubuh, "Apa kau melihatnya juga!?" Ia bertanya, takut dan penasaran bercampur satu. Pandangannya memaku gemetar pada manik merah si jangkung. "Monster itu! Yang menabrakku."
"Kurasa. . . . Kau terbentur cukup keras kawan." Jawab laki-laki itu, tenang. Alisnya terangkat sebagian. Matanya melirik Kaizo, "Bung, kurasa adikmu harus dibawa ke dokter lagi."
"Aku bersumpah! Monster itu di sana. Menabrak kemudian mecekik ku!" Jerit Fang frustasi.
"Fang, ini sebabnya aku tidak suka kau terlalu banyak menekuni novel fiksimu." Kaizo menghela napas, kemudian mengusap sayang kepala adiknya."Sudah, lebih baik kau istirahat lagi. Jangan berpikir yang aneh-aneh. Besok, pulang dari kampus, aku akan beli kacamata baru untuk mu." Selimut tebal ditarik, menutupi sebagian tubuh Fang.
"Nah- Sekarang, biarkan kakakmu ini yang menjamu tamu kita."
Fang cemberut. Mengabaikan sikap ramah Kaizo, dengan gusar memaksakan matanya untuk terpejam. Detik berikutnya Kaizo serta tamu mereka beranjak dari kamar Fang, menutup pelan pintu kamar usai mematikan sakelar. Langkah tenang mereka bergema pelan, menghambur bebas dari arah anak tangga. Samar-samar Fang mendengar percakapan mereka, menggantung rendah di sekitar lorong dari balik kamarnya.
"Terimakasih dan- Oh! Ngomong-ngomong aku Kaizo, dan yang baru saja anda selamatkan itu Fang. Adikku." Suara Kaizo, ramah. "Dan... Nama anda?"
Kekehan rendah terdengar janggal, angkuh dan kaku di saat bersamaan. "Bung, tak usah formal begitu."
"Oh ya! Tentu! Jadi, Namamu?"
"Halilintar."
.
.
.
.
.
Paginya, Fang terbangun dengan suasana hati lebih buruk dari hari sebelumnya. Bulan merah dan tangan yang mencekik sudah hilang dari mimpi.
Sialnya malah berganti dengan sensasi jilatan lapar di leher hingga perutnya. Lembek dan basah. Lebih buruk lagi, hingga ia menemukan ruam kemerahan di sana. Agak perih, ketika tak sengaja bergesekan dengan bahan halus kaus tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
Фанфик⚠️HalixFang! "Wah Ying, jadi ini baunya?" Beberapa kali ia mengendus. Dalam-dalam mengingat tiap celah dan lekuk bau, samar dan lemah. Begitu tenang, begitu rapuh, begitu- Menggoda. ... Please ini BL. Jan sampe salah alamat. HalixFang AU! . . . Ba...