Moonlight III - Rust

362 36 10
                                    

.

.

.

Lampu-lampu di rumah Fang sudah menyala. Terang— Berpendar hangat dari balik tirai-tirai kemerahan saat Halilintar mendaki undakan anak tangga beranda. Berjingkat, nyaris terpeleset oleh kerak lumut. Iris senada batu mirah melirik siluet kaku mobil sewarna tanah yang melintang asal di halaman, melindas rumput di bawahnya hingga terkapar layu. Dari dalam-balik pintu selegam arang, suara gaduh Membubung tinggi.

"Ini saja Fang— Lucu!" Tawa renyah bergema, memantul-mantul rendah merambati dinding keras jati. Berputar, membentur, kemudian menyentil telinga. "Aku baru beli, Nih!" Sorak senang Kaizo mengikuti, "Ada kupi- Fang! Jangan lari!" Bersusulan dengan dentum-dentum panik langkah kaki. Samar, berhamburan di atas lantai kayu.

Satu-dua debum kaku terdengar. Benda jatuh. "Kau bercanda!? Tidak mau! Hei!" Lengking suara Fang meninggi, terpental janggal menerobos pintu. "Apa yang— Kaizo! Arghh!"

Lagi, riuh tawa Kaizo merangkak samar menuju beranda. Bersahut seru dengan jerit kesal milik adiknya. Menggelitik halus insting aneh dalam diri Halilintar, bersorak menyedihkan dari dasar paling dalam dan curam.

Terasa amis.

Aroma manis lemon menguar, terbelit aksen tipis pinus basah. Menyelinap lemah dari dalam— Tipis sekali. Halilintar bergetar. Terpaku, menyesap dalam-dalam bau yang memabukan. Tak dipungkiri, ia mendamba.

Hasrat gelap bergejolak, serigala lapar mengintai dari dalam dirinya. Berbisik tak sabar mendorong cakar-cakar tamak untuk segera memerangkap sang mangsa di bawah lengkung keangkuhannya. Menyeret jatuh di bawah jejakan kaki-kaki buas, dalam kubangan rasa nikmat berlumur hasrat dan pekat darah. Mencabik, mengoyak, menerkam-

'—Tak boleh rusak oleh paksaan... Apalagi, oleh cakar busuk mu.'

Kalimat pekat datang. Sangat gelap. Racun lengket dengan suara dingin milik si mahluk malam. Berputar menggangu tiap jengkal syaraf binatang Halilintar. Cukup ampuh menekan taring-taring yang mulai bergemeletuk liar.

Sudut-sudut bibir tertarik berat, membelah lebar dengan tak wajar. "Tapi Ying, mangsa tetap mangsa." Desis gairah merambat kaku, "Mereka ada untuk memuaskan hasrat pemangsanya." Melayang gamang membentur kulit kasar pintu.

'BRAK!'

Wajah pucat Fang muncul. Melonjak kaget, menyembul dari pintu mahoni yang terbuka lebar. Berkedip tiga kali sebelum akhirnya merona- Malu. Di belakangnya, Kaizo melongok. Sibuk menepuk-nepuk dasar halus mantel kelabu yang ia pakai. Manik delima membola, sama terkejutnya seperti Fang.

Sebelas detik jeda, senyum lebar tertarik. Putih geligi bersinar di bawah sinar lampu.
"Oh! Hali, pas sekali!" Celoteh riang Kaizo."Kami mau belanja. Ayo! Kau harus ikut. Seru sekali pasti." Tanpa menunggu jari-jari Kaizo menarik lengan Halilintar. Menyeret turun melangkahi undakan anak tangga, kemudian mengejang jijik oleh lendir kehijauan pada sudut-sudut bata lapuk- Lumut. "Oops! Awas terpeleset! Banyak perangkap di sini." Tawa bodoh melambung asal dari pita suara, sengau dan konyol.
"Lewat sini. Hup!"

Di belakang, Fang mengekor. Melangkah turun menghindar dari sekumpulan lumut lembek."Astaga-" Susah payah menyibak tudung mantel yang kebesaran. Sepasang kuping lebar menempel pada tudung, melambai manis tertarik sayu oleh gravitasi dari kedua sisi.

"Cocok-" Gumam Halilintar. Tak sadar, kemudian panik sendiri.

Kikikan geli Kaizo menyembur. Patah-patah dan disengaja. Mirip musang genit kalau Halilintar tak salah dengar. "Apa kubilang Fang? Halilintar saja terpesona begitu." Sambung Kaizo, lalu meringis oleh pukulan di bahu kirinya. "Apa salahku!?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang