Setiap orangtua ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Karena bagi mereka kebahagiaan anak merupakan kebahagiaan untuk mereka.
***
Meskipun ini adalah pernikahan kelima Fritz Hart, tapi pria itu tidak pernah tanggung-tanggung dalam mengadakan pesta pernikahan. Selalu terlihat mewah dan glamor. Sehingga tidak heran pria itu mengundang banyak orang di pesta yang diadakan di hotel InterContinental, Los Angeles.
Di tengah pesta, Fio terlihat begitu cantik mengenakan gaun one shoulder off berwarna hitam. Wanita itu bergabung dengan beberapa temannya sembari menikmati makanan yang disediakan.
"Sepertinya kamu sedang tidak bersamangat, Fio. Apakah kamu punya masalah?" tanya seorang wanita berambut pirang bernama Jennie Browne.
"Aku sedang kesal dengan Papapku." Fio menghela nafas berat.
"Memang apa yang sudah dilakukan Papamu sehingga membuat kamu kesal, Fio?" kali ini Emma Morse yang bertanya.
"Dia memintaku untuk memikirkan tentang pernikahaan." Tidak hanya minggu lalu, tapi setiap hari ayahnya terus saja mengngatkan Fio mengenai ide menikahnya. Hal itu membuat Fio merasa ingin berteriak karena terlalu frustasi menghadapi ayahnya.
Seketika Jennie dan Emma tertawa mendengar ucapan Fio. Mereka bisa membayangkan betapa frustasinya Fio karena memikirkan ide menikah ini.
"Kenapa tiba-tiba Papamu ingin kamu segera menikah? Aku pikir dia akan membiarkanmu menjadi perawan tua." Jennie terkekeh geli.
"Sepertinya kamu bahagia sekali dengan penderitaanku, Jennie." Fio mendengus kesal.
Emma pun angkat suara. "Jennie benar, Fio. Aku pikir papamu yang paling santai karena tidak membahas pernikahan seperti yang dilakukan Papaku dan Papa Jennie. Tapi sepertinya Papa kamu mulai terkontaminasi."
Sepertinya Fio mendapatkan karma karena sebelumnya dia menertawakan kedua temannya yang dipaksa untuk menikah oleh ayah mereka. Dan sekarang giliran dia yang kena.
"Ini gara-gara kami membicarakan pernikahan kelima Mr. Hart. Kemudian Papa membicarakan mengenai cinta dan memintaku untuk segera menikah agar dia bisa segera menimang cucu dan bisa lega meninggalkanku karena jika aku menikah sudah ada yang bisa menjagaku." Fio menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya dan sanga ayah.
"Apakah Papamu sakit keras, Fio?" tanya Jennie.
Fio menggelengkan kepalanya. "Tidak, dia sama sekali tidak sakit. Bahkan dia terlihat sangat sehat. Kenapa kita jadi membahas hal ini?"
"Karena kami berpikir mungkin saja papa kamu memintamu segera menikah karena dia sakit keras dan mengetahui umurnya tidak panjang lagi." Emma memberikan penjelasan.
"Kalian ini mengada-ada saja. Papaku baik-baik saja. Dia selalu periksa rutin dan tidak ada masalah."
Jennie menghela nafas lega. "Syukurlah. Lalu bagaimana denganmu? Apakah kamu akan menikah?"
Fio mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak mau. Aku masih belum memikirkannya."
"Aku yakin Papa kamu akan mencarikan calon suami yang potensial untukmu." Emma menganggukkan kepalanya.
Fio memicingkan matanya. "Calon suami potensial?"
Emma menganggukkan kepalanya. "Ya, calon suami dengan kualitas terbaik. Aku pikir ada dua orang yang masuk dalam kualifiasi ini."
"Siapa?" tanya Fio.
"Aku yakin salah satunya adalah Carter Eisenberg, Putra sulung keluarga Eisenberg yang memiliki perusahaan di industri makanan." Jennie menganggukkan kepalanya.
"Benar sekali. Dan satu lagi adalah Zack Bernstein, CEO perusahaan White Pearl. Ah, itu dia baru datang." Emma menunjuk ke arah pintu ballroom.
Fio dan Jennie pun menoleh. Mereka bisa melihat seorang pria yang mengenakan tuxedo hitam tampak begitu tampan. Bahkan baru saja menginjakkan kakinya di ballroom saja sudah banyak wanita yang mengerubuti pria itu.
Fio menggelengkan kepalanya. "Aku pikir Papa tidak akan menjadikannya calon suami potensial."
"Kenapa?" tanya Jennie.
"Apa kalian tidak lihat? Banyak wanita yang menginginkan dirinya. Untuk apa dia setuju untuk menikah denganku. Lagipula aku tidak tertarik dengannya. Aku mau pergi ke toilet lebih dahulu." Fio pun berdiri dan berjalan menuju pintu ballroom yang lain.
Dari kejauhan, Zack yang sedang berbicara dengan wanita-wanita di sekelilingnya langsung mengalihkan perhatiannya ke arah Fio. Dia mengamati wanita itu berjalan menjauh.
"Zack, apakah kamu mendengarku?" pertanyaan salah satu wanita itu membuat Zack menoleh.
"Ah, ya. Maafkan aku. Apa yang kamu katakan tadi?" tanya Zack. Kemudian pria itu kembali fokus pada wanita-wanita yang mengelilinginya.
***
Fio baru saja kelur dari toilet ketika ponselnya berdering. Dia bisa melihat ayahnya yang menelpon. Segera dia mengangkat panggilan itu. Wanita itu menempelkan smartphone ke telinganya.
"Ada apa, Pa?" tanya Fio sembari berjalan menuju ballroom kembali.
"Bagaimana dengan pestanya?" tanya Wade yang saat ini berada di rumah.
"Biasa saja. Tidak ada yang menarik."
Wade yang saat ini duduk di ruang kerjanya tampak penasaran. "Lalu bagaimana dengan para prianya? Apakah ada yang menarik perhatianmu?"
Fio menghela nafas berat. "Pa, apakah kamu masih mau membahas mengenai pernikahan lagi?"
"Sepertinya aku tidak bisa menyembunyikan tujuanku agar kamu bisa datang ke pesta. Karena kupikir akan ada pria yang menarik perhatianmu. Kalau tidak ada bagaimana jika Papa memilihkan calon suami yang baik untukmu?" tanya Wade penuh harap.
Fio tidak menyangka jika ucapan Emma memang benar. Dia menghela nafas berat. "Pa, aku bahkan belum setuju apakah aku akan menikah atau tidak. Jangan seenaknya mengambil keputusan lebih dahulu. Aku harus kembali ke pesta. Sampai nanti."
Fio langsung mematikan panggilan itu tanpa menunggu reaksi sang ayah. Dia benar-benar kesal pada ayahnya. Tiba-tiba seseorang tidak sengaja menabrak Fio sehingga tas kecil dan juga ponselnya terjatuh. Fio hendak mengomeli orang yang menabraknya. Namun niatnya lenyap begitu saja saat melihat orang yang menabraknya.
***
Yang mau lanjut baca mampir ke CABACA yaa....
Di sini hanya diposting 3 bab saja. Di CABACA Posting setiap hari
KAMU SEDANG MEMBACA
The Jerk Billionaire's Trap [Terbit di Cabaca]
RomanceFio tidak tahu bagian mana yang salah dari rencananya. Fio tidak menyangka bahwa jebakan yang dirinya buat untuk Zack menjadi senjata makan tuan baginya. Terlebih, Fio sendiri bagaikan menyerahkan dirinya secara suka rela kepada CEO keparat itu. De...