Tirai jendela kamar yang tak tertutup dengan sempurna itu membiarkan sinar matahari masuk melalui celah-celah nya. Kedua mata yang terpejam itu kini membuka perlahan dan mulai membiasakan penglihatan dengan keadaan sekitarnya.
Pemilik kedua mata berwarna coklat itu tak lain adalah seorang gadis remaja yang baru saja menyelesaikan perjalanannya di alam mimpi. Tubuhnya menggeliat guna menghilangkan rasa pegal yang ia rasakan di sekujur tubuhnya.
Ia berdiri dan mulai merapikan ranjangnya. Setelahnya, ia bergegas pergi ke kamar mandi karena ia tak mau melewatkan waktu sarapan bersama keluarganya.
Tak memerlukan waktu lama, gadis itu sudah selesai melakukan rutinitas pagi harinya dan mulai berjalan menuju ruang makan. Ia menuruni tangga dengan sedikit berlari karena kakaknya sudah berteriak akan mengambil jatah sarapannya jika ia tidak bergegas.
"Lily, kakak bakal abisin sarapan kamu kalo kamu ga cepetan kesini!!"
Mendengar teriakan sang kakak, gadis bernama Lily itu semakin mempercepat langkahnya.
"Ih kakak, gausah macem-macem deh. Aku aduin bunda nanti!"
Sang kakak hanya terkekeh mendengar ucapan adiknya. Ia sangat suka melihat wajah kesal adiknya itu saat ia menggodanya.
"Aduin aja sana, pasti bunda lebih percaya sama kakak. Wlee!"
"Udah-udah. Kalian ini, masih pagi udah berantem aja. Malu tau sama Ciko. Tuh, dia aja akur sama keluarganya, masa kalian engga?"
Lily dan kakaknya sontak menoleh kearah Ciko, kucing peliharaan mereka yang tengah bermain bersama kedua anak kucingnya.
"Bunda kok gitu, sih? Masa aku disamain sama Ciko. Dia kan kucing, Bun." Rajuk Lily kepada sang bunda.
"Tapi bener juga sih, Bun. Lily cocok disamain sama Ciko, mereka kan sama-sama kucing garong! Hahahahah"
Lagi-lagi, kakaknya yang menyebalkan itu membuatnya kesal. Ia berjanji akan membalas kakaknya itu saat bundanya tidak melihat.
"Hush, kakak gaboleh gitu. Kalo Lily kucing garong, berarti kamu juga kucing garong dong. Kan kamu kakaknya dia."
"Hahahahah, syukurin tuh. Makanya, jadi orang tuh jangan usil."
Lily merasa bahagia melihat wajah kecut sang kakak saat mendengar perkataan bundanya.
Acara selanjutnya adalah sarapan bersama dengan perbincangan santai mengenai kehidupan sekolah Lily dan kakaknya.
Oh ya, saat ini Lily baru saja menaiki kelas X SMA, sedangkan sang kakak, Alvin, sudah berada di tingkat XII. Mereka berdua berada di lingkungan sekolah yang sama. Namun, mereka berbeda sekolah karena sang kakak bersekolah di sekolah khusus laki-laki.
"Li, udah belum makannya? Kakak takut telat nih. Kalo kelamaan, kakak tinggal loh ya."
"Aduh, iya-iya. Ini udah selesai kok. Bun, Lily pamit berangkat sekolah dulu ya!"
"Alvin juga pamit ya, Bun."
"Iya, kalian hati-hati, ya. Belajar yang rajin biar jadi anak yang pinter."
"Siap, Bun. Ayo kak, kita meluncur. Assalamualaikum!"
"Assalamualaikum, Bun."
"Waalaikumsalam!"
Di sekolah Lily
"Li, kamu hati-hati ya di sekolah nanti. Kalo ada apa-apa cepet telpon kakak!", ucap Alvin pada adiknya.
"Iya, kakak tenang aja. Aku gabakal kenapa-kenapa kok. Sana deh kakak pergi, tuh gerbang sekolahnya udah mau ditutup."
"Hm, yaudah sana masuk. Nanti pulangnya tunggu kakak jemput ya!"
"Iyaa, dah kak!"
Alvin hanya bisa menggelengkan kepala melihat adiknya yang menjawab perkataannya sambil berlari menuju ke dalam sekolah.
"Permisi mas, ini mas nya mau masuk apa keluar ya? Pagar nya mau saya tutup soalnya, mas."
"Eh iya pak, ini saya mau keluar. Sekolah saya masih di seberang, maaf ya pak."
"Iya mas, gapapa. Kalo gitu saya tutup pintunya ya mas."
"Iya, pak. Saya permisi dulu, pak."
"Oh iya, silahkan mas."
Alvin pun langsung pergi dengan mengendarai Jeki, motor kesayangannya, pergi meninggalkan kawasan sekolah Lily.
Di dalam kelas
"Li, lo udah belom tugas ekonomi Pak Wahyu? Kalo udah, gue boleh liat ga? Semalem ada hajatan di rumah gue, jadi gue ga sempet selesain tugasnya."
Lily mengangguk mendengar perkataan Santi, teman sebangku sekaligus sahabat satu-satunya di kelas atau bahkan di sekolah ini.
"Udah kok, San. Tapi kita duduk dulu ya, aku agak capek soalnya abis naik tangga utara."
"Oke, yuk kita duduk."
Lily mengeluarkan buku tulisnya dan menyerahkan buku itu ke Santi. Bel masuk masih akan dimulai 15 menit lagi, dan ia harap Santi selesai menyalin tepat waktu karena pelajaran pertama hari ini adalah ekonomi dengan Pak Wahyu yang seorang guru killer sebagai pengampu mata pelajaran itu.
"Oh iya Li, lo ngapain sih lewat tangga utara mulu? Ga capek apa? Kan enak lewat tangga selatan, lebih cepet nyampe kelasnya."
"Ga kok, gue malah seneng kalo lewat situ. Disitu lebih sepi orang, jadi gue lebih tenang aja ke kelas lewat sana."
"Bener juga sih, daerah sana kok sepi banget ya? Anak IPA kebangetan banget deh diemnya, masa gapernah kedengaran suaranya sama sekali? Padahal disitu ada kak Reyhan loh."
"Emang kenapa kalo ada kak Reyhan, San?"
"Loh, lo kok masih tanya sih? Masa lo- tunggu bentar. Lo gatau kak Reyhan ya?!"
"Hush, Santi. Jangan teriak-teriak dong, itu diliatin sama anak kelas."
"Ya ampun, Lily. Lo bisa-bisanya gatau kak Reyhan. Dia bawain lagu pas kita closing orientasi kemarin loh."
"Aku kan ga ikut orientasi, San. Waktu itu aku kan lagi sakit tipes."
"Oh iya ya, pantes aja lo gatau. Hm, gimana ya jelasinnya? Pokok kak Reyhan tuh kayak artis sekolah ini deh. Dia sering ngisi acara sekolah, makanya dia kayak terkenal gitu. Udah ganteng, pinter, jago nyanyi pula. Ga heran kalo banyak yang suka."
Lily hanya mendengarkan ocehan Santi tanpa ada keinginan untuk membalasnya. Karena sibuk melamun tentang Reyhan, tak sadar bel masuk berbunyi. Santi yang terkejut langsung melanjutkan kegiatannya menyalin buku Lily. Huh, untung saja sudah hampir selesai, batinnya.
"Selamat pagi, anak-anak. Bapak minta kalian kumpulkan buku tugas kalian ke meja guru sekarang juga. Hari ini kita akan ulangan harian! Bapak harap kalian mengerjakan dengan sungguh-sungguh dan tidak ada satupun yang curang hari ini! Karena Bapak tidak segan untuk memberikan sanksi bagi kalian yang ketahuan menyontek dalam mata pelajaran ini! Sekarang cepat keluarkan buku tulis kalian dan kita akan mulai ulangan harian ini!"
Mendengar hal tersebut, hampir seluruh siswa mendesah pasrah. Terkejut dan takut adalah hal yang mungkin mereka rasakan saat ini. Namun, mereka tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti perkataan Pak Wahyu. Semoga saja, mereka bisa melewati ulangan harian dadakan ini dengan baik.
To be Continued
Halo semuanya, ini work pertama aku sebagai penulis. Semoga kalian suka sama cerita ini, dan jangan lupa buat tinggalin kritik dan saran supaya aku semakin semangat buat nulis dan update cerita ini, yaa!
Love, aerynaeth<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Wallflower Effects
RomanceSebuah hiasan bunga di dinding mungkin terlihat biasa saja, namun keindahan bunga itu baru bisa dipahami setelah kamu mengamatinya dengan baik.