Dalam layar laptop menampilkan sebuah video berdurasi lima menit. Sangat singkat karena videonya dipercepat. Di sana, ada Jeongguk yang dengan sadisnya menjenggut rambut seorang lelaki dengan topeng kain hitam menutupi wajahnya. Seekor ular kobra menghampiri keduanya, namun dengan satu perintah Jeongguk, ular itu hanya menatap pada si lelaki misterius itu dan lantas mematuknya tanpa ampun. Membuat si lelaki kesakitan dalam beberapa waktu, kemudian lemas. Saat itulah Jeongguk menyuntikkan sesuatu yang ditaksir sebagai obat penawar racun kobra. Yang pada akhirnya membuat lelaki itu kembali terbangun. Teriakan kesakitan masih terdengar pilu meskipun video itu dipercepat. Lantas kemudian Jeongguk terlihat memerintahkan ular itu untuk kembali mematuk lelaki yang tengah beringsut mundur lantaran ketakutan meski usahanya percuma karena ia tertahan pagar kawat di belakangnya. Ular itu mematuk kaki telanjang lelaki itu, dan saat sekarat, Jeongguk kembali menyuntikkan obat penawar yang membuat si lelaki itu kembali tersadar.
Senyum Jeongguk membuat semua yang menontonnya bergidik ngeri. Termasuk si pembunuh berantai, Cho Taesik.
Taesik lantas berteriak keras. Kengerian terpampang nyata di depannya. Yang ada di pikirannya adalah cara bagaimana ia harus pergi dari sosok di hadapannya ini.
Rasa pongah dan arogan yang ia tunjukkan di awal, kini lenyap. Padahal, ia ingin mempermainkan Jeongguk karena ia tau bahwa Jeongguk memiliki kemampuan yang sama seperti dirinya.
Mampu melihat hantu dengan mata telanjang hingga hampir gila dibuatnya.
Namun semuanya pupus saat melihat bagaimana mata mengerikan milik Jeongguk. Yang bisa ia lakukan sekarang adalah menggeliat, mencoba melepaskan borgol yang mengikatnya kuat tak peduli pada tangannya yang berdarah-darah. Ia menangis, tak menyangka bahwa Jeongguk yang kata para hantu di kantor polisi ini adalah sosok yang lemah dan pantas ditindas, ternyata adalah seorang psikopat yang gila.
Saat menyadari bahwa usahanya tak akan membuahkan hasil, Taesik meluruh ke lantai. Ia bersujud pada Jeongguk. Memohon dengan cucuran air mata. Berharap dimaafkan.
"Gue mohon, lepasin gue. Gue nggak bersalah! Tolong! Jangan sakiti gue! Gue nggak bersalah! Tolong! Lepasin gue! Jangan sakiti gue! Gue nggak bersalah!" Kalimat rancu yang terus diulang, membuat semua polisi geram. Mereka semua mengira bahwa Taesik mencoba untuk berkelit dan memperumit masalah ini. Mencoba memainkan peran ganda, seolah berkepribadian lebih dari satu. Para polisi yang telah mengabdi lebih dari separuh hidupnya itu berdecak kesal, seolah hal ini sering terjadi pada pada penjahat yang pengecut.
Namun lain dengan Jeongguk. Suara Yugyeom terdengar dari handsfree di telinga sebelah kanan — yang mana berbeda dengan yang di sebelah kiri milik Ketua Divisi.
"Bukan dia pelakunya." Satu kalimat pendek dari Yugyeom yang tengah menonton interogasi Jeongguk melalui anting Jeongguk yang telah dipasang kamera sekaligus penyadap, membuat Jeongguk mengernyitkan alisnya dan akhirnya menutup berkas dan laptopnya kasar.
Tangannya mematikan suara yang menghubungkan dengan handsfree milik Ketua divisi. Jeongguk hanya menyalakan milik Yugyeom saja. Jeongguk juga mematikan penyadap suara di bawah meja, supaya tak ada yang mendengar suaranya.
"Lo yakin?" Jeongguk bertanya retoris, yang hanya dibalas anggukan oleh Yugyeom. Hening sejenak karena Jeongguk yang sedang menunggu jawaban Yugyeom, dan Yugyeom yang diam karena merasa telah menjawab.
Mingyu yang menyadari itu, menggeplak kepala Yugyeom, seolah lupa kebaikan ketuanya itu tadi pagi yang memberikan telur ceplok baladonya.
"Lo jangan ngangguk doang, ege. Jawab. Mana mungkin si Jega denger."
Jeongguk mendengarnya terkekeh, lantas berdiri dan berniat meninggalkan ruangan dengan membiarkan Taesik tetap berlutut.
Namun pergerakannya terhenti saat tangannya mencapai kenop pintu, lantaran satu kalimat Taesik begitu mengusik dirinya.
"Gue tau Lo bisa liat 'mereka'. Lo juga pasti tau, kalo gue bukan pelakunya. Hahaha." Tawa mencemooh telah kembali Taesik layangkan. Seolah lupa pada apa yang membuatnya takut beberapa menit lalu.
Ia percaya diri, bahwa Jeongguk yang mengetahui semua kebenarannya, akan menolongnya. Namun jawaban Jeongguk selanjutnya membuat lututnya kian lemas.
"Kalo Lo pikir gue bakal bantuin lo karena tau kebenarannya, Lo salah besar. Mungkin nanti bakal terbukti kalo Lo nggak salah, tapi Lo pikir bisa kabur dari jerat penjara? Ngimpi! Lo banyak kena pasal berlapis. Memberi kesaksian palsu, mengecoh penyelidikan polisi, kami juga tau kalo Lo pengedar narkoba golongan 2 ilegal, menyebarkan narkoba ke murid-murid sekolah Lo melalui permen yang rutin Lo bagiin buat mereka. Pfft, hukuman mati pantes buat Lo. Ckckck, setidaknya kalo mau jahat, yang pinter, dong."
Jeongguk kemudian pergi, lalu dua orang petugas polisi datang dan menyeret Taesik ke selnya. Kini Taesik tertawa seperti orang gila di dalam sel. Merutuki kebodohannya karena menyerahkan diri sebab berpikir bahwa ia bisa membodohi para polisi. Akibat narkoba yang mengganggu sarafnya, ia yang jenius pun tak bisa berpikir jernih, bahwa ia banyak melakukan kejahatan lain meski ia tak membunuh satupun manusia secara brutal.
...
...
Sementara itu di tempat lain, seseorang dengan hoodie menutupi dirinya tengah menatap pada layar tv yang sedang gencar memberitakan penangkapan Taesik. Kedua tangannya juga sibuk men-scroll laman Twitter dan sesekali matanya memindai layar kotak itu. Banyak kecaman dan umpatan kasar yang dilayangkan pada Taesik dan itu membuatnya kesal.
Tangannya kini meremat pegangan pada kursi yang didudukinya hingga buku jarinya memutih.
"Bukan bajingan itu! Gue! Gue yang udah ngebunuh semuanya, sialan! Polisi goblok!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTER (KOOKV)
FanfictionTaehyung terbangun dan mendapati dirinya terbaring di tengah-tengah keluarganya yang menangis meratap memanggilnya. "Aku ..., sudah mati?" .. disclaimer: cerita ini hanya fiktif belaka, diciptakan guna hiburan semata.