"Telah terjadi kecelakaan di jembatan Texo, mobil yang dikendarai terjatuh ke danau dan kini mobil sudah berhasil diangkat, tapi sampai sekarang..."
Ting!
Fokus Demesta beralih ke ponselnya yang baru saja berbunyi. Selagi mengangkat telepon dari ibunya, dia mematikan televisi yang tadi dia tonton.
"Halo, Bu?"
"Esta, ayah masuk rumah sakit--"
"Hah?!"
"--kau bisa ke rumah sakit sekarang?"
"Ayah kenapa?"
Entah kenapa tapi pikiran Demesta sudah membayangkan ke mana-mana dan itu membuatnya merasa tidak nyaman, tubuhnya mulai keringat dingin. Bahkan di pikirannya, berita yang baru saja dia tonton itu adalah kecelakaan orangtuanya.
"Tadi asma ayahmu kambuh di jalan, tapi sekarang sudah ditangani sama dokter."
Tanpa sadar Demesta menghela napas lega. Setidaknya yang di berita tadi bukanlah kedua orangtuanya.
"Iya, iya, nanti Mesta ke sana-rumah sakit apa?"
"Rumah sakit Silora."
"Iya, aku akan segera ke sana."
---
Sampai di rumah sakit, Demesta langsung melihat ibunya yang memang dia minta untuk menunggunya di depan pintu masuk rumah sakit. Ibunya terlihat begitu lega melihat anaknya, lalu beliau merangkul anaknya untuk masuk dan berlalu ke UGD.
Sampai di UGD, ayahnya sedang tertidur dengan alat bantu pernapasan di wajahnya. Jika Demesta lihat dari naik-turun dada ayahnya, pernapasan ayahnya sudah kembali normal.
"Kau sudah makan?"
Ibunya menggeleng samar. "Ayahmu juga belum."
Demesta mengulum senyum. "Kalau begitu aku akan membelikan kalian makan."
"Kau punya uang?" pertanyaan ibunya membuat Demesta berhenti dan tersenyum sumringah dengan satu tangannya menengadah.
"Kau ingin memberiku uang?" tanya Demesta dengan menyengir.
Ibunya tertawa sejenak, lalu beliau memberikan beberapa lembar uang berwarna hijau ke Demesta.
"Bu, kau ingin makan apa?" tanya Demesta begitu uang itu sudah aman di tangannya.
"Makanan ringan saja."
"Hm tidak, aku akan membelikan kalian nasi." Demesta mulai berlalu. "Aku pergi dulu."
Tujuh menit berlalu dan Demesta baru sampai ke area kafeteria, tadi dia sempat-sempatnya menyasar. Tanpa membuang waktu, dia mulai memesan dua porsi makanan yang sama untuk kedua orangtuanya dengan cara dibungkus. Dia juga memesan kopi panas untuk dirinya.
Dan setelah selesai, dia melangkah untuk kembali ke tempat ayah dan ibunya tadi. Tapi, tiba-tiba ada yang menahan tangannya dan itu hampir menjatuhkan minumannya.
Demesta sudah siap menyemburkan kata kasarnya, tapi nyatanya dia terdiam, begitu tau siapa orang yang menahannya.
"Ada apa?" tanyanya ketus.
"Aku ingin berbicara denganmu," kata laki-laki berambut blonde itu, dia mantan kekasihnya sejak seminggu yang lalu.
"Sekarang apa lagi?"
"Hm, sebenarnya ini sedikit lama, apa kita bisa mengobrol sambil duduk sebentar?" tanya laki-laki bernama Luke itu.
"Tidak bisa," jawab Demesta. Lalu dia mulai beranjak. Jika tadi Luke menahan langkahnya, kini laki-laki jangkung itu mengikuti langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Si Pemilik Dekap Angin [1/1]
Conto❝Ingin berdansa?❞ Masih dalam kebingungan Demesta menerima juluran tangan itu. Dan mereka mulai berdansa. Ke kanan kiri dalam satu gerakan, dengan saling memeluk antara satu sama lain. ❝Kau akan pergi ke mana, Luke?❞ tanya Demesta memelan. Dia menen...