Hari ini adalah hari Senin, hari yang menjadi kutukan untukku. Dari jam alarm yang tidak berbunyi, mobil tiba-tiba tidak mau menyala, sehingga aku harus memesan transportasi online. Dan yang paling menyebalkan adalah jalanan Ibukota yang sangat amat padat di pagi hari.
Aku hanya bisa pasrah pada Tuhan, walau aku bukan umat yang taat, setidaknya aku percaya padanya. Aku percaya aku akan datang sebelum rapat di mulai.
Disela perjalanan aku membuka laptop dan membac ulang kembali semua file, mstikan tidak ada kesalahan. Bersamaan dengan itu, ponselku pun berdering. Dengan laptop dipangkuanku, sebelah tanganku memegang ponsel dan kupingku berusaha mendengarkan suara diseberang sana.
"Lo dimana?! Bos udah ngamuk gegara lo belum sampai!" Ucap Kiley yang terdengar senewen.
"Dijalan, macet parah. Emang pak Kim udah sampe?" Tanya Nara.
"Belum, tapi kita kan harus briefing dulu," sahut Kiley.
"Ck, lima belas menit lagi gue sampe," balas Nara yang makin khawatir, karena mobil hampir tidak bisa bergerak sama sekali. Tapi jika dia jalan kaki, kurang lebih lima belas menit sampai.
"Pak saya turun disini," ucap Nara, seraya memberikan selembar uang. Dia merapikan seluruh barangnya. Turun di tengah kerumunan mobil dan berjalan ke pinggir trotoar.
****
Nara dan Tim memulai untuk breafing sebelum bertemu dengan investor tetap di perusahaan mereka. Setelah hampir tiga puluh menit mereka briefing. Sekarang waktunya Nara untuk bertemu dengan tuan Kim secara langsung di ruang pribadi.
Kiley menemani Nara, asisten sekaligus sahabatnya itu menemanis Nara. Berulang kali Nara menarik napas dan menghembuskannya. Dia merasa sangat gugup dan takut. Kiley menarik gagang pintu, mempersilahkan Nara untuk masuk. Pria tinggi itu masih membelakangi Nara.
Perlahan pria itu berbalik dan Nara pun menahan napas untuk beberapa saat. Dia berjalan mendekati Tuan Kim dan menjabat tangannya.
"Selamat datang di perusahaan, tuan," ucap Nara dengan sesantai mungkin.
"Silahkan duduk," tambahnya. Mempersilahkan tuan Kim, Kim Namjoon, untuk duduk.
"jeong, tolong keluar dari ruangan ini," perintah tuan Kim. Nara pun memberi isyarat pada Kiley.
Setelah Kiley dan asisten Jeong keluar. Tuan Kim berdiri dari kursinya, berjalan mendekati Nara, lalu memutar kursi yang di duduki Nara. Membuatnya berhadapan dengan Tuan Kim dengan tubuhnya yang terkurung tubuh tegapnya.
"Kenapa kamu tidak membalas pesanku?" Tanya Tuan Kim.
"Maaf Tuan, kita sedang dalam ruang kantor. Tidak sebaiknya kita…" perkataan Nara terpotong dengan sebuah ciuman yang begitu kuat dan bercampur amarah.
"Tuan Kim, ber…mmhhhenti!" Perintah Nara tidak juga dipedulikan tuan Kim. Dia masih memagut bibir Nara, menggigit bibir bawahnya dan menghidapnya dengan kuat. Sampai perempuan itu kehabisan napas.
"Aku Suamimu, dan aku berhak untuk melakukan apapun terhadapmu!" Nara terlihat marah dan memukul pipi Tuan Kim.
"Aku bukan pelacur yang hanya kamu cari untuk pemuas nafsumu!" Bentak Nara.
"Memang bukan, kamu adalah istri yang aku cintai," balas Namjoon.
"Cih! Kamu pikir aku percaya?! Dengan selusin wanita yang berada disekitarmu!!" Balas Nara yang masih meradang. Kini tuan Kim mengangkat tubuh kecil Nara, pemberontakan yang dilakukan Nara tidak membuat pria itu kesulitan sedikit pun. Kini berganti Tuan Kim duduk dengan Nara yang ada dipangkuannya.
"Berapa kali kamu ingin membahas masalah itu? Kamu lebih mempercayai perkataan orang lain, daripada suamimu?" Suara Tuan Kim terdengar sangat santai. Sementara Nara terlihat sangat emosi.
Rok span yang ia kenakan sedikit terangkat karena ulah jemari Tuan Kim. Nara berusaha untuk menarik tangan Tuan Kim dari pahanya. Namun pria itu malah menahan tangan Nara dan membelai paha wanitanya.
"Kamu tidak pulang selama tiga hari. Dan tidak ada cara lain selain menemuimu disini," ucap Tuan Kim.
"Kii…ta… di kantor, Joon," Nara harus menggigit bibirnya
"Aku akan berhenti, tapi dengan syarat kamu pulang ke apartemen kita," ucap Tuan Kim. Nara tidak menjawab perkataan pria dihadapannya. Dia masih sangat malas dengan pria dihadapannya ini.
"Aku tidak keberatan bermain disini, jika kamu menolak," ucap Tuan Kim.
"Aahh… Namjoonhhh.." Nara mengerang saat merasakan jemari Namjoon yang menyusup ke area sensitivenya. Dengan jemarinya yang menusuk area Vnya. Jemari Nara masih dicengkram, ia tidak bisa mengelak dan melawan.
"Oke! Aku akan pulang," ucap Nara putus asa. Tuan Kim tersenyum dan tanpa ampun ia memagut bibir Nara. Tangannya menangkup kepala Nara, melumat bibirnya istrinya dan perlahan turun ke area lehernya.
"Namjoon… tidak disin…ahhh…" ucapan Nara tidak berarti. Pria itu menggigit lekukan lehernya dan memberikan tangan kemerahan. Kendali sudah ada di tangan pria itu. Nara pun tidak bisa mengelak. Ciumannya begitu dalam dan jemarinya seakan ingin membakar tubuh Nara. Tangan pria itu tidak lagi mencengkram Nara, namun wanita itu pun sudah tidak bisa mengelak. Beberapa kancing kemejanya sudah terbuka, menampakkan keindahan yang membuat sang suami semakin menggila.
Tubuh Namjoon pun semakin berkuasa. Dia mengangkat sedikit tubuh Nara, lalu kembali menurunkannya, menyatu dengan tubuhnya. Nara mencengkram bahu Namjoon, setiap sentuhan pria itu membuatnya resah dan menggerakkan pinggulnya. Dan itu cukup membuat Namjoon menggila. Cengkramannya di dada Nara pun terasa semakin erat. Mencengkramnya. Dan memagutnya dengan rakus. Seakan ia merindukan semua yang ada pada istrinya.
"Kamu sudah membuatku gila selama tiga hari ini," ucap Namjoon.
" Bukankah itu karenaahh…kamu…mhhh… kamu terlihat nyaman dengan semua wanita di pesta…aaahhh…" balas Nara. Dia mendongakkan kepala. Merasakan gigitan dan hisapan Namjoon pada lekukan lehernya. Berpadu dengan cengkraman jemarinya di dada Nara yang semakin membuatnya bergerak dengan agresif.
"Namjoonhhh…aahhh…" Nara semakin liar, seliar bibir Namjoon ditubuhnya. Dia pun merindukannya. Hanya saja amarahnya membuat Nara enggan untuk bertemu dengannya.
"Puaskan dirimu, sayang," ucap Namjoon. Keduanya saling melepaskan rindu, hasrat dan seluruh emosi. Tubuh Namjoon memeluk Nara yang semakin bergetar, wanita itu pun hampir kehilangan tenaga. Kini ia mengangkat tubuh Nara dan meletakkannya di meja besar. Kini Namjoon berkuasa atas seluruh tubuh wanitanya. Nara hanya memeluk Namjoon, mencengkram tubuh Namjoon. Merasakan seluruh kegilaan yang ia rasakan. Hentakkan Namjoon terasa semakin cepat. Keduanya saling beragutan dengan kedua tangan yang saling bertautan.
"Sayaanghh.. "
"Namjoonaaahhh.. " Nara mencengkram bahu Namjoon dengan kuku lentiknya. Keduanya merasakan pelepasan yang sangat hebat. Nara bersandar di bahu Namjoon, mencoba mengatur napasnya. Namjoon pun mendongakkan kepala Nara dan mengecup lembut bibir Nara.
"Ayo kita pulang," ucap Namjoon.
"Setelah kekacauan ini?" Tanya Nara.
"Aku pemilik perusahaan ini, jadi aku bisa melakukan apapun yang aku mau," ucapnya. Nara hanya menggelengkan kepala. Dia merapikan pakaiannya dan saat ia mencari pakaian dalam. Nara memucat saat melihat pakain dalamnya sudah terkoyak.
"Namjoon! Kamu merobek celana dlmptt…" Namjoon memotong ucapan Nara.
"Tidak akan ada yang tahu, ayo kita pulang," ucap pria itu. Dia mendekatkan kupingnya ke Nara, lalu kembali berkata," aku ingin mencicipi tubuhmu lebih lama." Nara merasa bulu kuduknya bergidik saat mendengar bisikan Namjoon.
Nara hanya menggelengkan kepalanya. Mr Kim ini benar-benar gila, bos, suami dan juga teman hidupnya.