Bonten

33 4 4
                                    

Mentari terbit kala terang menjumpai malam. Sinar hangat merembes ke sela-sela jendela sembari dengan kicau burung bernyayian, membangunkan putri kecil yang masih terlelap di ruang mimpi.

Hikaru, gadis kecil berusia usia 6 tahun, kini terbangun di ranjang besar nan luas.

Matanya menelisik setiap interior kamar yang sama sekali tak ia kenal. Gadis kecil berambut merah jambu dengan potongan Pixie Bob mengucek matanya yang perih akibat sinar yang sekonyong-konyong menembus netranya.

"Mama? Mama? MAMA!?" Hikaru berteriak kencang, tak ada balasan hanya terdengar pantulan suara.

Hikaru dengan setelan piyama bergambar kelinci berjalan menuju pintu besar. Ia mencoba membuka dengan tenaga kecilnya namun hal itu tak membuahkan hasil.

Lama-kelamaan ia merasa lelah dan akhirnya memutuskan untuk menangis kencang berharap sang mama datang membantunya.

"Ma..mama!! Mammma.. hiks maaamma??! Di.. hiks.... Mannaa...?? Mamamaa... Hik.. hiks.. aru mau pulang... Huaaah"

Hikaru sibuk menangis sedangkan ditempat lain seorang dewasa pemilik surai black amethyst itu terbangun dengan keadaan hangover.

Ran pria itu bangun dari sofa dan memegang pangkal hidungnya guna menahan pusing.

Seingatnya, kemarin malam ia bersama sang adik dan Sanzu sedang bermain monopoli saat mabuk. Kini matanya menelisik ruang rapat yang kini keadaannya seperti kapal pecah, netra violetnya mendapati sang adik yang tertidur diatas meja sedangkan pria bersurai gulali tertidur meringkuk di bawah meja.

Ran mengerjap pelan saat melihat surai milik Sanzu, sepertinya ada hal yang ia lupakan. Tapi apa itu??

Sayub-sayub terdengar suara tangis yang tak diketahui pemiliknya memasuki Indra pendengaran Ran.

Ran melebarkan pupilnya. Benar! Anak Sanzu alias keponakannya.

Sekonyong-konyong Ran berlari menuju lantai bawah meski pusing melanda. Dengan sempoyongan Ran membuka pintu besar ruang kamar.

Dengan terengah-engah, Netranya violetnya menelisik setiap jengkal kamarnya. Mendapati gadis kecil yang menangis kencang sambil memeluk kakinya di bawah ranjang. Hati Ran mencelos, Tuan pemilik surai dwi warna itu mendekat. Mengendong dan mendekap daksa kecil itu.

"Cup.. cup.. jangan menangis tuan putri, jika kau menangis nanti tidak bisa bertemu dengan papa... Hikaru mau tidak bertemu papa?" Ran mengusap punggung Hikaru guna memenangkan tangisan gadis kecil itu

"Ma...ma..ukh hiks, mmau ket..emu pap..papa hiks, Hikharu.. mau mamma sama pappa hiks. Hik..aru ndak mawu sendiri.. huahh!!!" tangis Hikaru pecah, Ran semakin bingung harus bagaimana hanya bisa menepuk-nepuk pelan punggung kecil, menunggu Hikaru tenang dengan sendiri.

"Oi Ran! Kau berisik sekali.. rasanya kupingku mau pecah!! Jika kau bermain game merawat bayi maka kecilkan dulu volumenya, Sialaan! Kau tau tangisan itu sangat menggangu!!" Teriak seorang diluar kamarnya.

Ran yang menggendong Hikari membalikkan badannya. Matanya bertabrakan dengan mata si peneriak.

Sanzu menatap bingung Ran yang menggendong seorang anak kecil.

"Oh bukan game?.. Dari mana kau mendapatkan anak itu? Ku kira selama ini kau hanya suka wanita dewasa ternyata kau juga menyukai anak-anak. HAHAHAHA Sialan Ran, kau bejat sekali."

"Hei Sanzu!! diamlah jika kau tidak bisa membantu. Dan lagi aku bukan seorang pedofil, aku masih waras tidak seperti dirimu. Jika kau bertanya, aku menemukan anak ini di depan gudang penyimpanan."

"Well.. apa peduliku... Mau kau menemukan anak itu di tempat lain pun aku tak peduli. Urus saja anak itu, tangisannya membuat telingaku pengang." Sanzu pun meninggalkan kamar Ran. Ran hanya menatap kesal punggung Sanzu yang perlahan menghilang.

"Andai saja kau tau jika anak ini darah dagingmu, sialan!" Ran mengalihkan pandangannya pada Hikaru, nampak gadis kecil itu sudah tenang meski masih terdengar sesegukan.

"Kau sudah tenang?" Hikaru mengangguk, menyembunyikan kepalanya pada ceruk leher Haitani sulung, Haitani sulung itu menghela nafas panjang.

"Baiklah, kita akan turun ke ruang makan, apa kau punya suatu alergi pada makanan tertentu?" Hikaru menggeleng sebagai jawaban.

-o0o-

Bonten, Organisasi sindikat kriminal yang berada dibawah tangan Sano Manjiro atau yang lebih dikenal sebagai Mikey. Organisasi yang dibuatnya setelah mendapat kemenangannya di pertempuran tiga dewa yang mengalahkan dua dewa berandalan penguasa Tokyo.

Dikenal dengan kekejaman dan intorelansi organisasi terhadap informan dan penghianat. Serta berbagai aktivitas ilegal seperti perjudian, penipuan, prostitusi, dan pembunuhan. Menjadikan mereka sebagai sidikat kejahatan yang paling jahat dan ditakuti di seluruh Jepang.

Para anggotanya merupakan para manusia bengis yang tak kenal ampun. Mereka tak segan-segan menghukum siapapun yang berani menggangu mereka, baik itu pria maupun wanita, tua atau muda mereka semua tak akan segan menarik pelatuk dan pedang untuk menghukum mereka yang macam-macam.

Para eksekutif Bonten memiliki ritual yang harus dilakukan setiap pagi, yaitu sarapan bersama di ruang makan yang besar nan megah.

Para koki yang memasak merupakan koki bintang lima yang diakui kehebatannya dalam mengolah bahan mentah menjadi sebuah mahakarya rasa yang nikmat.

Di ruang makan, para eksekutif telah menunggu si penguasa datang terkecuali Ran yang nampaknya belum memperlihatkan batang hidungnya.

"Rin, dimana Ran?" Tanya Takeomi yang sedang menghirup asap nikotin, saat matanya belum menemukan batang hidung mancung milik Haitani sulung.

"Tidak tahu, terakhir kali aku melihatnya saat aniki mabuk bersama 'ku dan Sanzu. Ya mungkin sekarang dia sedang bermain-main dengan para wanitanya. Well aku tidak peduli." jawab Rin acuh.

Takeomi hanya menganggukkan kepalanya. "Sanzu, bagaimana perkembanganmu mencari wanita itu?" Kini pertanyaan itu Takeomi lontarkan pada pria pemilik surai gulali.

Si pemilik surai gulali yang sedang mengelap katananya sontak berhenti dan menatap sang kakak tajam.

"Huh? Apa pedulimu? Itu bukan urusanmu!" Jawab ketus Sanzu.

"I'm just asking? What's wrong!?"

"Bukankah sudah ku bilang, itu bukan urusanmu!"

"Aku tahu, aku hanya sekedar bertanya sebagai seorang kakak pada adiknya yang sedang kebingungan mencari pujaan hatinya."

"Bukankah kau sendiri yang menyuruhnya pergi, lantas mengapa kau mencarinya lagi? Apa kau menyesal, huh?"

"DIAM..!" Sanzu menggebrak meja. Kini emosinya tersulut api amarah karna perkataan Takeomi.

"Sebagai seorang kakak katamu, heh.. omong kosong macam apa itu?! Kakakku sudah lama mati belasan tahun lalu, kau hanya sebatas rekan seorganisasi. Lagipula bukan urusanmu mencampuri urusanku dengannya!!"

"Kalian berdua diamlah!" Suara dingin dan tegas menginterupsi dua saudara itu. Semua orang pun mendadak diam kutu.

Ia Sano Manjiro, Raja mereka. Raja yang mereka puja-puja sekaligus Raja yang paling mereka takuti. Sosok dingin dengan aura misterius, serta tatapan mata kosong yang bisa membunuh siapa saja yang melihat.

Mikey duduk di kepala meja makan, para eksekutif mulai duduk saat sang Raja mereka memberi isyarat untuk duduk. Para pelayan pun mulai meletakan sajian menu pagi hari ini.

Terlihat begitu lezat dan elegan. Tak lupa menaruh beberapa buah kue ikan kesukaan sang raja.

"Maaf, aku terlambat...."

Etc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The night after she came [ Bonten ff ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang