I

2 0 0
                                    

Rasa sakit semakin menjalari diri ini namun hal itu masih tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kata-kata kasar yang ku terima. Tak ada orang yang benar-benar baik padamu dan mempercayai orang lain hanya akan membuatmu kecewa dan sedih hingga akhirnya gila, yang perlu kau lakukan hanyalah bertahan dan tak mempedulikan perkataan menjatuhkan dari orang lain. Lima belas menit berlalu dan jam istirahat dimulai, semua murid dikelas berlarian keluar bagaikan anak ayam yang akan diberi makan oleh majikannya.

" Sepertinya perumpamaan itu terlalu kasar. "

Berdiam diri dikelas merupakan kebiasaanku selama jam istirahat berlangsung, tak terasa sudah lima belas menit aku melamun dan memikirkan banyak hal hingga tiba-tiba ada seorang anak laki-laki yang entah datang darimana menepuk bahuku, aku terperanjat kaget hingga kakiku tersandung oleh kaki meja yang mengakibatkan raga ini terjatuh ditarik gravitasi bumi.

" Eh maaf-maaf, ga sengaja... "

" Ga sengaja matamu. "

" Sini ku bantu. "

Usai kejadian membagongkan tersebut kami berdua berbicara banyak hal hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat namun kami masih asik mengobrol, banyak hal baru yang ku ketahui dari dirinya termasuk cara agar mengibuli guru disaat terjadi razia handphone.

" Oh iya, Malvyn aku ingin bertanya. Kamu berasal dari kelas mana? "

" Aku... "

" HAI VIN...!!! "

Fahrozi memanggilku, dia adalah teman baikku dari kelas lain sekaligus orang yang bisa diandalkan, namun meski dia begitu kaya raya dirinya tidaklah sombong, tidak seperti salah seorang yang ku kenal yang kerjanya meminta uang padaku, namun pada akhirnya dia mengadu dombaku dihadapan anak kelas lain.

" Daritadi kau berbicara dengan siapa? "

" Oh kenalin ini Malvyn. "

" Hah?? Mana? "

Dia terlihat bingung, saat aku menoleh tiba-tiba Malvyn sudah tak ada ditempatnya, mungkin dia malu dan langsung pergi disaat aku lengah pikirku. Fahrozi menyodorkan sebuah roti kepadaku seolah dia dapat membaca isi perutku yang masih kosong karena belum makan.

Lima belas menit berlalu, bel masuk kelas berbunyi yang menandakan pelajaran akan segera dimulai, segera Fahrozi pamit untuk kembali ke kelasnya dan tak lama guru mata pelajaran seni budaya masuk kedalam.

Pembelajaran dimulai, sang guru meminta para murid memberikan pendapatnya untuk pentas seni yang akan diadakan sekolah pada hari kamis mendatang, semua siswa ditunjuk mengajukan pendapatnya lalu ditulis pada tv guru alias papan tulis, namun entah mengapa namaku tidak dipanggil oleh sang Bu guru.

" Bu, saya juga mau mengajukan pedapat. " Sahutku

" Apa sih kamu, kerjaannya ngelawan aja, udah-udah gausah aneh-aneh. "

Mendengar komentar sang guru membuatku merasa terpuruk ditambah seisi kelas menertawakanku, entah mengapa diriku seolah tak diterima ditempat ini namun aku sudah tak heran lagi dengan hal tersebut, semenjak anak itu berulah kehidupan sekolah menengah pertamaku tidak tenang.

Singkat cerita aku pulang kerumah dan kudapati tak ada tanda-tanda kehidupan dirumah.

" Vin, ibu pergi kerumah Roy untuk bantu masak, kunci ada ditempat biasa, dimeja makan ada ikan laut dan cumi kesukaanmu. Jangan lupa makan. "

Dan pada akhirnya aku menghabiskan waktu dirumah sendiri lagi, sebenarnya tak ada masalah, hanya saja terkadang aku merasa bosan selalu sendirian dirumah dan ingin rasanya memiliki satu orang teman, tak perlu banyak-banyak, satu orang saja sudah cukup.

" DUAARRR...!!! "

Bagaikan gunung meletus, suara teriakan melintas melalui gendang telinga yang membuat badanku tersentak hebat serta jantung berdegup kencang alias kaget. Tak disangka-sangka makhluk yang membuat raga ini terkejut adalah Malvyn, manusia yang mendadak hilang saat dikelas tadi.

" Buset lu ngikutin gua ya?! "

" Hahaha bisa dibilang begitu. "

" Ah lu mah ntar dimarahin emak pulang sekolah bukannya balik dulu malah keluyuran. "

" Haha ga bakalan kalik udah santai aja, gua tau kok lu kesepian mwehehe. "

" Dih. "

Tak banyak yg kami bicarakan, karena sudah sumpek dengan hari yang panas aku masuk kedalam rumah dan segera membersihkan diri dan makan siang, manusia random itu masih duduk di sofa ruang tamu dan asik memainkan telepon genggamnya, gila juga ya ni anak padahal sekolah melarang membawa handphone kesekolah.

" Heh mandi sono lu, bau ketek. "

" Haha gua sodorin juga ni ketek buatlu nih haha. "

Lima belas menit berlalu, terdengar suara pintu rumah terbuka dan aku yakin itu adalah ibu, namun aku tak menghiraukannya dan lanjut mengobrol dengan Malvyn. Kami bercerita banyak hal namun aku masih penasaran ia berasal dari kelas mana namun aku tak menanyakannya untuk saat ini.

" Heh Vin kamu bicara sama siapa? Daritadi ibu dengarkan kamu asik bicara. "

" Oh ini Bu, kenalin temenku namanya Malvyn. "

" Hah?! Ngaco kamu ah ga ada siapa-siapa disana, udah tuh ibu ada bawa risole dari rumah Roy, ambil aja di dapur. "

" Eee... iya Bu. "

Aneh, perasaan tadi dia ada disini, cepat sekali dirinya menghilang dari lane, maksudku dari pandangan. Tanpa membuang waktu aku pergi ke dapur dan mengambil beberapa risole yang ada diatas meja makan lalu kembali ke kamar, alangkah terkejutnya diri ini mendapati Malvyn berada diatas kasurku tengah berbaring telentang dan menatapku setengah tertawa.

" Buset lu ngumpet dimana sih?! "

" Hehehe kepo ya ups ahahaha. "

" Dih tauk dah, nih emak gua ada bawain risole. "

" Wih, tapi kok rasanya ini ya... "

" Kenapa rasanya? "

" Kayak Risole. "

" ANAK SIAPA SIH LU?! "

" Hahahaha.... "

" Hey Vin...... "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Second VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang