1

435 52 30
                                    

Para tetamu sudah mengisi kursi-kursi berlapis kain satin yang disusun berjejer dalam beberapa baris. Kegembiraan jelas sekali menguasai aula gereja, persis reaksi umum ketika menyaksikan perhelatan resmi dari keluarga atau teman-teman terdekat.

Keluarga Uzumaki tengah menampung seluruh gelisah, buncah serempak oleh kedatangan hari bahagia putri semata wayang mereka, Uzumaki Himawari. Gadis-gadis sebaya kawan karibnya tengah berkumpul menemani dia di ruang rias.

"Hima, kau cantik sekali hari ini. Si Yamanaka pasti terpesona saat melihatmu."

"Jangan berlebihan, Yui. Kami saling mengenal sangat lama. Dia tidak akan segitu terkejutnya hanya karena melihatku memakai gaun merah muda ini."

"Yui benar, Hima. Bukan mengenai gaunnya saja. Tapi, aura cantikmu makin terpancar. Apakah akan seperti ini dampaknya jika kita menikah dengan pria yang kita cintai."

"Kau juga sama berlebihannya, Kae. Kita tunggu sebentar lagi, aku tahu Nojin tidak akan seperti yang kalian duga." Bibirnya menyangkal semua kata-kata temannya tadi, sedangkan fakta sudah menegaskan sebesar apa dia tersipu. Pipinya yang berwarna karena perona, spontan kian memerah.

"Tidak usah malu-malu begitu. Kami ini sahabatmu, apa yang tidak kami tahu tentangmu, Hima?!" Yuina, si gadis berambut lila lagi-lagi menggoda. Serempak cekikikan main-main dengan gadis yang satunya. Sejurus lipatan detik, sepenggal instruksi bariton memecah fokus mereka.

"Kedatangan kami mengganggu kalian?"

"Tidak Bibi-Paman!" Tadi itu pun serentak juga, merek refleks agak membungkuk menyambut kemunculan pasangan Uzumaki.

"Silakan, Bi--"

"Ayo, kemarilah, Paman--"

Bergantian dua pendamping mempelai wanita tersebut mengajak, seiring tungkai merek berayun menuju pintu. "Kami akan menunggu di luar," kata Yuina selanjutnya.

"Bagaimana perasaanmu, Sayang?!"

"Aku gugup, Papa."

"Segugup apa?!" Tangan-tangan kokohnya sudah mengungkung lembut leher putrinya, menurunkan satu kecupan di pelipis.

"Jantungku tidak mau tenang. Rasanya seperti aku sedang berputar-putar di atas ibu jariku di depan juri-juri."

"Pertandinganmu di bulan lalu? Bukannya kau pulang dengan lega? Kau mendapatkan piagammu dan tepuk tangan penonton."

"Ini lebih hebat lagi. Aku bingung menjelaskannya. Kenapa bisa begini, Papa? Nojin bukan orang baru buatku. Kami bersama selama tiga tahun."

"Bukan orang baru, tapi situasinya yang baru. Akan berbeda setelah dia mengambilmu dari tangan Papa nanti."

"Dia tidak mengambilku. Aku mau karena bersedia mengikutinya, tidak seperti dia benar-benar membawa tempatku dari sisi Papa dan Mama." Seketika senyum Hinata mengembang selaras gelengan kepalanya.

"Tentu saja kau selalu menjadi kesayangan kami, Nak. Kami tidak pernah menutup pintu untukmu," sambung Hinata seraya mengusap pelan punggung putrinya. "Papamu cuma menjelaskan kegundahan yang kau rasa. Dan itu memang disebabkan perubahan situasi dan posisi, Mama pun mengalami hal serupa saat menikah dengan Papa."

"Apa Papa tidak sedih? Lalu, Mama sendiri?"

"Kami bersedih," ini adalah suara hati Naruto. "Tidak sebanyak sukacita karena  hari bahagiamu." Seringai si mempelai cantik datang ragu-ragu.

"Aku tidak ingin pergi jauh-jauh dari kota ini. Tapi--Nojin memintaku menemaninya ke Jerman. Hanya dua tahun untuk menyelesaikan pendidikan pasca sarjananya. Dia sudah mempersiapkan hunian yang tak jauh dari rumah kita. Papa--"

"Pergilah, temani dia. Itulah salah satu tugasmu yang utama."

"Papa ... okay?!"

"Atau kau ingin Papa dan Mama ikut agar bisa mengganggu kegiatan kalian di sana?!"

"Tidak begitu," rengekannya masih sama manja, meski usianya kini menjelang 23 tahun. "Aku sungguh tidak keberatan jika Papa dan Mama benar-benar ingin--"

"Papa dan Mama akan pergi. Kami juga berencana menghabiskan waktu bersama, apakah itu membuatmu lebih baik?" sela ibunya.

"Ya, sangat baik. Aku ingin selalu menyaksikan kalian tertawa dan tersenyum." Dia raih sebelah tangan ayah ibunya untuk digenggam serta dicium. "Tetaplah sehat, supaya aku dapat melihat kalian dalam waktu yang lama, lama dan lama."

-----

How do you feel after reading this chapter?

PAPA (Comission) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang