• Luka 3

73 38 129
                                    

"Jangan melihat kebelakang dengan penyesalan, namun lihatlah kedepan dengan harapan dan penjelasan." ---- Lana Pramudhita.

『••✎••』

Hari ini adalah hari minggu, hari yang pastinya ditunggu banyak orang untuk sejenak menenangkan diri sendiri, dan mungkin berlibur? Kini dirumah sederhana nya, disetiap minggunya, menurut Lara adalah hari yang biasa, hari yang sama dengan hari lainnya. Tak ada kata sejenak untuk menenangkan diri sendiri, ataupun liburan dengan keluarga.

Keluarganya sudah hancur, rumahnya hanya mampu menyelematkan dirinya dari panas matahari, bahkan dinginnya hujan. Namun, rumah yang katanya rumah tersebut, tak mampu menyelamatkan fisik maupun mental gadis tersebut.

Lara sudah bangun sejak tadi pagi pukul setengah lima. Dirinya melamun di balkon rumah miliknya, rambutnya berantakan, tatapannya kosong, badannya sedikit kurus dari biasanya. Yang dulunya mempunyai pipi chubby, kini pipi itu perlahan hilang ntah kemana, yang dulu rambut panjang indahnya, kini hanya menyisakan rambut yang pendek.

"Apakah aku masih pantas untuk hidup didunia, Tuhan?" Batinnya menatap langit.

Air matanya tiba-tiba menetes, dan ia juga tiba-tiba tertawa dan tersenyum. Apa yang menjadi penyebabnya ia sendiri mungkin tak tau.

"Lara, anak kesayangan mama, papa. Besok kamu harus jadi orang yang sukses, ya? Papa bakal dukung apapun itu keputusan kamu."

"Mama juga akan dukung mimpi kamu," tambah dari, Elana. Wanita cantik yang disebut, Mama dari seorang Lara Aurelia.

"Ma, Pa. Lara janji akan jadi orang sukses demi kalian, Lara punya mimpi. Mimpi, Lara mau jadi dokter psikolog. Alasannya, karena mau bantu nyembuhin mentalnya dan menjadi tempat untuk menceritakan keluh kesahnya," janji gadis tersebut. Ia sangatlah gembira, senyumannya dulu sangat lah manis, tak ada satupun yang terlihat seperti palsu dari ujung bibirnya.

"Anak mama hebat, pasti bisa jadi dokter psikolog. Kejar cita-cita kamu setinggi langit, namun jangan terlalu berharap ya anak cantik?"

"Papa bangga sama kamu, Papa bakal bayarin kamu sampai kuliah, dan lihat anak satu-satunya papa ini menjadi Lara Aurelia S.Psi," janji dari seorang, Prawira. Laki-laki dengan postur tubuh yang gagah, dan wajah yang masih tampan adalah seorang Papa dari Lara Aurelia.

Ingatan itu masih saja setia di memori, Lara. Waktu dimana orang tuanya masih ada, waktu dimana kasih sayang Mama masih asli, dan waktu dimana Papanya berjanji.

"Ma, aku rindu yang dulu. Aku rindu kasih sayang, Mama. Aku rindu pelukan, Papa. Aku rindu keharmonisan keluarga, Tuhan apakah waktu tak bisa berputar kembali? Waktu dimana aku merasakan bahagia, waktu dimana aku tersenyum manis, dan waktu dimana aku mendapatkan kasih sayang dari orang tua," ucapnya lirih.

Lagi dan lagi, air matanya jatuh. Teringat dengan kematian sang Papa, dimana wanita cantik yang sudah mengandung nya, melahirkannya, menyusui nya, dan bahkan membesarkannya. Rela menuduh sang anak yang telah membunuh suaminya, sungguh sakit yang ia rasakan.

"Ma, Lara mau bicara apa lagi sama, Mama? Lara mau menyakinkan dengan cara apa lagi sama, Mama? Ditempat kejadian Mama melihat 'kan dengan mata kepala nya sendiri, Papa meninggal murni kecelakaan," ucapnya tak sanggup untuk melanjutkan ucapannya lagi. Memori dimana sang Papa ditabrak mobil tepat dihadapan seorang anak, bahkan istrinya.

Gadis Cantik Dengan Seribu LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang