17 - mystery solved

124 37 9
                                    


Keesokan harinya, Sena mengadakan rapat OSIS dadakan. Enggak biasanya Sena melakukan hal ini, tapi ini penting. Erza, ketua divisi kedisplinan OSIS sudah tahu topik yang akan Sena bahas di rapat dadakan ini. Karena ya, semalam, Sena menghubunginya langsung perihal isu bullying yang dilakukan satu oknum kepada salah satu anggota OSIS. Erza sendiri tahu tentang itu, dan meminta maaf kepada Sena karena nggak bisa mencegahnya. Padahal, dia ketua divisi Kedisplinan.

Wajah petinggi dan anggota OSIS tegang, karena wajah Sena super serius sekarang.

"Gue gak akan basa-basi lagi lah ya. Mungkin sebagian dari kalian ada yang udah tau kalau salah satu anggota OSIS kita kena korban bullying, yang menurut gue ini sepatutnya nggak terjadi. Apalagi, ini terjadi pada anggota kita sendiri."

Sena pun menjelaskan kronologi bullying terhadap Karisa, dan membuat satu ruang OSIS riuh. Beberapa ada yang kaget. Beberapa ada yang sudah tahu. Beberapa ada yang tampak tidak peduli.

"Jujur gue kecewa sama kalian. Gue juga kecewa sama diri sendiri. Padahal, salah satu visi dari OSIS sendiri adalah menciptakan suasana yang harmonis di kalangan murid. Sekolah kita juga terkenal karena lingkungan yang positif. Jadi, amat disayangkan kejadian ini bisa terjadi. Gue harap, ini adalah kasus terakhir yang gue denger, setidaknya selama gue masih menjabat. Terus, hal terakhir. Bagi kalian yang tahu siapa dalang dibalik kejadian ini, kalian bisa menghubungi Erza atau gue langsung secara pribadi."

Nggak sampai 30 menit, rapat dibubarkan. Sebelum semuanya bubar, Sena mendekati Abiyan yang kini sedang membereskan tasnya, bersiap untuk pulang.

"Yan, gua mau ngobrol. Gudang belakang, sekarang."


Sejujurnya, Abiyan sudah tahu apa yang akan Sena obrolkan sekarang di gudang belakang. Sepanjang hidupnya mengenal Sena, ia tidak pernah melihat Sena seserius ini. Tatapannya begitu tajam, mungkin kalau orang yang tidak mengenal Sena, mereka akan ketakutan. Tapi walaupun begitu, Abiyan tidak pernah merasa terintimidasi oleh Sena. Sekalipun.

"Ada apa, Sen?"

"Straight to the point, lo tau kan soal kasus bullying Karisa?"

"Ya, gue tau."

"Gue cuma butuh kejujuran lo sekarang, Yan. Lo... orang di balik semua ini?"

Ada beberapa detik keheningan, lalu Sena mendengar Abiyan ketawa keras. Bikin cowok itu bingung sekaligus kesal.

"Lo kok ketawa? Gue super serius ya, Yan."

"Lo percaya gue bisa melakukan hal itu?"

"Gue berusaha untuk nggak percaya, Yan, tapi gue gak akan menutup kemungkinan juga. Apapun bisa lo lakukan, kan, Abiyan?"

Dibandingkan dengan Sena, Abiyan sebenarnya lebih punya power di sekolah ini. Nggak ada yang berani macam-macam dengan Abiyan, maupun keluarganya. Hanya saja, memang Abiyan tidak pernah menyalahgunakan power nya ini di Sekolah. Hanya di saat-saat tertentu, di saat ia benar-benar membutuhkannya.

"Lo berubah, ya, Sena."

"Gak usah mengalihkan pembicaraan."

Abiyan menghela napas, "Oke, ngapain juga gue tutup-tutupin. Iya, emang gue yang nyuruh Beni dan gengnya untuk gangguin Karisa. But hey, gue gak tau ya kalau ternyata mereka akan sejauh—"

Grep! Sena menarik kerah Abiyan dengan wajah yang memerah karena marah.

"Lo sinting, Yan!"

Abiyan terkekeh, "Lo mau pukul gue? Ayo pukul. Pukul pipi gue sekarang, Sen!"

School President Complex (swoo x swan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang