02 - Preparation

50 6 4
                                    

2  bulan lalu.

Alisa terduduk menatap pintu di dekat ruangan kerjanya, ia memijat jari tangannya dengan gelisah. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, sudah waktunya untuk pulang. Teman karyawannya yang lain juga sudah pulang semua.

Tepat jarum panjang pada jam menunjukkan pukul lewat 15 menit, Alisa beranjak dari kursinya dan mulai melangkah menuju pintu yang sedari tadi ia perhatikan.

Alisa tidak peduli apa yang akan terjadi setelah ini, ia akan resign secepatnya.

TOK

TOK

TOK

Tangannya mengetok pintu, sampai ada suara menyuruhnya untuk masuk barulah Alisa masuk ke ruangan itu.

Itu ruang kerja atasannya, yang menjabat sebagai wakil direktur, ruang kerja Andra.

Alisa melihat Andra sedang menutup map di meja kerjanya.

"Ada perlu apa?" tanya Andra dengan suara formal karena mereka masih di kantor.

Sebelum mengatakannya Alisa menarik napas terlebih dahulu dan membuangnya. "Saya..." Alisa menghentikannya. Dan melanjutkan kata-katanya dengan bahasa nonformal. "Gue mau nikah."

Alisa memperhatikan raut wajah Andra baik-baik, berharap mendapatkan sedikit respon yang ia inginkan. Tapi Andra tidak bergeming, hanya menatapnya sebentar dengan datar lalu kembali sibuk mengemas barang-barangnya di atas meja ke dalam tas.

Hubungan Andra dan Alisa tidak begitu baik, Alisa memang menyukai Andra sejak dibangku kuliah. Saat itu Andra merupakan seniornya. Tapi hanya sebatas menyukainya saja, Alisa juga sudah pernah menyatakan perasaannya itu. Hanya menyatakannya saja, tidak ada kelanjutan apa-apa karena Andra tidak pernah merespon Alisa.

Kerja di tempat yang sama pun merupakan sebuah kebetulan, Alisa sudah kerja lebih dulu sebagai karyawan selama dua tahun, sementara Andra baru menggantikan posisi manajer 6 bulan yang lalu.

"Gue—gue berharap lo ngasih sedikit respon biar gue tau harus apa setelah ini," kata Alisa.

Andra menghentikan gerakannya dan menatap Alisa lagi. "Selamat?" ujarnya lebih ke pertanyaan.

Itu saja, tapi itu cukup bagi Alisa. Ia tahu akhirnya memang ia tidak bisa menjadikan Andra miliknya. Hari itu ia sudah bertekad akan merelakan perasaannya.

Ia akan berhenti jatuh cinta dengan pria brengsek itu, dan akan berusaha untuk membuka hatinya untuk calon suaminya.

Alisa mengangguk, dan keluar dari ruangan Andra.  Kakinya terasa lemas, sehingga ia kembali duduk di bangku kerjanya. Alisa menempelkan dahinya di meja kerja. Kepalanya terasa kosong, sehingga ia tidak dapat berpikir apa-apa.

Andra tetaplah Andra. Bahkan 5 tahun lalu juga sama, Andra tidak merespon apa-apa saat Alisa menyatakan perasaannya ketika kuliah.

Ia sudah tahu ini akan terjadi.

****

"Lo serius mau nikahin Alisa? Jangan gila ya Andra! Gue gak setuju!" Andra hanya diam tidak mengatakan apa-apa mendengarkan suara adiknya. Padahal adiknya itu sudah menunggu abangnya seharian di rumah untuk membicarakan hal ini. "Andra gue serius! Lo ga perlu ngelakuin itu."

"Alisa bilang bakal ngelakuin hal yang sama kaya yang gue lakuin di pernikahan lo."

Ucapan itu membuat Salsa terkejut, entah kenapa rasanya ia sungguh membenci Alisa. Ia benci Alisa yang akan menikah dengan Januar, dan sekarang setelah pernikahan Januar batal, Abangnya yang akan menikahi Alisa? Tidak!! Salsa tidak bisa terima hal itu. Ia tidak setuju!

Not For Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang