Greenland adalah sekolah sihir yang diperuntukan bagi anak-anak dengan kelebihan tidak biasa untuk mengasah kekuatan yang mereka punya. Kekuatan dapat berarti sebuah ancaman dan juga berkah. Greenland ada untuk membagi kekuatan itu dalam dua kategor...
Suara langkah kaki bergema. Ringan. Konstan. Ketukan sol sepatu yang beradu dengan lantai kayu menjadi satu-satunya suara yang tercipta dalam damainya malam. Langkah kaki itu menyusuri lorong panjang seolah tak berujung. Ia berhenti setelah mendapati sebuah pintu besar yang menciptakan lorong baru, ruangan itu adalah tempat yang ia tuju.
Kantor wali kota.
Tanpa ketukan pada pintu, laki-laki bersurai abu itu melenggang masuk. Tidak ada penjagaan khusus sehingga tidak ada orang-orang berjas hitam yang akan menahan langkah kakinya. Pandangan matanya yang tajam menyorot pada meja kayu besar di tengah ruangan, tampak agung layaknya sebuah singgasana. Di sana, duduklah seorang pria paruh baya yang nampak lelah, masih terjaga.
"Saya terkesan dengan kerja keras anda di jam segini, bapak wali kota."
Laki-laki bersurai abu itu membuka kancing jas yang ia kenakan sebelum duduk dengan tenang pada sebuah sofa. Persis di depan meja besar itu, menghadap ke kanan.
"Saya dengar anda adalah seorang perantara."
Nada gusar tertangkap indera pendengaran, tak sedikitpun mengusik ketenangan sang surai abu. Laki-laki itu bahkan tak perlu repot menoleh untuk dapat bertemu tatap dengan sang wali kota. Pria paruh baya itu dengan sukarela menghampiri, duduk berhadapan dengannya di seberang meja kecil yang bersih, tanpa jamuan apapun.
"Saya butuh bantuan anda."
Sang perantara adalah julukan yang ia dapat dalam pekerjaannya. Sesuai namanya, ia adalah seorang perantara bagi dunia luar untuk berkontak langsung dengan Greenland. Tugasnya adalah menemukan anak-anak yang terlahir dengan kekuatan terkutuk sebelum kekuatan itu berkembang tanpa kendali di luar Greenland. Beberapa saat lalu, kantor wali kota Boston mengirimkan surel dan permintaan khusus padanya. Hanya saja, ia tidak menyangka, anak dengan kekuatan terkutuk yang di laporkan sang wali kota adalah putri bungsunya sendiri.
Sang surai abu terlihat damai dan tenggelam dalam pikirannya. Rekaman perjalanan singkatnya menuju kemari terputar sebelum ia tersenyum singkat, kemudian membuka kedua matanya.
"Saya sudah melihat gadis itu."
"Bagaimana menurut anda?"
Netra hitam legamnya seolah menyeret sang wali kota pada palung dalam nan gelap. Nampak misterius sekaligus menenangkan.
"Saya mampu menangkap aura yang cukup kuat."
Ada jeda.
"Dia cocok untuk Greenland."
Sang wali kota nampak semakin cemas. Gadis kecilnya cukup normal, ia yakin. Sulit baginya melepas putri bungsunya untuk Greenland.
"Apa dia akan baik-baik saja?"
Suara laki-laki itu mendayu lembut, "Semua itu tergantung pada seberapa berbahayanya kekuatan yang ia punya."
Lemas sudah sang wali kota.
Baru-baru ini ia mengetahui, putri bungsunya memiliki kekuatan yang tidak biasa, sedikit supranatural. Banyak kolega menyarankan untuk membawanya pada seorang pendeta, melakukan ritual pensucian dengan harapan roh jahat dalam diri gadis kecilnya dapat musnah. Namun mereka salah. Tidak ada roh jahat dalam diri putrinya. Gadis kecilnya baik-baik saja. Kekuatan itu bukan datang dari makhluk lain, kekuatan itu murni milik putri bungsunya.
Percakapan sekilas itu tercuri dengar. Gadis berusia 17 tahun berdiri di luar pintu kerja ayahnya, urung masuk saat tahu ayahnya memiliki seorang tamu. Begitu ia menangkap percakapan keduanya, ia bergetar ketakutan.
"Saya akan membantu mengurus pendaftaran putri anda, yang perlu anda lakukan adalah menyiapkan semangkuk darah untuk keperluan ritual, dalam artian perjanjian resmi bahwa anda akan setuju untuk kematian putri anda apabila kekuatan yang ia punya jelas berbahaya."
Pria bersurai abu itu berdiri dari duduknya, mengancingkan kembali jas yang ia kenakan sebelum meninggalkan kalimat terakhirnya di ruangan itu.
"Ritual darah juga ada untuk mengikat janji anda. Kebocoran informasi apapun perihal kekuatan yang dimiliki putri anda, dan mengenai keberadaan Greenland akan membunuh anda."
Laki-laki itu tersenyum.
"Hal-hal diluar nalar semacam ini memang harus tetap tersembunyi, bukankah begitu pak wali kota? Nah, bagaimana? Apa keputusan anda?"
***
Sang perantara
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.