Waktu berlalu begitu cepat, hingga tanpa di sadari liburan musim dingin semakin dekat.
Hanya tersisa satu minggu lagi sebelum liburan musim dingin, Rain di sibukkan dengan banyaknya tugas yang di berikan oleh para profesor.
Ia bahkan tidak memiliki waktu untuk memikirkan tentang Azkier. Rain terlalu fokus menyelesaikan tugasnya hingga tidak menyadari seseorang telah duduk di sebelahnya untuk beberapa waktu.
Orang itu hanya diam sembari sibuk mengamati Rain dan sesekali mencorat-coret sesuatu di bukunya. Setelah selesai orang itu meletakan bukunya tepat di depan Rain, membuat perhatian Rain teralihkan.
Rain menatap takjub gambar yang terlihat persis seperti dirinya. Rain kemudian menoleh ke samping dan mendapati Josh dengan wajah datar tengah memperhatikannya.
“A-apa bagaimana kau bisa ada di sini? Dan sejak kapan?” Rain beringsut menjauh saat menyadari Josh yang duduk tepat di sebelahnya.
“Sejak sekitar sepuluh menit yang lalu?” ucap Josh tak yakin.
Rain mengernyit bingung, “Lalu ada urusan apa denganku? yang pasti itu bukan tentang lukisan, bukan?”
Josh tersenyum miring, “Sepertinya aku tidak perlu repot-repot menjelaskannya padamu,”
Rain berdecih, “sebaiknya cepat katakan apa yang kau inginkan dariku, aku benar-benar sedang tidak ingin di ganggu,”
“Aku ingin agar kau mengizinkan untuk bekerja sama denganmu, tentu saja dalam artian yang berbeda,” papar Josh.
Rain menutup bukunya dengan kasar, ia lalu menatap tajam kearah Josh yang duduk dengan tenang di sebelahnya.
“Kau berbahaya, aku tidak ingin celaka di tanganmu,” sarkas Rain tajam.
Josh tertawa untuk pertama kalinya. Hal ini membuat Rain terdiam. Tidak bisa di pungkiri, walaupun Josh memiliki darah dari klan terkutuk, pria itu tetap saja tampan.
“Apa kau pikir aku menawarkan kerja sama ini tanpa pertimbangan terlebih dahulu? Aku tidak bodoh, bagaimana bisa aku mencelakaimu? Aku hanya akan membuat diriku dalam kesulitan,”
Rain memutar bola matanya malas. “Sudahlah, cukup katakan intinya saja, kau terlalu berputar-putar,”
Ekspresi Josh mendadak berubah serius. Mata gelapnya benar-benar mengintimidasi, untuk sejenak Rain merasmerasakan tekanan atmosfer yang berbeda.
“Jadikan aku sebagai salah satu anggotamu,”
Rain memicingkan matanya menatap Josh seakan tidak percaya. Apa Rain baru saja salah dengar? Josh meminta pada dirinya agar di jadikan salah satu anggota 'Taring?'
“Lalu apa yang bisa kau berikan padaku sebagai balasannya?” tanya Rain. Ia ingin menguji seberapa pantas keberadaan Josh jika berada di bawah naungan nya.
“Aku akan dengan senang hati membawakan pengkhianat itu ke depanmu,” jawab Josh serius.
Rain menatap lama wajah Josh untuk mencari kebohongan di dalamnya. Namun, ia tidak menemukan apapun.
“Bagaimana jika kau juga mengkhianatiku?”.
“Kau boleh membunuhku detik itu juga,”
Rain mengangguk pelan, “Aku akan memberikanmu waktu lima hari untuk menemukan penghianat itu, jika kau bisa membawanya kepadaku sebelum liburan di mulai, maka aku akan mengakui kemampuanmu,”
“Aku pasti tidak akan mengecewakanmu,”
Setelah mengatakan hal itu, Josh bangkit dan berjalan keluar dari ruang kelas yang memang sudah kosong dan hanya menyisakan dirinya saja.
“Semoga berhasil dalam perburuanmu,” Rain berujar dengan suara kecil. Ia kembali memfokuskan diri segera setelah keberadaan Josh tidak bisa lagi ia rasakan.
***
Suara cambukan terdengar menggema di ruangan itu. Dengan jeritan kesakitan yang terdengar memilukan. Seorang pria paruh baya duduk terikat di sebuah kursi dalam keadaan yang mengenaskan.
Tubuhnya di penuhi oleh darah dan juga luka menganga. Erangan kesakitan dan jeritan meminta berhenti terus terdengar.
Namun, pria itu hanya menatap datar sembari sesekali berhenti untuk menyapu keringatnya.
“Bukankah aku sudah seringkali memperingatkan dirimu Viscount Baston? Bahwa aku tidak akan mentoleransi semua perilaku burukmu lagi,”
“M-maaf t-tuan, t-tolong maafkan aku,” mohon Viscount Baston dengan suara parau.
“Perdagangan budak, pelelangan senjata ilegai, penaikkan harga pajak yang tidak masuk akal, pemerasan pada rakyat miskin, dan Anda juga menggelapkan sejumlah besar uang negara, setelah semua itu Anda meminta agar aku memaafkanmu?”
Mata pria itu berkilat di bawah cahaya api obor yang menyala di ceruk dinding. ada kilatan kemarahan di dalam mata itu.
Pria itu kembali mengayunkan cambuk itu dan mengenai tubuh Viscount Baston tanpa ampun.
“Anda juga menghalalkan segala cara untuk menculik para wanita muda dan menjual mereka.”“Apa bajingan sepertimu pantas untuk di maafkan!? Keberadaan dirimu saja membuatku muak. Kau benar-benar terlalu sering menganggap remeh diriku, hanya karena aku tidak pernah menunjukkan jati diriku yang sebenarnya, kalian dengan semena-mena merendahkan diriku.” Sarkas pria itu dengan suara keras.
“Apa kalian pikir aku hanya diam dan duduk saja saat melihat orang-orang yang berulah di wilayahku?Kalian benar-benar ...tidak pantas untuk hidup!”
“Pisahkan semua anggota tubuh Viscount Baston dan pacung kepalanya di alun-alun, biarkan orang-orang tau bahwa bajingan yang sudah menyiksa mereka telah tiada,” titah pria itu. Ia lalu tersenyum miring seraya membuang cambuknya ke sembarang tempat.
“Baik tuan!” pada ksatria yang berada di tempat itu menjawab serentak dengan kepala yang tertunduk.
“Tuan muda! Anda tidak bisa melakukan hal ini kepada saya! Tolong maafkan saya!” Viscount Baston berteriak dengan putus asa saat dua orang ksatria menyeretnya pergi dari hadapan pria itu.
“Tuan muda!”
Azkier hanya diam saat melihat tubuh Viscount Baston yang di seret pergi dengan paksa.
Ia benar-benar tidak bisa lagi mentoleransi sikap Viscount Baston, pada awalnya Azkier berniat membiarkan perbuatannya sedikit lebih lama.Namun, ia justru mendapat kabar bahwa sikap buruk orang itu terus menyebabkan kerusakan di mana-mana. Di tambah dengan banyaknya kerugian yang terjadi.
![](https://img.wattpad.com/cover/323738723-288-k394419.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Lady [END]
ActionRain Deleux gadis remaja yang di juluki sebagai 'Anak tak berguna' dari keluarga Deleux. Setelah sekian lama menyembunyikan kemampuannya ia bertekad untuk membuat orang-orang tidak memandangnya dengan rendah. Tak tanpa ia sadari identitasnya sebagai...