Angka yang menunjukkan pukul 15.00 pada layar ponsel menandakan final match liga akan bermula tak lama lagi. Acara pertandingan sepak bola antar kelas ini diadakan tahunan, hanya saja, liga tahun ini merupakan pertandingan pertama dan terakhir bagi Haskiel dan teman-teman seangkatannya.
Ia harus memberikan yang terbaik.
Para suporter mulai bersorak-sorai menyemangati kelas masing-masing saat peluit dibunyikan, tak memperdulikan tetesan air hujan yang mulai turun membasahi lapangan sebab semuanya tengah berusaha untuk mendapatkan gelar best supporter tahun ini.
Haskiel nampak begitu menggebu mencetak gol, peluh mulai bercucuran pada keningnya meskipun baru berselang lima belas menit setelah match dimulai. Jersey-nya yang sudah basah kuyup akibat hujan yang semakin deras tak ia hiraukan, yang ada dalam benaknya kini hanyalah gol, kemenangan, dan gol lagi.
Dirinya merebut bola dari Naren, lantas berlari sekuat tenaga bersama bola yang terus menggelinding tepat di depan kakinya.
Sama sekali tak peduli seberapa kencang ia berlari.
Sama sekali tak peduli apa yang terjadi di sekitarnya.
Sama sekali tidak.
"Haskiel!"
...
Atmosfer mendadak senyap, hanya suara dedaunan yang terbang tertiup angin kala suara gedebuk ditimbulkan oleh lelaki dengan nomor punggung 01 tersebut.
Haskiel terjatuh.
Ah, koreksi itu, mungkin lebih tepatnya kepala Haskiel terbentur ke tanah bersama kaki kiri yang terkilir sebab Rayyan melakukan sliding tackle.
Dan sialnya, Haskiel tak mampu menghindari sebab dirinya dipenuhi dengan bara api yang terbakar.
Wasit membunyikan peluit, terlihat perdebatan sengit antara para anggota yang mengenakan jersey hitam—tim Haskiel—dan kelas 12 MIPA 3 yang mengenakan jersey merah.
Haskiel masih di sana, terbaring sembari memegangi kakinya yang terkilir. Ia meringis kesakitan menanti PMR yang tengah berlarian menuju arahnya.
"Woy, PMR, PMR! Mana sih, lama banget?!" Radian berteriak, membuat salah satu dari mereka membungkuk minta maaf karenanya.
Napas Haskiel terengah begitu merasakan dingin dari kompres yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada kakinya. Tidak berkurang sepenuhnya, sih, tapi setidaknya tak sesakit tadi.
"El, udah deh lo istirahat aja. Switch sama Bintang, nggak papa ... liat tuh dahi lo luka juga," ujar Saki begitu perdebatan dengan wasit dan kelas sebelah telah usai.
"Nggak- masih ... masih kuat."
"Kuat apanya, sih, El? Lo ngomong aja nggak sanggup gitu, udah sana istirahat di pinggir. Ditemenin adik-adik PMR tuh." Aksa menambahkan, yang lain mengangguk setuju.
Haskiel hanya menghela napas, lantas mengiyakan sebab dirinya juga sudah terkulai lemas sekarang.
Ia tertahan oleh lelaki manis di hadapannya saat akan mendudukkan diri, berniat ingin berjalan seorang diri menuju pinggir lapangan.
"Kak, tunggu, aku bantuin jalannya. Atau butuh tandu?"
Haskiel menoleh, menatap fitur si manis dengan seksama mulai dari rambut hingga bibir, lalu naik lagi pada kedua manik indah dengan bulu mata lentik yang dimilikinya.
Sakala Dirgantara.
Begitu Haskiel menduganya.
Tunggu, tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
stuck with u ; heesun
FanfictionAwal dari semuanya adalah ketika Sakala hanya mencoba untuk menjalankan tugasnya sebagai PMR, dan Haskiel yang membuatnya kesal setengah mati. - in other words, this is a heesun local fiction. © faeirytales, 2023.