twee.

235 37 5
                                    

"Kala! Liat deh di akun menfess sekolah, lo lagi trending!"

Seruan Jenaka sang ketua kelas membuat Sakala yang tengah memakan bekal nasi gorengnya tersedak, Niel buru-buru menyerahkan botol minum milik Sakala untuknya melegakan tenggorokan.

"Uhuk! Maksudnya ap—"

Jenaka menghadapkan layar ponsel miliknya yang menunjukkan aplikasi Twitter, lebih tepatnya akun menfess milik sekolah. Fotonya bersama Haskiel di bawah pohon rindang kemarin sore menjadi sorotan utama, membuat Sakala kebingungan setengah mati, siapa yang memotret dirinya diam-diam lalu mengunggahnya ke akun menfess?

"Apaan sih, main foto orang diem-diem kayak gitu! Nggak sopan amat." Sakala mendengus sebal, dia sudah tidak mood makan sekarang.

"Kayaknya gara-gara lo kemarin marahin kak Kiel, jadi trending deh tuh," jelas Jenaka. Jemarinya bergerak untuk menggulir layar ponsel, membaca balasan demi balasan.

"Banyak banget yang komen, Kal. Buruan speak up deh, jangan mau direndahin gini, gue jadi kesel liatnya!" Jenaka kini menghentakkan kakinya ke lantai, ikutan sebal.

Sakala menggeleng. "Buat apa? Biarin ah, gue males berurusan sama orang yang sukanya ngurusin hidup orang lain, capek sendiri."

"Kenapa lo nggak minta maaf sih, Kal? Daripada lo diomongin satu sekolah, berabe urusannya!" Niel yang sedari tadi diam kini menyerukan aspirasinya.

"Hah?! Minta maaf? Gue duluan? Yang pertama nyolot juga dia! Ngapain gue minta maaf duluan?!"

Niel dan Jenaka hanya bertukar pandang sebelum menepuk dahinya masing-masing, sudah hapal betul dengan sikap Sakala yang selalu kekeh dengan pendiriannya seperti ini.

Pokoknya mulai sekarang, Sakala membuat kesepakatan dengan dirinya sendiri untuk tidak meminta maaf kepada Haskiel terlebih dahulu!

"Iya, terserah lo deh. Mau ke kantin, nggak? Gue mau beli ayam geprek," tawar Jenaka. Keduanya 'pun mengangguk setuju.

Baiklah, kini Sakala menduga mamanya akan marah sepulang sekolah sebab tidak menghabiskan bekal. Tidak apa, ia berjanji akan menghabiskannya nanti.

Sepanjang perjalanan menuju kantin, beberapa bisikan tak kasat mata—menurut Sakala—merasuk ke kupingnya. Obrolan sana sini dengan topik yang sama, yaitu dirinya dan Haskiel membuat Sakala tak tahan dan mempercepat langkah.

Sungguh, Sakala begitu kesal dengan orang-orang yang seenak jidat menyimpulkan keputusan dengan melihat hanya pada satu sisi. Mentang-mentang Haskiel adalah seorang selebriti di sekolah makannya semua orang membelanya, begitu? Cih, Sakala jadi makin menguap dibuatnya.

Sembari menunggu pesanan ayam geprek milik Jenaka, Sakala mengambil brownies tiga ribuan pada box plastik yang terpampang di atas meja kantin. Deheman seseorang yang tampaknya familiar membuat Sakala memalingkan wajah, mendapati Haskiel sedang duduk bersama teman-temannya.

"Lain kali yang sopan dikit sama kakak kelasnya ya, Dek Kala." Haskiel terkekeh pelan seraya menyunggingkan senyum.

Sakala memutar bola matanya malas, dia baru tahu ada orang se-menyebalkan Haskiel di dunia ini, serius.

"Bisa stop nyari ribut nggak? Gue cuma mau beli brownies, bukan ngajak lo adu mekanik," balas Sakala dengan senyuman yang dipaksakan. Padahal, dirinya sudah ingin sekali menginjak sepatu kakak kelasnya yang menyebalkan itu.

Masa bodoh bila dirinya terkesan tidak sopan kepada Haskiel karena kembali menggunakan sapaan informal, Sakala tidak akan berhenti kecuali ia menerima permintaan maaf dari yang lebih tua.

stuck with u ; heesunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang